Jakarta (Antara News) - Universitas Budi Luhur mengelar Seminar Komunikasi Nasional dengan tema “ Perseteruan Haris Azhar dengan Polri dilihat dalam Perspektif Komunikasi “ , Sabtu 17 September 2016.  Seminar diawali laporan Ketua Panitia Dr. Afrina Sari, MSi, pembukaan  oleh Deputi Rektor Bidang Akademik Universitas Budi Luhur Dr.Wendi Usino,MSC,dilanjutkan dengan pemaparan 3 (tiga) pakar komunikasi dan jurnalistik . Prof. Dr. Tjipta Lesmana, M.A., Pakar Komunikasi Politik, akan membahas “Komunikasi, antara Model Transmisi dan Model Konstruksi Sosial”. Drs. Margiono, Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat. “Beberapa elemen penting dan tidak bisa diabaikan dalam wawancara pers”.Yosep Adi Prasetyo-Stanley, Ketua Dewan Pers. “Antara Berita Pers dan Berita Media Sosial”, seminar  dipandu oleh Moderator Dr. Hadiono Afdjani, MM,MSi Ketua Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Universitas Budi Luhur  

Deputi Rektor Bidang Akademik Universitas Budi Luhur Dr.Wendi Usino,MSc, menjelaskan “”berbeda dengan  hingar-bingar berbagai kalangan yang meneropong Perseteruan Polri versus Haris Azhar dari kaca-mata hukum, Universitas Budi Luhur mengajak masyarakat lebih berbudi luhur dalam memandang suatu permasalahan yang terjadi , kami lebih memilih perspektif komunikasi dengan mengundang sejumlah pakar komunikasi dan jurnalistik.  Melalui forum seminar setengah hari, berharap perspektif komunikasi juga dapat menggali beberapa aspek menarik yang menimbulkan kegaduhan publik setelah Haris membuka percakapannya dengan Freddy Budiman tentang dugaan keterlibatan oknum-oknum petingi aparat dalam bisnis narkotika ke ruang public “” 

Dr. Afrina Sari,MSc Ketua Panitia yang juga Dosen Magister Ilmu Komunikasi UBL menjelaskan tentang ketertarikan kampus menyelenggarakan kasus ini menjadi seminar dilihat dari sisi komunikasi “”Universitas Budi Luhur sebagai kampus yang peduli dengan permasalahan bangsa, masalah ekonomi social dan budaya, kampus perlu mendukung dengan kegiatan secara akademik dan berdasarkan ilmu komunikasi melihat bahwa permasalahan perseteruan polri dan haris azhar merupakan persoalan komunikasi,dimana ada fakultas dan magister ilmu komunikasi yang dapat mengembangkan ke ilmuan komunikasi , dengan menterjemahkan dengan kegiatan seminar nasional komunikasi dengan judul perseteruan ,memang nyaris tidak ada yang melihat kasus ini dari perspektif komunikasi “” 

Perseteruan Polri dengan Haris Azhar berawal dari tulisan Haris Azhar, Koordinator Kontras, di media sosial tentang percakapannya dengan Freddy Budiman yang kemudian menyebar luas diberbagai media dan juga diekspos di media massa, menimbulkan “gaduh nasional” . Haris, melalui tulisan tersebut. mengaku melakukan semacam wawancara dengan Freddy Budiman, terpidana mati kasus narkoba, sekitar 2 (dua) tahun yang lalu. Dalam percakapan itu, Ferry membuka liku-liku perdagangan narkotika, termasuk keterlibatan aparat seperti Polri, Badan Nasional Narkotika (BNN), Lembaga Pemasyarakatan dan Bea Cukai. Secara implisit Freddy mengaku mendapat “backing” dari aparat untuk memuluskan bisnisnya hingga ia tertangkap dan berurusan dengan lembaga peradilan. Untuk itu,   menurut Freddy, selama bertahun-tahun ia telah menggelontorkan dana sekitar Rp 450 milyar untuk BNN, dan Rp 90 milyar untuk Polri. Freddy sendiri dihukum mati. Kasasinya ditolak mentah-mentah oleh Mahkamah Agung. 

Akhir Juli 2016 Freddy dieksekusi mati di Nusakambangan. Haris Azhar meng-upload percakapannya dengan Freddy Budiman hanya beberapa hari sebelum Freddy dieksekusi. Publik pun geger. Para petinggi Polri, TNI dan BBN marah, serta merta menuduh Koordinator Kontras itu telah mencemarkan nama baik ketiga instansi. Secara spontan Polri, TNI dan BBN pun melaporkan Haris ke Polri dengan tuduhan fitnah, atau pencemaran nama baik. Banyak pihak yang membela Haris Azhar, tapi tidak sedikit juga yang mempertanyakan motivasi Haris mengungkap percakapannya dengan Freddy 2 (dua) tahun setelah percakapan berlangsung.

Perseteruan antara Polri dan Haris Azhar, sejak mencuat, tampaknya lebih fokus pada ranah hukum, yaitu tuduhan bahwa Haris Azhar telah mencemarkan nama baik Polri, TNI dan BNN. Haris dituding mencemarkan martabat dan nama baik aparat. Pernyataan Freddy Budiman yang menjadi “modal dasar”  tuduhan Haris, oleh aparat, diyakini tidak berdasarkan bukti kuat dan hanya fabrikasi dengan tujuan untuk menjelekkan nama baik aparat penegak hukum.  Tindakan Haris pun dituding melanggar Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pasal 27 ayat (3) UU ITE, juncto Pasal 45 ayat (1) berbunyi: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau  membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).

Sikap reaktif dari aparat, ternyata, mendapat kritik cukup tajam dari Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Keduanya meminta supaya aparat Kepolisian melakukan investigasi dulu  sampai sejauh mana kebenaran tuduhan Freddy Budiman seperti diungkap oleh Haris Azhar, tidak langsung mengancam Haris dengan Undang-Undang ITE. 

Pewarta: Achmad Irfan

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2016