Fraksi Gerindra DPRD Banten mengajak seluruh elemen masyarakat, mahasiswa, aktivis kampus dan unsur media, bersama-sama dengan DPRD untuk mengawasi serapan APBD Banten 2023 mengingat serapannya masih sangat rendah.
"Ini sudah pembahasan RAPBD 2024, sementara realisasi Tahun 2023 masih sekitar 45 persen. Itu pun sebagian besar belanja pegawai, jadi kemana arah kebijakan APBD 2023 ini," kata Ketua Fraksi Gerindra DPRD Banten Agus Supriatna dalam diskusi 'Serapan Anggaran Rendah ; Apa dampak dan Resolusinya? Di Ruang Serbaguna DPRD Banten di Serang, Selasa.
Untuk itu, kata Agus, untuk mengurai apa dampak dan resolusi dari rendahnya serapan ÀPBD Banten 2023, Fraksi Gerindra menggelar diskusi untuk membedah persoalan tersebut dengan menghadirkan para akademisi.
"Masyarakat perlu tahu, ada apa sebenarnya penyebab rendahnya realisasi APBD ini. Sebab kalau serapan rendah, manfaatnya tidak dirasakan masyarakat," kata Agus.
Baca juga: Serapan anggaran rendah, DPRD Banten pertanyakan kinerja OPD pemprov
Ketua Komisi IV DPRD Banten M Nizar mengatakan, selama 23 Tahun Provinsi Banten berdiri, baru tahun ini terdapat keanehan atau keunikan dengan rendahnya serapan APBD 2023. Sementara Tahun 2023 hanya tinggal empat bulan lagi menjelang akhir Tahun 2023.
"Hingga Agustus ini serapannya baru sekitar 40 sampai 45 persen, sementara 2023 ini tinggal beberapa bulan lagi. Lalu masyarakat merasakan apa manfaatnya jika serapannya rendah," kata Nizar.
Diskusi Fraksi Gerindra tersebut menghadirkan sejumlah narasumber antara lain Dr. Ali Yahya (Politisi), Dr. Firdaus (Akademisi Untirta), Dr. Zainur Ridho (Akademisi UIN SMHB) serta anggota DPRD Banten M. Nizar.
Salah seorang nara sumber Zainor Ridho mengatakan, ada beberapa alasan yang disampaikan pihak Pemprov Banten kenapa serapan APBD rendah, salah satunya transformasi digital dalam sistem pengadaan atau e-katalog. Namun demikian, alasan tersebut tidak masuk akal karena seharusnya transformasi digitalisasi pengadaan itu sudah dilakukan sejak beberapa tahun lalu.
"Transformasi digital itu sudah dilakukan sejak lama termasuk di daerah lain. Di Banten kenapa harus jadi persoalan pada tahun ini," kata Ridho.
Ia mengatakan, , ada dua resiko politik yang akan ditanggung oleh Pemprov Banten dengan rendahnya serapan anggaran ini. Dua resiko politik tersebut bisa 'high risk political dan low risk political.
"Kalau masuk pada high risk political, maka DPRD bisa menggunakan hak interpelasi, hak angket atau mosi tidak percaya terhadap Pj Gubernur Banten," pungkas Ridho.
Baca juga: Perubahan sistem disebut Pemprov Banten kendala minimnya serapan anggaran
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2023
"Ini sudah pembahasan RAPBD 2024, sementara realisasi Tahun 2023 masih sekitar 45 persen. Itu pun sebagian besar belanja pegawai, jadi kemana arah kebijakan APBD 2023 ini," kata Ketua Fraksi Gerindra DPRD Banten Agus Supriatna dalam diskusi 'Serapan Anggaran Rendah ; Apa dampak dan Resolusinya? Di Ruang Serbaguna DPRD Banten di Serang, Selasa.
Untuk itu, kata Agus, untuk mengurai apa dampak dan resolusi dari rendahnya serapan ÀPBD Banten 2023, Fraksi Gerindra menggelar diskusi untuk membedah persoalan tersebut dengan menghadirkan para akademisi.
"Masyarakat perlu tahu, ada apa sebenarnya penyebab rendahnya realisasi APBD ini. Sebab kalau serapan rendah, manfaatnya tidak dirasakan masyarakat," kata Agus.
Baca juga: Serapan anggaran rendah, DPRD Banten pertanyakan kinerja OPD pemprov
Ketua Komisi IV DPRD Banten M Nizar mengatakan, selama 23 Tahun Provinsi Banten berdiri, baru tahun ini terdapat keanehan atau keunikan dengan rendahnya serapan APBD 2023. Sementara Tahun 2023 hanya tinggal empat bulan lagi menjelang akhir Tahun 2023.
"Hingga Agustus ini serapannya baru sekitar 40 sampai 45 persen, sementara 2023 ini tinggal beberapa bulan lagi. Lalu masyarakat merasakan apa manfaatnya jika serapannya rendah," kata Nizar.
Diskusi Fraksi Gerindra tersebut menghadirkan sejumlah narasumber antara lain Dr. Ali Yahya (Politisi), Dr. Firdaus (Akademisi Untirta), Dr. Zainur Ridho (Akademisi UIN SMHB) serta anggota DPRD Banten M. Nizar.
Salah seorang nara sumber Zainor Ridho mengatakan, ada beberapa alasan yang disampaikan pihak Pemprov Banten kenapa serapan APBD rendah, salah satunya transformasi digital dalam sistem pengadaan atau e-katalog. Namun demikian, alasan tersebut tidak masuk akal karena seharusnya transformasi digitalisasi pengadaan itu sudah dilakukan sejak beberapa tahun lalu.
"Transformasi digital itu sudah dilakukan sejak lama termasuk di daerah lain. Di Banten kenapa harus jadi persoalan pada tahun ini," kata Ridho.
Ia mengatakan, , ada dua resiko politik yang akan ditanggung oleh Pemprov Banten dengan rendahnya serapan anggaran ini. Dua resiko politik tersebut bisa 'high risk political dan low risk political.
"Kalau masuk pada high risk political, maka DPRD bisa menggunakan hak interpelasi, hak angket atau mosi tidak percaya terhadap Pj Gubernur Banten," pungkas Ridho.
Baca juga: Perubahan sistem disebut Pemprov Banten kendala minimnya serapan anggaran
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2023