Serang (Antara News) - Buruh PT Inwoo S&B Tangerang mengadukan dugaan eksploitasi para buruh dan larangan untuk membentuk serikat pekerja di perusahaan tersebut ke Lembaga Bantuan Hukum Mathlaul Anwar di Serang, Minggu.

Salah seorang buruh bernama Mariana bahkan langsung dipecat sehari setelah ketahuan melakukan pertemuan dengan rekan buruh lainnya yang membicarakan untuk membentuk serikat pekerja di perusahaan tersebut.

"Malam kami ngobrol-ngobrol di suatu tempat membicarakan untuk membentuk serikat, besoknya langsung dipanggil dan dikeluarkan. Alasannya soal kinerja," kata Mariana saat mengadukan kasus tersebut di LBH Mathlaul Anwar di Serang.

Ia mengatakan, alasan ingin membentuk serikat buruh tersebut untuk memecahkan berbagai persoalan hak-hak buruh di perusahaan yang bergerak di produksi garmen tersebut yang tidak dipenuhi oleh perusahaan.

"Gaji kami tidak sesuai UMK, kelebihan jam kerja tidak dihitung lembur. Bahkan seharusnya pulang kerja pukul 16.30, tapi disuruh lembur kadang sampai jam 2.00 malam," kata buruh asal Bitung Kabupaten Tangerang ini.

Buruh lainnya, Anis Sumarijatun, mengatakan sudah sejak lama para buruh di perusahaan tersebut merasa tertekan dan diintimidasi jika menuntut hak-hak buruh dipenuhi seperti pengurangan jam kerja, menuntut upah sesuai UMK serta ingin mendirikan serikat pekerja di perusahaan itu.

Bahkan tidak sedikit pekerja yang dikeluarkan begitu saja jika tidak mematuhi manajemen perusahaan meskipun perintahnya itu melanggar Undang-undang ketenagakerjaan.

"Kalau ada audit kami diberikan kertas kecil disuruh menghafal dan menyampaikan kepada auditor apa-apa yang disampaikan perusahaan seperti nominal upah, lembur dan hak-hak lainnya. Padahal apa yang disampaikan itu tidak sesuai kenyataan. Intinya kami disuruh berbohong," kata Anis.

Ia mencontohkan, upah yang diterima setiap bulan sekitar Rp2,8 juta, tapi jika ada audit dari internal perusahaan ataupun Dinas Tenaga Kerja, para buruh diminta menyampaikan bahwa upah tersebut sesuai UMK yakni sekitar Rp3,5 juta.

"Kemarin kami terima THR saja hanya Rp350 ribu, tapi dalam slip gaji yang dilaporkan ke Disnaker Rp3,5 juta. Ini kan enggak benar," kata Anis, warga Solear Kabupaten Tangerang yang mengaku sudah tiga tahun bekerja di perusahaan itu.

Menurutnya, hampir semua karyawan di perusahaan itu yang jumlahnya sekitar seribu orang sering mengeluh, namun karena butuh dan takut dipecat dari perusahaan, mereka tidak berani mengungkapkan persoalan hak-hak buruh tersebut.

"Kami kalau sakit tiga hari saja, eh langsung dikeluarkan. Teman-teman buruh sebenarnya ingin mendirikan serikat pekerja untuk mengadu, tapi pada takut dipecat," kata Anis.

Direktur Eksekutif LBH Mathlaul Anwar, Dhon Elfurqon, mengatakan tindakan yang dilakukan perusahaan tersebut merupakan praktik-praktik kerja rodi karena telah mengurangi, bahkan menghilangkan hak-hak buruh seperti membentuk serikat pekerja yang sudah diatur dalam pasal 28 UU No 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja atau serikat buruh.

"Banyak hak buruh yang dilanggar seperti ada larangan berserikat, perlindungan jam kerja, perjanjian kerja tidak jelas, jaminan sosial ketenagakerjaan dan hak laiinya. Ini harus ada tindakan tegas dari dinas terkait. Bahkan jika terbukti bersalah, perusahaan itu harus dicabut izinnya," kata Dhona.

Pihaknya berjanji akan melakukan advokasi bagi para buruh dengan berkoordinasi ke serikat buruh yang bisa membantu rekan buruh lainnnya untuk memperoleh hak-hak sebagai karyawan di perusahaan yang beralamat di Jalan Serang-Tangerang Kecamatan Cikupa Tangerang itu.

Pewarta: Mulyana

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2016