Di kawasan permukiman Badui pedalaman Kabupaten Lebak, Banten, siang hari itu terlihat anak-anak kecil hingga pemuda memanggul durian untuk dibawa ke penampung di Terminal   Ciboleger.

Mereka memanggul durian dari kebun dengan berjalan kaki melintasi marga setapak hingga menembus hutan belukar, yang di kiri kanannya terdapat tebing curam dan terjal, di kawasan Gunung Kendeng.

Baca juga: Wisatawan padati kawasan adat Badui

Perjalanan pada hari Minggu (14/5) itu memang cukup melelahkan para buruh panggul karena mereka menempuh jarak 2-10 kilometer untuk tiba di Terminal Ciboleger.

Namun, aktivitas para buruh panggul di kawasan permukiman Badui seperti itu menjadi hal biasa ketika tiba musim panen durian.

Buah durian itu dikumpulkan di Terminal Ciboleger karena sudah dibeli oleh tengkulak dengan sistem borongan di atas pohon.

Para tengkulak itu memasok durian ke berbagai daerah sesuai permintaan pelanggan, yang juga pedagang pengecer di Rangkasbitung, Pandeglang, Serang, Tangerang, Bogor, Jakarta, hingga Indramayu.

Meski harus melewati perjalanan panjang,    pada musim durian itu justru menjadikan berkah bagi masyarakat Badui, mulai dari petani, pemetik buah, tengkulak, pengecer, buruh panggul, hingga sopir. 

Panen durian juga bisa menyerap tenaga kerja hingga ribuan warga Kabupaten Lebak, yang berprofesi sebagai tengkulak dan pedagang musiman. Selama musim durian, mereka memadati sejumlah ruas di Jalan Rangkasbitung Kabupaten Lebak.


Miliaran rupiah

Perputaran uang pada musim panen durian selama 3 bulan, terhitung awal Mei sampai Juli 2023, diperkirakan mencapai miliaran rupiah.

Puluhan ribu durian setiap hari dipasok keluar daerah dengan harga bervariasi antara Rp25 ribu sampai Rp80 ribu/buah.

Selain memasok buah durian keluar daerah, banyak warga Badui yang menjual durian di rumah -rumah mereka sambil menunggu kunjungan wisatawan.

"Kami yakin dari panen durian itu pendapatan masyarakat Badui meningkat," kata Asep, 45, penampung durian di permukiman Badui Desa Kanekes Kabupaten Lebak.

Masyarakat Badui bersyukur jika musim durian tiba karena bisa diandalkan sebagai pendapatan keluarga.

Saat ini, panen durian masih berlangsung dan petani sedang menikmati panen durian yang selama ini menjadi tumpuan ekonomi masyarakat adat.

Hampir semua rumah warga Badui di Kampung Kadu Ketug dan Ciboleger-- sebagai "terminal" wisatawan yang hendak menuju kawasan permukiman Badui--, dipadati pedagang durian.

Para pedagang durian juga banyak tampak di sepanjang Jalan Rangkasbitung menuju wisata budaya adat Badui itu.

"Kami sampai kewalahan melayani permintaan durian, terutama pada akhir pekan, karena banyak wisatawan yang makan durian di sini," katanya.

Kubil, 45 tahun, warga Badui, mengaku rumahnya kini menampung durian dari petani untuk dijual kepada wisatawan yang datang ke permukiman Badui.

Tumpukan buah durian disimpan di bale-bale rumah warga Badui sambil mereka berjualan aneka kerajinan kain tenun tradisional, kain pengikat kepala (lomar), baju kampret, tas koja, dan cendera mata.

Pada hari Minggu (14/5) saja, mereka meraup keuntungan dari berjualan durian sampai Rp2 juta karena banyak wisatawan yang membeli buah tersebut. Pada hari-hari biasa untung Rp500 ribu/hari.

"Setiap musim durian tiba memang bisa membantu ekonomi keluarga," kata Kubil.

Begitu juga Nadi, 35 tahun, pedagang pengecer durian yang juga warga Badui, mengaku sudah  satu pekan terakhir ini berjualan durian di Alun-Alun Rangkasbitung. Ia bisa meraup keuntungan sekitar Rp500 ribu per hari.

Durian yang dijual itu dipasok oleh penampung dan ia bisa menjual sebanyak 500 buah.

Buah durian Badui memiliki cita rasa khas yang menjadi keunggulannya, seperti rasanya manis, berwarna kuning, beraroma wangi, dan daging  buahnya tebal.


Ekonomi petani

Pulung, 60 tahun, petani Badui mengaku lega bahwa pada panen durian awal Mei 2023 itu cukup baik dibandingkan 2 tahun lalu. Kala itu pohon durian miliknya tidak berbuah.

Biasanya, panen durian di kawasan permukiman Badui itu pada Oktober sampai Januari. Namun, pada tahun ini sudah bisa panen durian, yang membawa berkah bagi keluarga Badui.

"Panen durian pada Mei 2023 ditampung oleh  pengepul atau tengkulak, dengan harga Rp35 juta untuk 10 pohon itu," kata Pulung.

Dari 10 pohon tersebut, lima pohon dibeli oleh tengkulak seharga Rp15 juta dan lima pohon lainnya Rp20 juta.

Para pengepul itu mengijon durian tergantung banyaknya buah karena mereka membeli dengan sistem borongan satu pohon.

Sarmudi, 50 tahun, petani Badui mengaku pohon durian miliknya sebanyak 120 pohon dibeli tengkulak Rp60 juta dengan rata-rata Rp3 juta/pohon. Buah di setiap pohonnya memang  cukup banyak.

Tetua adat Badui yang juga Kepala Desa Kanekes Kabupaten Lebak Jaro Saija mengatakan jika panen durian tiba, pendapatan petani dan masyarakat Badui pasti meningkat.

Sebab, hampir semua warga adat Badui  memiliki pohon durian karena tanaman ini memang dirawat dan dilestarikan.

"Kami melarang warga menebang pohon karena bisa menimbulkan kerusakan," katanya.

Karena begitu banyak pohon durian di kawasan tersebut maka banyak pula wisatawan maupun pedagang pengecer dari luar daerah datang ke sini membeli durian.

"Kami mendorong petani terus meningkatkan populasi tanaman durian karena buahnya bisa menambah pendapatan keluarga," katanya.

Ketua Kelompok Tani Desa Sangkanwangi, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Hendi Suhendi mengatakan pihaknya mengharapkan Pemerintah Kabupaten Lebak membangun pasar durian guna memutus mata rantai perdaganan durian.

Sebagian besar petani durian di sini merasa kesulitan memasarkan produksi durian sendiri.

Kehadiran pasar durian dinilai menguntungkan petani dan warga Badui. Petani bisa menjual langsung ke konsumen tanpa melalui tengkulak.

Selama ini, kebanyakan petani menjual buah durian ke tengkulak, bahkan mereka membeli langsung di atas pohon alias ijon.

Di wilayah Badui itu selama ini sebagai sentra penghasil durian terbesar di Kabupaten Lebak.

Mereka mengembangkan tanaman lokal hingga durian unggul, seperti jenis durian matahari, otong, dan hepi.

Ketika musim panen durian, komoditas ini diangkut truk ke luar daerah oleh penampung tengkulak. Penjualan durian kepada tengkulak di daerah itu memang sudah turun-temurun.

"Kalau ada pasar buah durian, itu lebih menguntungkan petani," katanya.

Hendi mengatakan ia mengembangkan durian unggul lokal Varietas Sangkan I dan II juga jenis otong, hepi, dan matahari. Durian unggul ini memiliki nilai jual tinggi.

Saat ini, hampir semua petani di daerah itu menanam durian itu di lahan miliknya karena nilai ekonominya yang tinggi.

Kelebihan durian lokal tersebut tanpa biji dengan buah tebal, rasanya manis, dan beraroma wangi.

"Kami yakin prospek durian lokal itu cerah dan bakal menguntungkan petani sekaligus dapat mengurangi durian impor," katanya.

Abdul, 45 tahun, wisatawan dari Kota Bogor mengaku bahwa durian Badui memiliki kualitas dan setara dengan Badui Rancamaya Bogor  sehingga dirinya bersama keluarga membeli durian langsung ke permukiman Badui karena harganya lebih murah.

Mengonsumsi durian dengan mendatangi permukiman masyarakat Badui juga membawa kenikmatan sendiri.

Karena rasanya yang khas dan harga yang relatif murah, Abdul sampai menghabiskan Rp2,5 juta untuk memborong buah ini.

Siti Samsiah, warga Rangkasbitung, juga menghabiskan Rp800 ribu untuk membeli durian dari pengecer di kawasan Badui.

Rohim, 60 tahun,  pengecer durian di Jalan Gang Kibun Rangkasbitung, mengaku selama musim durian ia bisa mempekerjakan hingga 25 orang. Setiap pekerja digaji Rp120 ribu/hari.

"Hari ini ini saja kami menerima kiriman durian badui sebanyak dua mobil pikap senilai Rp120 juta," katanya.


Kembangkan durian

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Lebak Rahmat mengatakan pemerintah daerah mendorong petani Badui terus mengembangkan perluasan tanaman durian karena dapat mendongkrak ekonomi masyarakat setempat.

Pemilik kebun durian, pemetik buah, buruh panggul, pengemudi, hingga pedagang pengecer mendapatkan rezeki selama musim durian.

Petani Badui saat ini memasok buah durian ke sejumlah pedagang pengecer di Rangkasbitung dan sekitarnya, DKI Jakarta, serta Jawa Barat.

Keunggulan durian Badui disebut Rahmat memiliki kualitas tidak kalah dari durian montong atau hepe.

Satu pohon durian bisa menghasilkan antara 500 sampai 800 durian.

Pemerintah daerah mengembangkan durian di Kecamatan Leuwidamar,  Gunungkencana, Sobang, Muncang, Cirinten, Bojongmanik, Cimarga, dan Cibeber.

"Kami optimistis ke depan buah durian Lebak bisa menembus pasar ekspor," kata Rahmat.



Editor: Achmad Zaenal M


Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Musim durian yang membawa berkah warga Badui

Pewarta: Mansyur suryana

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2023