Jaksa Agung ST Burhanuddin merotasi puluhan pejabat Eselon II di lingkungan Kejaksaan RI. Termasuk diantaranya Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Banten, Leonard Eben Ezer dimutasi menjadi Kajati Sulawesi Selatan di Makasar. 

Nantinya, Leonard akan menggantikan Raden Febrytriyanto yang dipromosikan menjadi Sekretaris Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung di Jakarta. Posisi yang ditinggalkan Leonard Eben Ezer, kini dijabat oleh Dr Didik Farkhan Alisyahdi. Dimana, Dr Didik Farkhan Alisyahdi sebelumnya menjabat sebagai Kepala Pusat Data Statistik Kriminal dan Teknologi Informasi pada Jambin Kejagung.

Sebelum mengawali karir sebagai seorang Jaksa, Didik sempat menjalani profesi sebagai wartawan harian surat kabar memorandum ternama di Bojonegoro Jawa Timur. Didik Farkhan Alisyahdi Lahir di Bojonegoro 18 Oktober 1971,

Didik salah satu lulusan di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang tahun 1993, dia bekerja sebagai koresponden harian Memorandum di Bojonegoro. Baru dua bulan menjadi wartawan. Dia mendengar ada lowongan di Kejaksaan dan mendaftar disana, karena kata Didik, Ayah beliau sangat antusias menginginkan anaknya menjadi Jaksa. 

"Akhirnya saya mendaftar ke Kejaksaan Agung. Ikut tes selama 7 tahap, selama 8 bulan. Saat ikut tes saya tetap aktif kirim berita. Masih nyambi bekerja. Ternyata dari ribuan pelamar hanya diambil 150 calon jaksa, saya lulus. Sejak tahun 1994 saya gabung di Kejaksaan," kata Didik, Minggu (29/1)

"Sejak mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, 1990, saya sudah aktif di pers mahasiswa. Pernah menjadi Pemimpin Redaksi Majalah Kampus "Manifest". Maka begitu lulus, 1993 langsung gabung harian pagi Memorandum. Merasakan jadi wartawan di tempatkan di Bojonegoro," tambah Didik.

Menurut Didik, ada banyak kesamaan antara Jaksa dan wartawan, dimana kata Didik untuk wartawan selalu mempertanyakan pertanyaan ke narasumber. Sementara itu, kata Didik, Jaksa mencecar pertanyaa kepada tersangka atau terdakwa. Apalagi kalau jadi Jaksa di bidang intelijen, itu malah pekerjaannya 11-12 dengan wartawan. 

"Sama-sama mencari informasi untuk diolah. Sama-sama kemudian membuat laporan. Cuma kalau jaksa intel produknya laporan intel, kalau wartawan produknya berita. Bisa straight news atau feature. Sebenarnya sama-sama menjadi penulis. Karena 90% pekerjaan jaksa juga menulis. Mulai membuat surat dakwaan, surat tuntutan itu juga sebuah karya tulisan," tutur Didik menjelaskan.

Didik menjelaskan, untuk perkembangan pers saat ini tantang yang dihadapi super berat seperti lahirnya media sosial atau medsos. Setiap orang sekarang bisa jadi reporter. Ada kejadian apa saja di sekitarnya setiap orang bisa jadi "wartawan" dadakan. Bisa merekam, mencatat, menuliskan dan menanyangkan langsung dalam medsosnya. Ada Youtube, IG, FB, Twitter, atau WA siap menampung. Paling berat itu saat ini itu media cetak. Sudah ongkos cetaknya besar, beritanya dianggap selalu "ketinggalan" dengan online.

Sesibuk apapun, saya kangen menulis. Saya perlu media untuk menampung tulisan saya itu. Akhirnya saya buat website untuk tempat "penampungan" tulisan-tulisan saya. Karena tidak mungkin menulis tentang orang lain, akhirnya menulis tentang pengalaman sendiri. Jadi saya sempatkan menulis disela-sela kesibukan Kantor," tutur Didik.

Lebih lanjut, kata Didik pada saat perjalanan pulang-pergi dari kantor, pihaknya selalu menyempatkan diri untuk menulis. Uniknya, kata Didik, dia terbiasa menulis dari handphone bukan dari laptop. 

"Jadi bisa di mana pun, kapanpun saya menulis. Termasuk saat saya terbang di pesawat, daripada bengong pasti saya isi dengan menulis dari HP," ucap Didik

Dikatakan Didik, dia kerap berbagi pengalaman agar pribadinya di website yang dikelolanya. Untuk isi kontenya, kata Didik, 90 peresen seputar kegiatan atau pengalaman dia sendiri sebagai aparat penegak hukum. Contohnya kata Didik, tentang tulisan orang gila membunuh, haruskah dia dihukum? Pengalaman yang Didik tangani kasus seperti itu dia posting dan share. Siapa tahu ada jaksa lain kesulitan menghadapi kasus seperti itu. Dia bisa bersikap seperti apa yang Didik tulis.

"Ada satu tulisan saya yang sempat viral dan lebih baca 30.000 orang. Tentang Pembunuhan kopi Sianida "Mirna" dengan terdakwa Jesica. Saya punya pengalaman menangani pembunuhan Munir. Sama-sama diracun. Gimana cara membuktikan di Pengadilan saya uraikan. Itu bisa menginspirasi. Intinya saya itu senang menulis, lalu kalau tulisan itu hanya saya baca sendiri kan tidak ada manfaatnya. Maka dengan saya share ke publik harapannya semoga tulisan-tulisan saya itu ada manfaat," tutup Didik.

Pewarta: Moh. Jumri

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2023