Jakarta (Antara News) - PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) terus mendorong pengurus bank perkreditan rakyat (BPR) memodernisasi layanan melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

"Peran TIK dalam memperkuat pengembangan perbankan kini menjadi keniscayaan. Namun perlu dibuat aturan tentang penggunaan 'platform core banking' standar BPR nasional," kata Direktur Enterprise & Business Service Telkom Muhammad Awaluddin di sela seminar Mordenisasi Industri BPR/BPRS dalam Memperluas Akses Keuangan dan Pelayanan Kepada Masyarakat di Jakarta, Jumat.

Menurut Awaluddin, dalam dua tahun terakhir Telkom sudah menyediakan program aplikasi yang disebut BPR-SATU (Sarana Transaksi Keuangan Anda), dimana BPR tinggal menerapkan tanpa melakukan investasi. Telkom menyiapkan semua fasilitas mulai dari managed services, connectivity, data center hingga penyediaan cloud.

Bisnis model BPR SATU ditawarkan dalam tiga paket yaitu "transactional package" dimana BPR dikenakan Rp1.000 per transaksi, selanjutnya "monthly package" dimana BPR membayar fee sebesar Rp3juta-Rp4 juta per bulan, dan "dinamic package" yang disesuaikan dengan kesepakatan antara BPR dan Telkom.

Namun kenyataannya diutarakan Awaluddin, dari 1.640 BPR saat ini, baru sekitar 70 BPR yang telah memanfaatkan program tersebut untuk sekitar 700 kantor cabang di seluruh Indonesia.

Ia menjelaskan setidaknya terdapat tiga hal yang menjadi kendala dalam pengembangan BPR, yaitu sebarannya masih didominasi di Pulau Jawa yang mencapai 70 persen dari total sekitar 1.640 BPR nasoinal.

Kedua, pemahaman yang berbeda antar BPR, terkait penggunaan sistem TIK terutama soal biaya karena ada jenjang dari sisi aset. Ketiga terkait kompetensi pemahaman yang membutuhkan edukasi secara berkesinambungan.

"Telkom sesuai dengan kompetensinya, berkepentingan membantu BPR agar memiliki sistem yang akhirnya bisa diintegrasikan secara nasional," ujar Awaluddin.

Untuk itu tambahnya, perlu upaya bersama antara komunitas BPR yaitu Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuat semacam peraturan yang mensyaratkan BPR harus memiliki "platform core banking" yang seragam di seluruh Tanah Air.

"Core banking platform' yang seragam bisa membuat pengelolaan BPR lebih transparan, efisien dan lebih cepat dalam membuat laporan-laporan kepada otoritas perbankan," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Umum Perbarindo Joko Suyanto mengatakan pada dasarnya BPR yang tersebar di seluruh Indonesia dari Aceh sampai Papua sudah memiliki sistem masing-masing.

"Pasti sudah menerapkan sistem teknologi. Namun persoalannya teknologi informasi yang standar belum 'comply' terhadap perkembangan pelayanan perbankan berbasis teknologi," ujar Joko.

Untuk itu tambahnya, Perbarindo sedang duduk bersama dengan OJK melakukan inisiasi penguatan kelembagaan BPR bukan hanya dari sisi permodalan, SDM, tetapi juga soal pengembangan teknologi.

"Perlu deregulasi atau ketentuan baru untuk penguatan BPR yang dikaitkan dengan tema pelayanan digitalisasi perbankan dalam inkslusi keuangan. Diharapkan Rancangan Peraturan OJK segera rampung, sehingga bisa diterapkan mulai awal Januari 2016," ujar Joko.

Pewarta: Roy Sinaga

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2015