Serang (AntaraBanten) - Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi seperti media sosial rentan dimanfaatkan untuk aksi terorisme, sehingga masyarakat terutama kalangan generasi muda agar mewaspadai penggunaan media sosial tersebut.


"Media sosial bisa dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk melakukan perekrutan anggota seperti dilakukan ISIS di sejumlah negara. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dalam menggunakan teknologi informasi dan komunikasi termasuk media sosial,"kata akademisi Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Wangsajaya Muhamamad Toha di dalam Diskusi Publik 'Pengaruh Teknologi Informasi Terhadap Ancaman Terorisme" di Serang, Kamis.

Toha mengatakan, dalam berbagai pemberitaan beberapa hari lalu seperti yang terjadi di Inggris, tiga orang siswi sekolah menengah di Inggris berusia 15 dan 16 tahun yang terpengaruh oleh pesan-pesan ISIS melalui media sosial. Sehingga tiga remaja tersebut berangkat ke wilayah ISIS dengan transit di Turki.

Selain itu, kata Toha, di beberapa negara lain seperti di India ada juga aksi terorisme yang memanfaatkan perkembangan teknologi informasi yakni melalui 'Google Earth'.  Para teroris yang melakukan serangan di wilayah Mumbai, India menggunakan Google Earth untuk mempelajari keadaan wilayah target penyerangan.

"Dari hasil pemeriksaan seorang tersangka yang tertangkap, polisi juga menyimpulkan para teroris sangat ahli menggunakan teknologi seperti telepon satelit dan global positioning system (GPS)," katanya.

Menurut dia, setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Namun demikian, tidak semua dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi tersebut, dimanfaatkan untuk kesejahteraan, kemudahan dan kebaikan bersama karena banyak juga yang dimanfaatkan untuk kejahatan termasuk aksi terorisme.

"Tekonologi informasi itu  tergantung bagaimana kita memanfaatkan dan menggunakannya. Kalau dimanfaatkan demi kebaikan, pasti akan memberikan kemaslahatan bagi umat manusia, namun jika digunakan untuk kejahatan akan memberikan kemadharatan," kata Toha.

Sementara itu Praktisi Media dan Teknologi Informasi Aat Surya Syafa'at mengatakan, dahsyatnya peran media dalam membentuk persepsi dunia, tidak terkecuali pandangan dunia tentang Indonesia serta soal terorisme yang berkembang akhir-akhir ini. Berita media adalah 'second hand reality', karena pers memiliki kebijakan redaksi sendiri, kepentingan sendiri, bahkan ideologi sendiri.

"Teroris juga perlu media sebagai oksigen publikasi," kata Aat yang juga wartwan senior Antara.

Menurutnya, teknologi informasi dan komunikasi bagaikan dua mata pisau yang tajam, bisa digunakan untuk membunuh atau memotong sesuatu barang yang bermanfaat. Sehingga teknologi informasi dan komunikasi juga bisa digunakan untuk kepentingan-kepentingan kelompok tertentu seperti terorisme yang memanfaatkan jaringan internet dan media sosial dalam merekrut anggotanya.

"Jika ingin menguasai dunia maka harus menguasai bahasa yang dipakai dalam perhelatan dunia serta harus mampu menguasai teknologi informasi," kata Aat dalam diskusi yang dihadiri ratusan santri, pelajar dan mahasiswa di Serang.

Ia menyarankan para santri pelajar dan mahasiswa untuk memahami perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, supaya bisa membedakan mana yang memberikan kemanfaatan bagi kehidupan serta menghindari kemadharatan seperti yang dimanfaatkan untuk melakukan aksi terorisme.

Narasumber lainnya dari Forum Kordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Banten Amas Tajudin mengatakan, penggunaan Teknologi Informasi (TI) jika melihat dalam hukum agama penggunaanya sesuatu yang 'mubah'. Sehingga dalam pemanfaatannya tergantung orang yang menggunakannya bisa untuk kebaikan atau kemanfaatan atau untuk kejahatan.

"Sekarang ini semua tersedia dalam internet, mau membunuh, membuat senjata, merakit bom dan sebagainya tinggal mengunduh. Sehingga harus dikembalikan kepada penggunanya untuk kebaikan atau kejahatan termasuk aksi terorisme," kata Amas.

Ia mengatakan, upaya untuk melakukan pencegahan terhadap aksi terorisme yakni membangun sinergitas seluruh elemen masyarakat, untuk bersama-sama mencegah paham radikal-terorisme. Kemudian melaksanakan penguatan kapasitas melalui pemberdayaan rumah ibadah, lembaga keagamaan, sekolah, kampus dengan pendekatan edukasi, ekonomi dan sosial budidaya.

"Paling utama untuk menghindari paham radikal dan terorisme adalah pemahaman agama yang utuh serta tidak memaknai jihad secara dangkal dan sempit," kata Amas. 

Pewarta:

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2015