Pengesahan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) membawa angin segar, bukan hanya untuk korban pelecehan itu sendiri, melainkan juga untuk menciptakan rasa aman dalam lingkungan kerja perempuan di Indonesia.

Diketahui, angka kekerasan seksual di Indonesia mengalami tren peningkatan di masa pandemi COVID-19. Kekerasan ini lebih banyak dialami para perempuan dan anak-anak, dimana berdasarkan data dari Kementerian PPPA, kasus kekerasan telah bertambah sebanyak 31 juta kasus pada 6 bulan pertama pandemi dan semakin bertambah sampai pada angka 15 juta kasus per tiap 3 bulan selanjutnya.

"Kami tahu, pengesahan Undang-undang TPKS ini memakan waktu yang panjang. Sejak 2012 Komnas Perempuan telah menggagas RUU PKS. Baru 2016 draft RUU P-KS diserahkan kepada pimpinan DPR. Apresiasi kepada DPR dan Pemerintah serta para sahabat perempuan dan anak, dengan pengesahan ini masa depan anak dan perempuan di Indonesia semoga akan lebih aman terlindungi karena adanya implementasi pencegahan dan penanganan, serta pemulihan korban kekerasan seksual dengan disahkannya UU TPKS," kata Rina Prihatiningsih, aktifis perempuan yang juga Co-Chair G20 Empower, dalam keterangan resmimya Rabu (13/4/2022).

Dengan begitu, lanjutnya, diharapkan kedepannya dapat mendorong anak dan perempuan mengembangkan potensi dirinya untuk berdaya dan maju dengan rasa aman tanpa was-was dalam mendukung ketahanan bangsa dan negara.

Sebab, lahirnya Undang-undang TPKS merupakan salah satu dukungan aksi mendorong terciptanya lingkungan kerja yang aman dari kekerasan seksual bagi perempuan.

Hal ini juga merupakan salah satu isu prioritas dari Group of 20 (G20) Empower, dalam hal  menciptakan dan membangun aksi proaktif sektor swasta dan publik dalam memastikan lingkungan kerja yang aman bagi perempuan untuk terus maju mengembangkan potensi diri. 

"Karena itu, saya sebagai Co-Chair G20 EMPOWER Indonesia dan Wakil Ketua Umum DPP IWAPI Bidang Litbang dan Ketenagakerjaan, menyambut dengan sukacita  dan sangat apresiasi atas kerja keras semua pihak dengan lahirnya UUTPKS ini," katanya.

Sebab kenyataannya di Indonesia, lanjut Rina, partisipasi angkatan kerja perempuan masih rendah dan masih banyak yang bekerja di sektor informal. Lahirnya UUTPKS menjadi harapan bisa mendorong terciptanya lingkungan kerja yang aman dari kekerasan seksual. Maka ketika lingkungan kerja aman bagi perempuan, konstruksi sosial dan budaya mendukung, diharapkan partisipasi angkatan kerja perempuan meningkat.

Meski begitu, Rina juga menyayangkan adanya penghapusan dua poin yakni pemerkosaan dan aborsi dalam undang-undang tersebut. DPR RI dan Pemerintah diminta memiliki solusi dari penghapusan poin yang dianggap sangat penting tersebut.

"Sangat disayangkan penghapusan 2 poin pemerkosaan dan aborsi yang merupakan roh dari UU ini. Saya harap Pemerintah bisa memberikan solusi yang tepat guna juga dalam penerapannya. Untuk itu kita harus terus kawal UU TPKS ini agar UU ini tidak mandul," katanya.

Pewarta: Achmad Irfan

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2022