Ketua DPRD Kabupaten Lebak Muhammad Agil Zulfikar meminta masyarakat pesisir Selat Sunda bagian selatan Banten dapat memperkuat mitigasi bencana tsunami guna mengurangi risiko kebencanaan.
"Kami memfokuskan mitigasi bencana tsunami agar tidak banyak menimbulkan korban jiwa jika terjadi bencana alam itu," kata Muhammad Agil Zulfikar di Lebak, Jumat.
Baca juga: BPBD Kabupaten Lebak hentikan status tanggap darurat gempa
Berdasarkan kajian BMKG pesisir Selat Sunda bagian selatan Banten berpotensi gempa megathrust dengan kekuatan 8,7 menimbulkan gelombang tsunami hingga ketinggian 20 meter.
Potensi gempa dan tsunami itu, kata dia, perlu diperkuat untuk pengurangan risiko kebencanaan sehingga tidak banyak korban jiwa maupun kerusakan fasilitas umum.
Oleh karena itu, DPRD bersama pemerintah daerah tahun ini akan membahas Peraturan Daerah (Perda) tentang Penanganan Pengurangan Risiko Kebencanaan.
"Kami melihat perda itu sangat penting untuk pengurangan risiko kebencanaan, " kata politisi Partai Gerindra Lebak.
Menurut dia, masyarakat pesisir Selat Sunda bagian selatan Banten tentu harus dibangun SDM mitigasi bencana agar pengetahuan mereka mampu menyelamatkan diri dengan melintasi jalur-jalur evakuasi hingga ke tempat perlindungan berkumpulnya warga di titik aman.
"Masyarakat tidak panik jika menghadapi bencana tsunami karena mereka memiliki SDM mitigasi bencana," katanya.
Ia menyebutkan perairan Selat Sunda bagian selatan Banten meliputi Kecamatan Wanasalam, Malingping, Cihara, Panggarangan, Bayah, dan Cilograng merupakan wilayah sangat berpotensi bencana tsunami.
Bila perda itu disahkan, menurut dia, perlu dioptimalkan sosialisasi mitigasi bencana kepada masyarakat pesisir.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak Febby Rizky Pratama mengatakan bahwa pihaknya mendukung Perda Penanganan Pengurangan Risiko Kebencanaan agar tidak banyak korban jiwa maupun kerusakan infrastruktur.
Dengan adanya perda tersebut, lanjut dia, secara maksimal harus menyampaikan kegiatan sosialisasi dan edukasi mitigasi bencana agar masyarakat memiliki SDM.
Selain itu, juga membangun gedung shelter dan jalur evakuasi, pemasangan sirene dan tempat perlindungan berkumpul warga di titik aman.
"Kami yakin melalui persiapan dan edukasi mitigasi itu dapat meminimalisasi kerugian akibat bencana alam itu," ujarnya.
Sementara itu, pemerhati lingkungan Asep Budiarto mengatakan bahwa pesisir Selat Sunda Banten bagian selatan masuk kategori zona merah gempa tektonik hingga menimbulkan tsunami sehingga pemerintah daerah harus memiliki perda untuk penguatan agar tidak banyak korban jiwa jika terjadi tsunami.
Potensi gempa tektonik dan tsunami itu, kata dia, karena adanya patahan atau sesar di Samudra Hindia dengan Benua Indo-Australia dan di bagian selatan juga Lempeng Eurasia di bagian utara dan Lempeng Pasifik di bagian timur.
"Kami minta pemerintah daerah mengoptimalkan sosialisasi mitigasi kebencanaan untuk meminimalisasi korban jiwa," ujarnya.
"Kami memfokuskan mitigasi bencana tsunami agar tidak banyak menimbulkan korban jiwa jika terjadi bencana alam itu," kata Muhammad Agil Zulfikar di Lebak, Jumat.
Baca juga: BPBD Kabupaten Lebak hentikan status tanggap darurat gempa
Berdasarkan kajian BMKG pesisir Selat Sunda bagian selatan Banten berpotensi gempa megathrust dengan kekuatan 8,7 menimbulkan gelombang tsunami hingga ketinggian 20 meter.
Potensi gempa dan tsunami itu, kata dia, perlu diperkuat untuk pengurangan risiko kebencanaan sehingga tidak banyak korban jiwa maupun kerusakan fasilitas umum.
Oleh karena itu, DPRD bersama pemerintah daerah tahun ini akan membahas Peraturan Daerah (Perda) tentang Penanganan Pengurangan Risiko Kebencanaan.
"Kami melihat perda itu sangat penting untuk pengurangan risiko kebencanaan, " kata politisi Partai Gerindra Lebak.
Menurut dia, masyarakat pesisir Selat Sunda bagian selatan Banten tentu harus dibangun SDM mitigasi bencana agar pengetahuan mereka mampu menyelamatkan diri dengan melintasi jalur-jalur evakuasi hingga ke tempat perlindungan berkumpulnya warga di titik aman.
"Masyarakat tidak panik jika menghadapi bencana tsunami karena mereka memiliki SDM mitigasi bencana," katanya.
Ia menyebutkan perairan Selat Sunda bagian selatan Banten meliputi Kecamatan Wanasalam, Malingping, Cihara, Panggarangan, Bayah, dan Cilograng merupakan wilayah sangat berpotensi bencana tsunami.
Bila perda itu disahkan, menurut dia, perlu dioptimalkan sosialisasi mitigasi bencana kepada masyarakat pesisir.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak Febby Rizky Pratama mengatakan bahwa pihaknya mendukung Perda Penanganan Pengurangan Risiko Kebencanaan agar tidak banyak korban jiwa maupun kerusakan infrastruktur.
Dengan adanya perda tersebut, lanjut dia, secara maksimal harus menyampaikan kegiatan sosialisasi dan edukasi mitigasi bencana agar masyarakat memiliki SDM.
Selain itu, juga membangun gedung shelter dan jalur evakuasi, pemasangan sirene dan tempat perlindungan berkumpul warga di titik aman.
"Kami yakin melalui persiapan dan edukasi mitigasi itu dapat meminimalisasi kerugian akibat bencana alam itu," ujarnya.
Sementara itu, pemerhati lingkungan Asep Budiarto mengatakan bahwa pesisir Selat Sunda Banten bagian selatan masuk kategori zona merah gempa tektonik hingga menimbulkan tsunami sehingga pemerintah daerah harus memiliki perda untuk penguatan agar tidak banyak korban jiwa jika terjadi tsunami.
Potensi gempa tektonik dan tsunami itu, kata dia, karena adanya patahan atau sesar di Samudra Hindia dengan Benua Indo-Australia dan di bagian selatan juga Lempeng Eurasia di bagian utara dan Lempeng Pasifik di bagian timur.
"Kami minta pemerintah daerah mengoptimalkan sosialisasi mitigasi kebencanaan untuk meminimalisasi korban jiwa," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2022