Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) meminta para buruh di daerahnya untuk mempertimbangkan banyak hal dan risikonya terkait rencana aksi mogok kerja.
"Cntohnya, jika mogok kerja berlama-lama dan jika pengusaha memindahkan usahanya ke daerah lain maka akan banyak pihak yang menerima risikonya dan angka pengangguran akan kembali bertambah," katanya usai membuka Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil di Gedung Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi Banten, di Pandeglang, Selasa.
Baca juga: Ribuan buruh Tangerang Raya gelar aksi tuntut kenaikan UMK 2022
Mereka (buruh), kata dia, juga yang akan menerima dampak negatifnya kalau para pengusaha di Banten banyak yang melakukan eksodus ke daerah lain.
Saat ini, kata Wahidin, pihaknya juga sedang terus berupaya mengatasi pengangguran. Salah satunya dengan terus berupaya mengundang investor untuk menanamkan modalnya di Banten. Hal itu dilakukan dalam rangka mengentaskan pengangguran.
“Masih banyak masyarakat yang memerlukan pekerjaan,” katanya.
Sebelumnya buruh di Banten kembali melakukan aksi unjuk rasa di KP3B memprotes kebijakan gubernur Banten atas penetapan UMK 2022 yang dinilai tidak sesuai dengan tuntutan buruh.
Gubernur Banten juga menyatakan akan tetap konsisten dengan keputusannya mengenai penetapan besaran Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2022 yang sudah ditetapkannya beberapa waktu yang lalu.
Penetapan UMK yang sudah disahkan dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor 561/Kep.282-Huk/2021 itu sudah berdasarkan hasil pembahasan antara perwakilan buruh di dewan pengupahan dengan pihak perusahaan yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
"Posisi Pemprov Banten tentu hanya sebagai fasilitator saja, karena yang menentukan besaran kenaikan itu mereka yang kemudian diperkuat dengan SK," katanya.
Besaran kenaikan upah itu, kata Wahidin, mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 36 tahun 2021. Dimana di dalam PP itu jelas disebutkan formulasi untuk besaran UMK dan UMP.
"Tentunya juga mempertimbangkan berbagai hal, seperti kondisi perekonomian daerah, inflasi dan lain-lain," kata dia
Menurut Wahidin, besaran UMK 2022 yang sudah ditetapkan merupakan angka minimal yang harus menjadi acuan para pengusaha dalam menetapkan upah.
Biasanya, buruh yang menerima upah minimal adalah mereka yang baru bekerja 0 hingga 1 tahun.
"Sementara, pekerja yang sudah lebih dari satu tahun bekerja, gajinya bisa lebih besar dari itu," katanya.
Masih terkait dengan penetapan UMK, Gubernur Banten mengaku tidak memihak atau membela kepentingan salah satu pihak, tetapi lebih karena pertimbangan komprehensif, seperti bagaimana agar investasi tetap berjalan, menciptakan kondusivitas, masyarakat mendapatkan pekerjaan, dan mendapatkan gaji atau penghasilan.
"Saya tidak mempunyai kepentingan apapun dengan pengusaha. Kepentingan saya cuma bagaimana membuat iklim investasi di Banten ini terjaga dengan baik. Karena kalau sudah baik, maka dampak positifnya tentu akan dirasakan oleh masyarakat juga," Wahidin menegaskan.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021
"Cntohnya, jika mogok kerja berlama-lama dan jika pengusaha memindahkan usahanya ke daerah lain maka akan banyak pihak yang menerima risikonya dan angka pengangguran akan kembali bertambah," katanya usai membuka Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil di Gedung Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi Banten, di Pandeglang, Selasa.
Baca juga: Ribuan buruh Tangerang Raya gelar aksi tuntut kenaikan UMK 2022
Mereka (buruh), kata dia, juga yang akan menerima dampak negatifnya kalau para pengusaha di Banten banyak yang melakukan eksodus ke daerah lain.
Saat ini, kata Wahidin, pihaknya juga sedang terus berupaya mengatasi pengangguran. Salah satunya dengan terus berupaya mengundang investor untuk menanamkan modalnya di Banten. Hal itu dilakukan dalam rangka mengentaskan pengangguran.
“Masih banyak masyarakat yang memerlukan pekerjaan,” katanya.
Sebelumnya buruh di Banten kembali melakukan aksi unjuk rasa di KP3B memprotes kebijakan gubernur Banten atas penetapan UMK 2022 yang dinilai tidak sesuai dengan tuntutan buruh.
Gubernur Banten juga menyatakan akan tetap konsisten dengan keputusannya mengenai penetapan besaran Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2022 yang sudah ditetapkannya beberapa waktu yang lalu.
Penetapan UMK yang sudah disahkan dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor 561/Kep.282-Huk/2021 itu sudah berdasarkan hasil pembahasan antara perwakilan buruh di dewan pengupahan dengan pihak perusahaan yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
"Posisi Pemprov Banten tentu hanya sebagai fasilitator saja, karena yang menentukan besaran kenaikan itu mereka yang kemudian diperkuat dengan SK," katanya.
Besaran kenaikan upah itu, kata Wahidin, mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 36 tahun 2021. Dimana di dalam PP itu jelas disebutkan formulasi untuk besaran UMK dan UMP.
"Tentunya juga mempertimbangkan berbagai hal, seperti kondisi perekonomian daerah, inflasi dan lain-lain," kata dia
Menurut Wahidin, besaran UMK 2022 yang sudah ditetapkan merupakan angka minimal yang harus menjadi acuan para pengusaha dalam menetapkan upah.
Biasanya, buruh yang menerima upah minimal adalah mereka yang baru bekerja 0 hingga 1 tahun.
"Sementara, pekerja yang sudah lebih dari satu tahun bekerja, gajinya bisa lebih besar dari itu," katanya.
Masih terkait dengan penetapan UMK, Gubernur Banten mengaku tidak memihak atau membela kepentingan salah satu pihak, tetapi lebih karena pertimbangan komprehensif, seperti bagaimana agar investasi tetap berjalan, menciptakan kondusivitas, masyarakat mendapatkan pekerjaan, dan mendapatkan gaji atau penghasilan.
"Saya tidak mempunyai kepentingan apapun dengan pengusaha. Kepentingan saya cuma bagaimana membuat iklim investasi di Banten ini terjaga dengan baik. Karena kalau sudah baik, maka dampak positifnya tentu akan dirasakan oleh masyarakat juga," Wahidin menegaskan.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021