Kekerasan seksual anak dan perempuan di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten mengalami peningkatan, dimana dari data Oktober 2021 sebanyak 45 kasus menjadi 70 kasus hingga 30 November tahun ini.
"Dari 70 kasus itu di antaranya korban kekerasan seksual dialami anak bawah usia lima tahun (balita), " kata Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Lebak Dedi Lukman Indepur di Lebak, Selasa.
Baca juga: Atas dugaan melakukan KDRT, oknum anggota DPRD Tangerang dilaporkan ke polisi
Kekerasan seksual sudah dalam kondisi darurat sehingga perlu mendapat perhatian dan empati dari berbagai elemen masyarakat.
Mereka masyarakat Kabupaten Lebak harus mengawasi dan melindungi anak-anak dan perempuan agar terhindar dari tindakan kekerasan seksual.
Saat ini, kasus kekerasan seksual di Kabupaten Lebak diibaratkan seperti fenomena " Gunung Es", karena banyak masyarakat yang tidak melaporkan kepada aparat kepolisian.
Karena itu, pihaknya berharap masyarakat dapat melaporkan jika terjadi kekerasan seksual yang dialami anak dan perempuan.
"Kami terus berupaya untuk pencegahan kasus kekerasan seksual itu dengan mengoptimalkan edukasi sosialisasi kepada masyarakat," katanya menjelaskan.
Menurut dia, kemungkinan besar kasus kekerasan seksual di Kabupaten Lebak cukup banyak, namun yang terlapor hanya baru 70 kasus.
Mereka korbannya juga tidak mengenal usia, bahkan di antaranya pelajar, anak-anak juga terdapat usia balita.
Pelaku kekerasan seksual itu kebanyakan dilakukan orang - orang terdekat, seperti orang tua tiri, paman, sepupu, kakak ipar, tetangga, ustadz dan teman permainan.
Untuk menurunkan kekerasan terhadap anak dan perempuan, kata dia, pihaknya menyosialisasikan edukasi pencegahan kekerasan seksual melalui program ramah anak di lingkungan sekolah tingkat dasar.
Selain itu juga melibatkan Lembaga Peduli Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (LPATBM).
"Kami berharap melalui sosialisasi itu dapat mencegah kasus kekerasan seksual yang dialami anak- anak," katanya.
Dedi mengatakan mereka korban kekerasan seksual anak itu dilakukan rehabilitasi dan pembinaan kejiwaan agar tidak trauma.
Pemulihan terapi itu juga melibatkan ahli psikologi agar kejiwaan mereka kembali normal.
Selain itu juga anak-anak korban kekerasan seksual yang masih usia sekolah dapat dilanjutkan pendidikannya agar tidak putus sekolah.
“Kami juga menjalin kerja sama dengan relawan P2TP2A untuk penanganan anak korban kejahatan seksual,” katanya.
Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Lebak Hj Ratu Mintarsih mengatakan kekerasan seksual yang dialami anak itu pelakunya orang terdekat korban.
Semestinya, mereka itu melindungi anak - anak, namun mereka melakukan kejahatan seksual, katanya
Perbuatan kejahatan seksual itu kebanyakan mereka terdorong dari penggunaan teknologi, yakni mudahnya mengakses situs pornografi melalui jaringan internet.
Selama ini, kasus kekerasan seksual di Tanah Air meningkat, bahkan korbannya anak-anak SD, SMP dan SMA/SMK hingga balita.
Meningkatnya kejahatan seksual itu tentu perlu segera diantisipasi agar anak-anak terlindungi dan tidak menjadi korban.
Saat ini, kata dia, anak begitu mudah mendapatkan akses pornografi melalui media sosial, baik facebook, twitter, telepon seluler, website internet,tayangan televisi dan lainya.
Selain itu juga pengaruh lingkungan sekitar juga berpengaruh terhadap terbentuknya karakter anak.
“Kami minta pelaku kejahatan seksual anak dihukum berat agar memberi efek jera bagi pelaku," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021
"Dari 70 kasus itu di antaranya korban kekerasan seksual dialami anak bawah usia lima tahun (balita), " kata Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Lebak Dedi Lukman Indepur di Lebak, Selasa.
Baca juga: Atas dugaan melakukan KDRT, oknum anggota DPRD Tangerang dilaporkan ke polisi
Kekerasan seksual sudah dalam kondisi darurat sehingga perlu mendapat perhatian dan empati dari berbagai elemen masyarakat.
Mereka masyarakat Kabupaten Lebak harus mengawasi dan melindungi anak-anak dan perempuan agar terhindar dari tindakan kekerasan seksual.
Saat ini, kasus kekerasan seksual di Kabupaten Lebak diibaratkan seperti fenomena " Gunung Es", karena banyak masyarakat yang tidak melaporkan kepada aparat kepolisian.
Karena itu, pihaknya berharap masyarakat dapat melaporkan jika terjadi kekerasan seksual yang dialami anak dan perempuan.
"Kami terus berupaya untuk pencegahan kasus kekerasan seksual itu dengan mengoptimalkan edukasi sosialisasi kepada masyarakat," katanya menjelaskan.
Menurut dia, kemungkinan besar kasus kekerasan seksual di Kabupaten Lebak cukup banyak, namun yang terlapor hanya baru 70 kasus.
Mereka korbannya juga tidak mengenal usia, bahkan di antaranya pelajar, anak-anak juga terdapat usia balita.
Pelaku kekerasan seksual itu kebanyakan dilakukan orang - orang terdekat, seperti orang tua tiri, paman, sepupu, kakak ipar, tetangga, ustadz dan teman permainan.
Untuk menurunkan kekerasan terhadap anak dan perempuan, kata dia, pihaknya menyosialisasikan edukasi pencegahan kekerasan seksual melalui program ramah anak di lingkungan sekolah tingkat dasar.
Selain itu juga melibatkan Lembaga Peduli Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (LPATBM).
"Kami berharap melalui sosialisasi itu dapat mencegah kasus kekerasan seksual yang dialami anak- anak," katanya.
Dedi mengatakan mereka korban kekerasan seksual anak itu dilakukan rehabilitasi dan pembinaan kejiwaan agar tidak trauma.
Pemulihan terapi itu juga melibatkan ahli psikologi agar kejiwaan mereka kembali normal.
Selain itu juga anak-anak korban kekerasan seksual yang masih usia sekolah dapat dilanjutkan pendidikannya agar tidak putus sekolah.
“Kami juga menjalin kerja sama dengan relawan P2TP2A untuk penanganan anak korban kejahatan seksual,” katanya.
Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Lebak Hj Ratu Mintarsih mengatakan kekerasan seksual yang dialami anak itu pelakunya orang terdekat korban.
Semestinya, mereka itu melindungi anak - anak, namun mereka melakukan kejahatan seksual, katanya
Perbuatan kejahatan seksual itu kebanyakan mereka terdorong dari penggunaan teknologi, yakni mudahnya mengakses situs pornografi melalui jaringan internet.
Selama ini, kasus kekerasan seksual di Tanah Air meningkat, bahkan korbannya anak-anak SD, SMP dan SMA/SMK hingga balita.
Meningkatnya kejahatan seksual itu tentu perlu segera diantisipasi agar anak-anak terlindungi dan tidak menjadi korban.
Saat ini, kata dia, anak begitu mudah mendapatkan akses pornografi melalui media sosial, baik facebook, twitter, telepon seluler, website internet,tayangan televisi dan lainya.
Selain itu juga pengaruh lingkungan sekitar juga berpengaruh terhadap terbentuknya karakter anak.
“Kami minta pelaku kejahatan seksual anak dihukum berat agar memberi efek jera bagi pelaku," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021