Jakarta (Antara News) - International Trade Centre (ICT) menyampaikan hasil survei terhadap 1.000 perusahaan di Indonesia mengenai komitmen mereka mengurangi kebijakan non tarif sebagai upaya mendorong ekspor.

Kepala Riset dan Analis Pasar ITC Mondher Mimouni mengatakan di Jakarta, Rabu, survei ingin melihat pengaruh kebijakan non tarif dan isu lain terkait terhadap perusahaan di Indonesia dibandingkan dengan negara berkembang lainnya.

Hasilnya menunjukkan 30 persen perusahaan Indonesia merasa terbebani kebijakan non tarif, Jamaika 35 persen, Paraguay 69 persen, Sri Lanka 70 persen, dan Uruguay 56 persen.

Direktur Pengamanan Perdagntangan Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan, survei ITC memberikan manfaat bagi perusahaan di Indonesia untuk melakukan perbaikan dalam upaya mengurangi dampak non tarif.

Oke mengatakan, produk ekspor Indonesia seluruhnya sudah lolos uji laboratorium dan mendapatkan sertifikat seharusnya hal itu diterima di negara tujuan ekspor tetapi yang terjadi di beberapa negara terutama negara maju produk tersebut masih harus diuji lagi.

"Percuma saja kalau kita bangun dari awal sampai akhir kalau kemudian produk itu tidak diterima apabila tidak mendapat sertifikat yang diterbitkan di negara tujuan ekspor tersebut," ujar dia.

Seharusnya, kata Oke lagi, keberadaan badan sertifikasi nasional di Indonesia diakui di luar negeri sehingga tidak perlu lagi harus dilakukan uji laboratorium lagi yang selama ini menjadi hambatan ekspor terutama untuk produk makanan dan minuman.

Oke menunjuk produk hasil laut Indonesia yang selama ini masih mengalami kesulitan untuk masuk ke negara-negara tertentu meskipun produk tersebut telah memiliki sertifikat dari lembaga yang berwenang di Indonesia.

Kebijakan non tarif yang juga sering dipergunakan di sejumlah negara sehingga menjadi hambatan untuk ekspor adalah apakah produk tersebut sudah mendapatkan sertifikat ramah lingkungan, papar Oke.

Lebih jauh Analis Pasar dan Riset ITC Poonam Mohun mengatakan, survei yang dilakukan terhadap 1000 perusahaan itu 200 diantaranya dilakukan dalam bentuk tatap muka untuk lebih memastikan persoalan yang dihadapi.

Poonam mengatakan, sebagian besar dari perusahaan yang disurvei merupakan perusahaan skala menengah kecil hal ini sebagai bentuk kepedulian ITC yang berkedudukan di Jenewa untuk mengembangkan perusahaan-perusahaan tersebut.

ITC bagian dari Organisasi Perdagangan Dunia/ WTO tersebut menemukan 51 persen eksportir produk pertanian masih mengalami hambatan pada kebijakan non tarif, 28 persen dibidang perkayuan, dan 8 persen dibidang tekstil, kata Poonam dalam laporannya.

Dari hasil wawancara 34 persen perusahaan dilaporkan mengalami kesulitan pada kebijakan ekspor di Indonesia. Mereka menyampaikan terhambat biaya tinggi dalam prosedur ekspor.

Kemudian dilaporkan 66 persen eksportir dilaporkan terkendala regulasi di negara mitra dagang, lebih dari 55 persen membutuhkan masukan teknis seperti spesifikasi produk ekspor, beberapa dari kendala tersebut dianggap persoalan sulit seperti isu asap, kemudian 24 persen kendala disebabkan sertifikasi seperti makanan laut, kopi, cocoa, produk kayu, dan sepatu/ sandal.

 
 
 
 

Pewarta:

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2013