Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kabupaten Lebak, Provinsi Banten menyatakan labeur jahe menjadi percontohan produk usaha mikro, kecil, dan menengah bermutu di daerah setempat.

"Kami secara bertahap meningkatkan mutu dan kualitas, seperti produk labeur jahe itu," kata Kepala Bidang UMKM Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak Abdul Waseh di Lebak, Jumat (5/11).

Baca juga: Pemkab Lebak fasilitasi penguatan modal bagi nelayan

Ia menyebutkan produk labeur jahe dilengkapi dengan perizinan edar dari BPOM sesuai UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan.

Selain itu, bersertifikat halal dan memiliki izin Pangan Olahan Industri Rumah Tangga dengan jenis pangan sesuai Peraturan Badan POM Nomor 22 Tahun 2018 tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga yang diterbitkan pemerintah daerah.

Permintaan produksi labeur jahe di Kabupaten Lebak sejak setahun lebih meningkat dua kali lipat, dari sebelumnya 750 stoples menjadi 1.500 stoples.

"Meningkatnya permintaan itu, karena labeur jahe dapat membangun kekebalan komunal sehingga mampu mencegah corona," kata Syaeroji, seorang perajin labeur jahe di Desa Cibadak, Kabupaten Lebak.

Produk labeur jahe yang berbahan baku dari rempah-rempah dan jahe merah, mahkota dewa, dan gula aren banyak diminati konsumen.

Ia mengaku labeur jahe produksinya yang dirintis pada 2005 bermanfaat menyembuhkan berbagai penyakit, di antaranya rematik, asam urat, persendian, sesak napas, flu, melancarkan peredaran darah, serta membangun kekebalan komunal dari penularan COVID-19.

Selama ini, pihaknya belum menerima komplain dari konsumen terkait dengan produk UMKM itu.

Produk labeur jahe itu memiliki legalitas hukum, di antaranya memiliki sertifikat halal, perizinan edar yang dikeluarkan BPOM dan pemerintah daerah setempat. Pengemasan produk itu dalam stoples tertera keterangan izin edar BPOM, masa kedaluwarsa, dan barcode.

"Kami menjamin labeur jahe itu untuk minuman yang menyehatkan juga tanpa menggunakan pengawet," katanya.

Untuk pemasaran, pihaknya saat ini memiliki 32 agen di sejumlah kota di Tanah Air, seperti Jakarta, Tangerang, Ciledug, Palembang, Bandung, Bekasi, Lampung, Bandung, Bogor, Serang, Padang, Ambon, Cilegon, Bali, Pandeglang, dan Lampung.

Harga labeur jahe dijual kepada tingkat 32 agen Rp25 ribu per stoples.

Selain itu, pemasaran menggunakan internet melalui website Labeur Jahe (www.labeurjahe.com) sehingga pihaknya mendapat pemesanan rutin dari Belanda dan Malaysia mencapai kurang lebih 3.000 stoples jahe merah.

"Kami saat ini omzet penjualan di masa pandemi mencapai Rp60 juta dari sebelumnya Rp30 juta per bulan," katanya.

Ia mengaku peningkatan permintaan produksi labeur jahe berdampak terhadap pendapatan ekonomi petani jahe dan gula aren. Bahan baku labeur jahe sebagian besar dipasok petani Badui.

Saat ini, pihaknya menyerap tenaga kerja hingga 50 orang, antara lain pekerja produksi, pengemasan, dan pengemudi.

"Kami memproduksi labeur jahe itu untuk membantu pemerintah daerah, khususnya menciptakan lapangan pekerjaan," kata Syaeroji yang juga guru SMKN 1 Rangkasbitung itu.

Pewarta: Mansyur suryana

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021