Pandeglang, (AntaraBanten) - Sebagian orang mungkin bertanya-tanya apa hubungannya Bank Indonesia (BI) dengan usaha cabai, bukankah BI sebagai bank sentral tugasnya bagaimana mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, baik kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, juga kestabilan terhadap mata uang negara lain.
    
Sesuai misinya Bank Indonesia memang memiliki tugas mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan, namun sebagaimana perusahaan milik pemerintah dan swasta, BI ternyata juga memiliki program tanggung jawab sosial yang disebut Corporate Social Responsibility (CSR).

Melalui program itulah, Bank Indonesia menjalankan tanggungjawab sosialnya, yang ternyata tidak hanya membantu petani cabai, tetapi juga petani yang bergerak di sektor pertanian, perikanan dan perkebunan, industri kecil dan usaha kecil lainnya.

"Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang BI  N0. 23 Tahun 1999 dan telah diubah dengan undang-undang No. 3 Tahun 2004 disebutkan BI juga diminta untuk tetap memiliki kepedulian terhadap lingkungan (komunitas) sebagai wujud corporate social responsibility-nya," kata Tim Humas BI Edi Harianto pada kegiatan lokakarya wartawan ekonomi se-Provinsi Banten di Tanjung Lesung, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, beberapa hari lalu.

Edi Harianto juga menjelaskan CSR BI juga membantu di bidang pendidikan dan pelestarian lingkungan. "CSR BI merupakan tanggung jawab Bank Indonesia untuk menyesuaikan diri terhadap kebutuhan dan harapan stakeholders sehubungan dengan isu-isu etika, sosial, pendidikan dan lingkungan disamping ekonomi," ujarnya.

Dengan demikian, BI melalui program CSR berusaha untuk mengedepankan kegiatan yang bermanfaat bagi kedua belah pihak dengan tujuan selain meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat khususnya masyarakat ekonomi menengah dan kecil; membantu program Pemerintah dalam menyiapkan sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas serta mampu berkompetisi dengan SDM asing; juga meningkatkan dan memelihara ekosistem melalui kerjasama dengan segenap masyarakat

Menurut Harianto, apa yang dilakukan Kantor Perwakilan BI Banten dengan membantu petani cabai di wilayah kerjanya, merupakan pilihannya tersendiri yang mungkin disesuaikan dengan potensi yang berkembang di Banten.

"Sebenarnya tidak hanya cabai atau domba sebagaimana dikembangkan BI Banten, tetapi BI bisa juga membantu pengusaha yang bergerak di usaha tanaman lain atau produk diluar pertanian. Tergantung potensi menarik yang ingin ditumbuhkembangkan di masing-masing provinsi," kata Harianto.

Harianto menjelaskan, bantuan Bank Indonesia kepada pengusaha kecil tersebut bukanlah dalam bentuk modal usaha, tetapi bantuan peningkatan sumber daya manusianya dengan memberikan pelatihan dan pemasaran, serta bantuan peralatan-peralatan yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan usahanya.

Mengenai BI Banten yang lebih tertarik mengembangkan cabai dan domba, Deputi Kepala Perwakilan BI Banten Ilhanuddin Wahab mengatakan karena Banten salah satu wilayah produsen cabai dan penghasil domba terbesar di Indonesia.

Karena berpotensinya wilayah Banten untuk mengembangkan tanaman cabai, BI menetapkan untuk membentuk klaster cabai di Desa Sukarame, Kecamatan Cikeusal, Kabupaten Serang, seluas 15 hektare dan di Kelurahan Kadomas, Kecamatan Pandeglang, Kabupaten Pandeglang, seluas 10 hektare.

"Klaster cabai di Provinsi Banten potensial untuk dikembangkan mengingat kebutuhan konsumsi cabai di Provinsi Banten yang pada tahun 2010 sebagian besar (86,55 persen) dan DKI Jakarta 100 persen masih dipenuhi dari luar daerah," kata Ilhanuddin didampingi Manajer Pemberdayaan sektoral dan UMKM Lukman Hakim.

Disamping untuk meningkatkan kapasitas ekonomi daerah, pengembangan komoditi cabai juga terkait dengan kebijakan stabilitas harga. Hal tersebut dikarenakan fluktuasi harga cabai yang kerap kali terjadi disebabkan supply cabai yang sering tidak seimbang dengan permintaan pasar yang relatif tetap.

Ilhanuddin mengatakan Kantor Perwakilan BI Banten bekerja sama dengan dinas/instansi terkait memberikan bantuan teknis pada 2011 lebih diarahkan pada peningkatan kapasitas petani dari sisi budidaya diantaranya "training of trainers" teknologi budidaya pertanian organik untuk pendamping petani/penyuluh dan petani dan menyelenggarakan sekolah lapang GAP (Good Agricultural Practices) serta temu lapang untuk petani cabai.

Kemudian pelatihan mengenai operasional Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) kepada calon pengurus LKM, pelatihan teknis penanganan pasca panen cabai merah dan kunjungan ke industri pengolahan cabai merah dan penyusunan buku lending model budidaya cabai merah melalui pola tumpang sari dan pergiliran dengan komoditi sayuran.

Ilhanuddin juga mengatakan bahwa pada 2012 program pengembangan klaster cabai lebih diarahkan pada fasilitasi akses pemasaran cabai ke industri.

"Kegiatan fasilitas pemasaran menghubungkan petani dengan perusahaan permasok cabai ke industri, yaitu PT Mitra Tani Agro (MAU), salah satu supplier cabai Heinz ABC dan Indofood," katanya.

Ia mengatakan petani cabai di Cikeusal dan Kadomas itu telah diikat PT MAU dengan suatu perjanjian kemitraan budidaya dan pemasaran. Disamping itu dilaksanakan pula program pendampingan petani yang dilaksanakan atas kerja sama kantor perwakilan BI Banten dengan PT Pertanian Sehat Indonesia.

Program pendampingan itu meliputi survei program (identifikasi potensi dan masalah komunitas), implementasi pendampingan komunitas, dan pelatihan budidaya cabai merah, penanganan pascapanen cabai merah dan kelembagaan petani cabai merah, kata Ilhanuddin.

Pada tahun 2013, kata dia, BI Banten akan merencanakan program pelatihan manajemen keuangan usaha, penetapan target tanam 20 hektare, fasilitasi proses sertifikasi lahan dan bangunan, perbaikan infrastruktur, fasilitasi pembentukan koperasi, pelatihan kader pengurus koperasi dan pengadaan jasa pendamping kelompok tani.

     Sangat Membantu Petani

Program kluster cabai BI yang mendapat dukungan penuh dari pemerintah Provinsi Banten dalam hal ini dinas pertanian dan peternakan baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten, ternyata sangat membantu para petani setempat untuk lebih meningkatkan produksi cabainya.

Ketua Badan Usaha Milik Pertanian (BUMP) Karya Tani Encep Sudrajat mengakui sendiri bahwa sejak dapat bantuan dari Bank Indonesia, para petani yang dibinanya sebanyak 30 petani dapat menghasilkan panen lebih banyak dibandingkan sebelum mendapatkan bantuan BI.

Sebagai ketua kelompok di Karya Tani, Encep memperhatikan para petani cabai tersebut tidak hanya dari hasil produksi, tetapi sampai ke masalah pemasaran.

"Hasil panennya saya yang beli sesuai dengan harga yang berlaku, dan setelah terkumpul saya menjualnya ke Jakarta, yaitu ke Pasar Kramat Jati dan Pasar Tanah Tinggi," kata Encep yang mengaku Bank Indonesia juga membantu dalam pemasaran, mempertemukan dengan PT Mitra Tani Agro, salah satu suplier cabai Heinz ABC dan Indofood," katanya.

Kerjasama dengan Mitra Tani Agro, Encep mengaku perusahaan tersebut meminta 120 ton cabai per minggu dengan harga yang ditawarkan masih menguntungkan petani.

Cabai yang tumbuh subur di tanah yang tidak terlalu basah itu biasanya dari mulai tanam baru dapat dipanen 30 hari atau 40 hari kemudian, dan bisa dipetik secara terus menerus selama tiga bulan.

Setiap penanaman cabai dalam satu hektare, petani harus mengeluarkan uang sekitar Rp60 juta untuk biaya produksi, dan saat panen petani akan mendapat cabai antara 10-12 ton per hektare.

"10 ton saja didapat, petani sudah untung," kata Encep seraya menambahkan kondisi yang sangat ditakuti petani adalah jika cabai terkena virus kuning, karena tidak ada satupun cabai yang muncul, ketimbang terkena jamur.

Menurut Encep, cabai tidak boleh terlalu kering dan tidak boleh pula terlalu banyak air, apalagi sampai tergenang.

Anak dari pasangan (alm) Sukanta dan Royati ini mulai bergelut di usaha cabai sejak Tahun 1959, dan sampai saat ini usahanya berkembang pesat, dan dari hasil usahanya tersebut, ia kini telah memiliki lahan sendiri seluas empat hektare dan mampu membeli tiga unit kendaraan roda empat, yang digunakannya untuk kegiatan pemasaran.

Mengelola lahan seluas delapan hektare (4 hektare milik sendiri, 4 hektare disewa), suami Sutriah ini beruntung dipercaya oleh Bank Jabar Banten (BJB) sehingga ia mendapatkan kucuran dana sebesar Rp200 juta, yang digunakannya untuk kegiatan penyediaan bibit dan biaya produksi lainnya.

Encep mengakui bahwa kendala umum yang dialami petani untuk mendapatkan modal usaha dari perbankan adalah tidak mimiliki jaminan sebagai agunan, padahal itu salah satu persyaratan yang diminta pihak bank.

"Petani sebenarnya memiliki lahan, namun belum disertifikat, dan Alhamdulillah Bank Indonesia bersedia memfasilitasinya dengan Badan Pertanahan Nasional," kata Encep.

Deputi Kepala Perwakilan BI Banten Ilhanuddin Wahab mengakui bahwa pihaknya sudah menjalin kerjasama dengan BPN setempat dalam kegiatan sertifikasi, yang tujuannya untuk mempermudah petani memproses sertifikat tanahnya. ***3***     
    
      
    
    
         
   

Pewarta:

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2013