Jakarta (Antara News) - Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) Edward Pinem mengatakan kondisi baja nasional diperkirakan mulai membaik meskipun pertumbuhannya masih sangat kecil pada kuartal I 2013.

Edward yang dihubungi, Selasa, mengatakan, kondisi ini berbeda dengan sepanjang tahun 2012, ketika itu kondisi industri baja regional tertekan oleh krisis yang melanda Eropa dan China.

Krisis membuat permintaan dan pasokan baja tidak seimbang sehingga membuat harga baja jatuh.

Krisis ini, jelas Edward, juga mengakibatkan  kinerja perusahaan baja di regional, seperti Malaysia dan Thailand sangat tertekan dan mengalami kerugian, bahkan di Thailand tidak mampu berproduksi dan baru  beroperasi lagi pada tahun 2013 setelah menyelesaikan persoalan keuangannya.

Menurut Edward salah satu faktor perbaikan industri baja nasional dipengaruhi pertumbuhan ekonomi yang stabil yang akan membuat permintaan akan baja tumbuh sekitar 10 persen.

Edward mengatakan, konsumsi di Indonesia sebesar itu sebenarnya sangat rendah, seharusnya bisa lebih baik apabila dibandingkan negara tetangga.

Edward menyebutkan industri baja di Indonesia sebagian besar dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan properti dan infrastruktur, sedangkan untuk otomotif masih terbatas, sementara di negara lain seperti Thailand industri baja mereka banyak dikonsumsi oleh industri otomotif.

"Setidaknya industri baja mereka dipergunakan juga untuk jaringan industri otomotif di luar negara tersebut," ujar dia.

Sedangkan di Indonesia meskipun pertumbuhan infrastruktur demikian pesat namun karena basis pendanaannya dari pinjaman luar negeri, maka komponen baja yang dipergunakan juga berasal dari negara pemberi pinjaman hal inilah yang membuat industri baja sulit berkembang meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan mencapai 7 persen pada tahun 2013.

   
Pentingnya proteksi industri hulu

Menghadapi kondisi yang tidak menguntungkan tersebut, Pinem mendesak agar pemerintah dapat segera mengeluarkan kebijakan untuk memberikan perlindungan kepada industri baja di dalam negeri seperti yang telah dilakukan di sejumlah negara.

"Perlindungan ini sangat penting ditengah-tengah kondisi industri baja dunia yang saat ini masih mengalami tekanan sebagai dampak krisis ekonomi di Eropa dan China," kata Edward.

Edward mengatakan, pasar baja di Indonesia sangat terbuka dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam yang justru memberikan perlindungan sangat ketat terhadap industri baja di dalam negerinya.

Menurut dia, puluhan hingga ratusan importir baja yang tidak memiliki industri di dalam negeri (hanya sebagai trader) dengan mudah memasukan baja impor ke pasar Indonesia sehingga membuat harga tidak stabil.

Edward mengungkapkan, terkadang trader-trader tersebut menyebutkan dalam dokumen bahwa baja yang mereka datangkan memiliki kandungan boron sehingga justru mendapatkan keringanan bea masuk tanpa melalui proses pengujian terlebih dahulu sepertihalnya di negara lain.

"Kalau di negara lain setiap baja yang masuk apabila disebutkan dalam dokumennya mengandung komposisi kimia boron di dalamnya maka akan diambil sampelnya untuk diteliti apakah pernyataan dalam dokumen tersebut benar adanya," ujar Edward.

Menurut dia apabila ternyata tidak ditemukan unsur boron dalam kandungan baja tersebut, maka baja impor tersebut tidak boleh dibongkar di pelabuhan atau dikenakan bea masuk yang tinggi agar tidak mematikan industri baja di dalam negeri.

Edward mengatakan, perlindungan yang diberikan pemerintah kepada industri baja dalam hal ini barulah pemberian label SNI (Standar Nasional Indonesia).

Persoalannya, lanjut Edward, SNI sejauh ini belum sampai pada tahap menguji ada tidaknya kandungan boron pada baja impor, padahal peralatan untuk menguji kandungan boron dalam baja sudah ada.

Menurut dia, kalau pemerintah mengeluarkan kebijakan seluruh baja impor harus lolos uji kandungan boron, maka Bea dan Cukai dapat mengambil sikap apakah baja itu lolos ke pasar atau harus dikenakan bea masuk tinggi atau tidak boleh dibongkar.

Edward mengingatkan, izin impor baja yang terlalu longgar akan dapat mendistorsi pasar sehingga pada akhirnya memberatkan industri baja di dalam negeri apalagi ditengah-tengah kondisi yang belum membaik.

Pemerintah harus membuat kebijakan untuk melindungi industri baja dasar jika tidak ingin industri baja dasar nasional mati perlahan-lahan akibat serbuan perusahaan baja asing dan Indonesia hanya akan menjadi Negara pengimpor baja, jelas Edward.

Edward mengatakan, Thailand salah satu negara tetangga Indonesia dengan cepat merespon terkait dengan munculnya dugaan kecurangan bisnis (unfair business) dengan menetapkan bea masuk sementara dan segera melakukan penyelidikian, disusul Malaysia yang juga mulai memperketat ijin impor baja.

Pewarta:

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2013