Riset terbaru Sustainable Waste Indonesia (SWI) menyebut limbah kemasan plastik berbahan polyethylene terephthalate (PET) memiliki nilai ekonomis tinggi untuk dilakukan daur ulang.
Merujuk data kajian daur ulang plastik dan kertas dalam negeri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2021, total konsumsi plastik nasional mencapai 5,63 juta ton/tahun. Industri plastik daur ulang tanah air pun turut berkembang seiring dengan permintaan yang semakin tinggi.
"Dari seluruh jenis plastik, kemasan minuman ringan termasuk dalam jenis yang paling banyak didaur ulang yaitu botol PET sekitar 23 persen, dan gelas PP (poly propylene) sekitar 15 persen. Hal ini menunjukkan secara umum kontribusi jenis plastik ini terhadap sirkulasi ekonomi di Indonesia," kata Direktur SWI, Dini Trisyanti dalam konferensi pers virtual hasil riset SWI tentang Rantai Nilai Kemasan Daur Ulang PET, Rabu.
Seperti diketahui, ekonomi sirkular sebagai salah satu strategi untuk pengelolaan sampah plastik (plastik bekas kemasan) mampu menjaga keberlanjutan lingkungan sekaligus memberikan manfaat ekonomi dalam hal daur ulang sampah. Riset terbaru SWI mengungkapkan bahwa skema ekonomi Sirkular cukup efektif dalam proses pengelolaan plastik bekas kemasan berbahan PET.
Dari riset tersebut, diperoleh tingkat daur ulang atau recycling rate botol PET sebesar ±74%, galon PET 93%, dan gelas PP ±81%.
Direktur SWI Dini Trisyanti mengatakan studi yang dilakukan SWI ini juga menemukan kebutuhan industri terhadap material PET masih sangat tinggi karena inovasi produk berbasis PET terus berkembang.
PET berpotensi tinggi menggantikan jenis material lain sehingga produk menjadi lebih terjangkau. Kebutuhan ini dipenuhi oleh post-consumer (sampah domestik), post-industrial, import scrap, atau virgin resin. Minimnya sumber bahan baku dalam negeri akan mendorong tingginya kandungan impor.
"Jenis plastik PET berkontribusi besar dalam daur ulang, yaitu mencapai 30%-48% dari total penghasilan para pengumpul sampah. Secara ekonomi, kontribusi PET di Jabodetabek mencapai setidaknya Rp700 juta per hari (total dari rantai pengumpul) dan lebih Rp1 miliar per hari (total dari rantai agregasi). Nilai ini melibatkan kurang lebih 57.500 lapangan kerja dan 1.370 usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM),” ujar Dini.
Galon PET memiliki nilai recycling rate yang tinggi dan sangat diminati oleh pengumpul karena lebih berat dan mudah ditemukan. Selain di daur ulang, survei juga menemukan bahwa galon PET dimanfaatkan kembali secara luas oleh masyarakat untuk berbagai keperluan rumah tangga dan mendukung bisnis di tingkat UMKM.
Dari 4 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang disurvei selama periode penelitian, tidak ditemukan galon PET di timbunan (gunung) sampah karena sudah tersortir dan terkumpul oleh para pemulung. Selama periode penelitian, survei di 14 sungai juga menemukan adanya jaringan pengumpul daur ulang (lapak sungai dan bank sampah) yang fokus pada sampah kemasan minuman ringan di perairan, dengan menggunakan instrumen 'penangkap' sampah. Kualitas sampah yang telah masuk perairan ini masih dapat diterima oleh pendaur ulang dengan harga yang masih baik.
Rekomendasi
Dari riset tersebut, ada beberapa rekomendasi yang perlu diperhatikan oleh tiap pemangku kebijakan (stakeholders). Pertama, selain pemilahan sampah mulai dari rumah tangga, konektivitas sistem juga sangat penting.
Dari hal tersebut peran kebijakan dan sistem tata kelola sampah kota diperlukan agar tercipta konektivitas dengan industri daur ulang.
Kedua, diperlukan insentif ekonomi kepada rantai daur ulang; formal, semi formal, informal, untuk setiap peningkatan tonase atau kapasitas pengumpulan sampah kemasan pasca konsumsi.
Ketiga, diperlukan peningkatan kualitas livelihood informal sector, seperti sanitasi, akses kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya.
Sebagai informasi, metodologi riset ini mencakup pengumpulan data primer, studi literatur dan pengumpulan data sekunder. Periset juga telah melakukan wawancara, observasi lapangan, dan kuesioner kepada para konsumen dan pelaku daur ulang sampah. jelas Dini.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021
Merujuk data kajian daur ulang plastik dan kertas dalam negeri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2021, total konsumsi plastik nasional mencapai 5,63 juta ton/tahun. Industri plastik daur ulang tanah air pun turut berkembang seiring dengan permintaan yang semakin tinggi.
"Dari seluruh jenis plastik, kemasan minuman ringan termasuk dalam jenis yang paling banyak didaur ulang yaitu botol PET sekitar 23 persen, dan gelas PP (poly propylene) sekitar 15 persen. Hal ini menunjukkan secara umum kontribusi jenis plastik ini terhadap sirkulasi ekonomi di Indonesia," kata Direktur SWI, Dini Trisyanti dalam konferensi pers virtual hasil riset SWI tentang Rantai Nilai Kemasan Daur Ulang PET, Rabu.
Seperti diketahui, ekonomi sirkular sebagai salah satu strategi untuk pengelolaan sampah plastik (plastik bekas kemasan) mampu menjaga keberlanjutan lingkungan sekaligus memberikan manfaat ekonomi dalam hal daur ulang sampah. Riset terbaru SWI mengungkapkan bahwa skema ekonomi Sirkular cukup efektif dalam proses pengelolaan plastik bekas kemasan berbahan PET.
Dari riset tersebut, diperoleh tingkat daur ulang atau recycling rate botol PET sebesar ±74%, galon PET 93%, dan gelas PP ±81%.
Direktur SWI Dini Trisyanti mengatakan studi yang dilakukan SWI ini juga menemukan kebutuhan industri terhadap material PET masih sangat tinggi karena inovasi produk berbasis PET terus berkembang.
PET berpotensi tinggi menggantikan jenis material lain sehingga produk menjadi lebih terjangkau. Kebutuhan ini dipenuhi oleh post-consumer (sampah domestik), post-industrial, import scrap, atau virgin resin. Minimnya sumber bahan baku dalam negeri akan mendorong tingginya kandungan impor.
"Jenis plastik PET berkontribusi besar dalam daur ulang, yaitu mencapai 30%-48% dari total penghasilan para pengumpul sampah. Secara ekonomi, kontribusi PET di Jabodetabek mencapai setidaknya Rp700 juta per hari (total dari rantai pengumpul) dan lebih Rp1 miliar per hari (total dari rantai agregasi). Nilai ini melibatkan kurang lebih 57.500 lapangan kerja dan 1.370 usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM),” ujar Dini.
Galon PET memiliki nilai recycling rate yang tinggi dan sangat diminati oleh pengumpul karena lebih berat dan mudah ditemukan. Selain di daur ulang, survei juga menemukan bahwa galon PET dimanfaatkan kembali secara luas oleh masyarakat untuk berbagai keperluan rumah tangga dan mendukung bisnis di tingkat UMKM.
Dari 4 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang disurvei selama periode penelitian, tidak ditemukan galon PET di timbunan (gunung) sampah karena sudah tersortir dan terkumpul oleh para pemulung. Selama periode penelitian, survei di 14 sungai juga menemukan adanya jaringan pengumpul daur ulang (lapak sungai dan bank sampah) yang fokus pada sampah kemasan minuman ringan di perairan, dengan menggunakan instrumen 'penangkap' sampah. Kualitas sampah yang telah masuk perairan ini masih dapat diterima oleh pendaur ulang dengan harga yang masih baik.
Rekomendasi
Dari riset tersebut, ada beberapa rekomendasi yang perlu diperhatikan oleh tiap pemangku kebijakan (stakeholders). Pertama, selain pemilahan sampah mulai dari rumah tangga, konektivitas sistem juga sangat penting.
Dari hal tersebut peran kebijakan dan sistem tata kelola sampah kota diperlukan agar tercipta konektivitas dengan industri daur ulang.
Kedua, diperlukan insentif ekonomi kepada rantai daur ulang; formal, semi formal, informal, untuk setiap peningkatan tonase atau kapasitas pengumpulan sampah kemasan pasca konsumsi.
Ketiga, diperlukan peningkatan kualitas livelihood informal sector, seperti sanitasi, akses kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya.
Sebagai informasi, metodologi riset ini mencakup pengumpulan data primer, studi literatur dan pengumpulan data sekunder. Periset juga telah melakukan wawancara, observasi lapangan, dan kuesioner kepada para konsumen dan pelaku daur ulang sampah. jelas Dini.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021