Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipdeksus) Bareskrim Polri melimpahkan enam tersangka perkara dugaan investasi ilegal EDCCash beserta barang bukti ke jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung, Senin.
"Hari ini Dirtipideksus Bareskrim Polri melakukan pelimpahan tahap kedua atau penyerahan tersangka beserta barang bukti perkara tindak pidana investasi ilegal EDCCash," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan, di Jakarta.
Baca juga: Densus Polri tangkap tiga terduga teroris di Banten dan Jabar
Keenam tersangka itu terdiri atas empat laki-laki dan satu perempuan, yakni AY selaku pimpinan utama EDCCash, S adalah istri dari AY berperan sebagai Exchanger (pertukaran) EDCCash mulai Agustus 2020.
Berikutnya, JBA berperan sebagai pembuat aplikasi EDCCash dan sebagai Exchanger EDCCash mulai Agustus 2018 sampai dengan Agustus 2020.
Tersangka keempat, ED berperanan sebagai Admin EDCCash dan tenaga pendukung teknologi informasi yang mengenalkan AY, selanjutnya AWH berperanan sebagai pembuat acara peluncuran Basecamp EDCCash Nanjung Sauyunan di Bogor, pada Minggu 19 Januari 2020 silam, lalu MRS, berperanan sebagai Upline dengan member sebanyak 78 member termasuk korban.
Wakil Direktur Tipideksus Bareskrim Polri Kombes Pol Whisnu Hermawan mengatakan keenam tersangka dalam lima berkas dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung.
Para tersangka disangkakan dengan Pasal 105 dan/atau Pasal 106 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan, Pasal 28 Ayat 1 Jo Pasal 45A Ayat 1 dan Pasal 36 Jo Pasal 50 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik, tindak pidana penipuan/perbuatan curang Pasal 378 KUHP Jo penggelapan Pasal 372 KUHP.
Keenamnya juga dijerat dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU/Money Laundering) Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
"Ancaman maksimal semua tersangka di atas 15 tahun," ucap Whisnu menegaskan.
Namun, kata Whisnu, ada beberapa perkara yang masih didalami oleh penyidik terkait perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Perkara ini walau sudah P21 masih ada proses lagi, yaitu TPPU-nya. Mudah-mudahan dalam waktu dekat kami selesaikan dan menerima berkas yang di P21 kan oleh jaksa," ujarnya.
Whisnu menyebutkan, penyidik masih memburu aset para tersangka oleh karena itu terkait perkara TPPU masih dalami oleh penyidik. Oleh karena itu, pelimpahan awal untuk perkara pokok terlebih dahulu, untuk perkara TPPU akan disusul kemudian setelah semua aset didapatkan.
Kerugian akibat perkara investasi ilegal EDCCash ini ditaksir mencapai Rp22,2 triliun, dari 2.000 korban yang sudah melapor.
Penyidik, kata Whisnu, masih melacak aset-aset tersangka berupa tanah, rumah, uang, kendaraan dan rekening. Pelacakan aset berlangsung di Bali, Jawa Barat hingga Jawa Tengah.
"Jadi untuk lebih cepat perkara ini dilimpahkan perkara pokoknya, selanjutnya baru kita limpahkan terkait perkara 'money loundry'-nya, karena aset-asetnya masih cukup banyak, yang kami perlukan untuk selesaikan perkara 'money loundry'-nya," ujar Whisnu.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021
"Hari ini Dirtipideksus Bareskrim Polri melakukan pelimpahan tahap kedua atau penyerahan tersangka beserta barang bukti perkara tindak pidana investasi ilegal EDCCash," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan, di Jakarta.
Baca juga: Densus Polri tangkap tiga terduga teroris di Banten dan Jabar
Keenam tersangka itu terdiri atas empat laki-laki dan satu perempuan, yakni AY selaku pimpinan utama EDCCash, S adalah istri dari AY berperan sebagai Exchanger (pertukaran) EDCCash mulai Agustus 2020.
Berikutnya, JBA berperan sebagai pembuat aplikasi EDCCash dan sebagai Exchanger EDCCash mulai Agustus 2018 sampai dengan Agustus 2020.
Tersangka keempat, ED berperanan sebagai Admin EDCCash dan tenaga pendukung teknologi informasi yang mengenalkan AY, selanjutnya AWH berperanan sebagai pembuat acara peluncuran Basecamp EDCCash Nanjung Sauyunan di Bogor, pada Minggu 19 Januari 2020 silam, lalu MRS, berperanan sebagai Upline dengan member sebanyak 78 member termasuk korban.
Wakil Direktur Tipideksus Bareskrim Polri Kombes Pol Whisnu Hermawan mengatakan keenam tersangka dalam lima berkas dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung.
Para tersangka disangkakan dengan Pasal 105 dan/atau Pasal 106 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan, Pasal 28 Ayat 1 Jo Pasal 45A Ayat 1 dan Pasal 36 Jo Pasal 50 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik, tindak pidana penipuan/perbuatan curang Pasal 378 KUHP Jo penggelapan Pasal 372 KUHP.
Keenamnya juga dijerat dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU/Money Laundering) Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
"Ancaman maksimal semua tersangka di atas 15 tahun," ucap Whisnu menegaskan.
Namun, kata Whisnu, ada beberapa perkara yang masih didalami oleh penyidik terkait perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Perkara ini walau sudah P21 masih ada proses lagi, yaitu TPPU-nya. Mudah-mudahan dalam waktu dekat kami selesaikan dan menerima berkas yang di P21 kan oleh jaksa," ujarnya.
Whisnu menyebutkan, penyidik masih memburu aset para tersangka oleh karena itu terkait perkara TPPU masih dalami oleh penyidik. Oleh karena itu, pelimpahan awal untuk perkara pokok terlebih dahulu, untuk perkara TPPU akan disusul kemudian setelah semua aset didapatkan.
Kerugian akibat perkara investasi ilegal EDCCash ini ditaksir mencapai Rp22,2 triliun, dari 2.000 korban yang sudah melapor.
Penyidik, kata Whisnu, masih melacak aset-aset tersangka berupa tanah, rumah, uang, kendaraan dan rekening. Pelacakan aset berlangsung di Bali, Jawa Barat hingga Jawa Tengah.
"Jadi untuk lebih cepat perkara ini dilimpahkan perkara pokoknya, selanjutnya baru kita limpahkan terkait perkara 'money loundry'-nya, karena aset-asetnya masih cukup banyak, yang kami perlukan untuk selesaikan perkara 'money loundry'-nya," ujar Whisnu.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021