Greys dan Apri akan mendapatkan bonus Rp. 5 Milyar," tegas Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia,  Zainudin Amali. "tanpa dipotong pajak!" tambahnya. Saya juga pernah menerima bonus Rp. 1 juta dari medali emas double putera badminton di Pesta Olahraga Penyandang Cacat se Asia Pasific, Kobe, Jepang 1989.

Greysia Polii dan Apriyani Rahayu menyabet medali emas pertama untuk kontingen Indonesia di cabang olahraga paling populer di negeri Indonesia , yaitu bulu tangkis ganda putri Olimpiade Tokyo 2020. Mereka melibas pasangan China - Jia Yifan/Chen Qingchen, tanpa ampun dua set langsung, 21-19 dan 21-15 di Musashino Forest Sports Plaza Tokyo, Senin (02/08/2021). Mereka tercatat dalam tinta emas setelah ganda putera kita - Ricky Subagja dan Chandra Wijaya meraih medali emas Olimpiade Barcelona, 1996.

Baca juga: Saya terharu. Bangga. Hebat. Grey dan Apri

Saya termasuk peraih emas terbanyak untuk cabang badaminton di Pesta Olahraga Penyandang Cacat se Asia Pasific - Fespic Games. Pada 31 Agustus - 7 September 1986, Fespic Games IV di Solo, saya menyabet 3 medali emas untuk cabang olahraga badminton single, double, dan beregu. Saya bertanding di kelas amputee tangan. Itu perolehan medali emas terbanyak untuk kontingen Indonesia.

Saat Fespic Games IV di Solo, 1986, saya belum menjadi penulis dengan nama Gol A Gong. Saya masih jadi pemuda cacat yang gelisah memikirkan masa depan. Bonusnya Rp. 1 juta untk mendali emas dari Provinsi Jabar, bisa saya gunakan untuk bekal keliling Indonesia Oktober `1986 - Oktober 1987. Saat itu kalau saya tidur di hotel melati antara Rp. 10.000 - 25.000,- Kalau menginap di hotel sekitar stasiun, yang tengah malam sering ada suara "ah uh ah" di kamar sebelah, hanya Rp. 5000,- Makan di warteg cukup Rp. 500 - Rp.1000,-.

 
Saat meraih medali emas putra badminton PON Cacat, Solo, tahun 1985. (Foto Dokumen Pribadi)


Sepulang dari Kobe, Jepang, pada 1989, bonusnya juga Rp. 1 juta untuk medali emas. Saya sudah jadi Gol A Gong, Sewa kamar di daerah Palmerah Utara, Rp. 100.000,-/bulan. Gaji pokok saya sebagai wartawan Tabloid Warta Pramuka di Gramedia Majalah Rp. 500.000,- Setiap bulan kadang mengantongi Rp. 1 - 1,5 juta setelah mendapatkan tambahan dari dinas luar, transportasi, dan uang makan. Tahun 2021, sewa kamar di daerah Kebon Sirih Jakarta Rp. 1,5 - 2 juta/bulan, komplit dengan AC.

Para atlet penyandang cacat yang mendapatkan emas di Asian Para Games (pengganti Fespic Games) 2018 di Palembang mendapatkan bonus Rp. 1 milyar. Pemerintah Indonesia mulai menghargai atlet penyandang cacat. Media massa pun rajin memberitakannya. Itu bagus untuk masa depan mereka setelah tidak lagi jadi atlet. Banyak atlet penyandang cacat merana di hari tuanya, karena medali emas tidak dihargai sepadan.

Bagi saya, bonus untuk atlet harus besar. Apakah dia atlet normal atau cacat. Kenapa? Karena para atlet itu mempertaruhkan segalanya untu nama baik Indonesia. Mereka kadang melupakan masa kecil yang seharusnya bermain, masa remaja yang lazimnya "hura-hura". Taufik Hidayat - pebulutangkis andalan Indonesia, pernah hendak memutuskan hengkang dari Indonesia, karena khawatir dengan hari tuanya. Jangan sampai mereka terlantar setelah tidak berprestasi lagi. Bonus besar bisa mereka pergunakan untuk modal usaha di hari tua.

Saya mengambil keputusan penting saat gantung raket pada 1990. Bayangkan, 4 medali emas dan perunggu cabang olahraga badminton saya berikan kepada Indonesia di ajang olahraga penyandang cacat se-Asia Pasific, 1986 - 1990. Tapi tidak mendapatkan kejelasan dengan masa depan saya. Pemerintah RI, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan Pemerintah Daerah Serang mengabaikan itu. Perlakuannya sangat tidak adil. Sewaktu itu, prestasi atlet normal sekelas kabupaten saja langsung ditawari bekerja di BUMD, atau bank pemerintah, Prestasi saya internasional., tidak mendapatkan tawaran apa-apa. Prestasi itu dipandang sebelah mata.

Itu sebab kemudian saya memutuskan jadi penulis pada 1988. Kebiasaan membaca saya jadi solusi terbaik dan menyelamatkan hidup saya. Profesi menulis sangat tidak diskriminatif. Profesi menulis itu mengandalkan otak, bukan sekadar otot seperti halnya di olahraga. Jadi siapa saja boleh jadi penulis.
Peluncuran novel Balada Si Roy, Indonesia Book Fair, Jakarta1989. (Foto Dokumen Pribadi)


Saya bekerja keras untuk bisa menjadi "Gol A Gong". Saya berkompetisi dengan para penulis lain seperti Emji Alif, Harry Tjahyono, Eddy D. Iskandar, Mira W, Marga T, Teguh Esha, Leila S. Chudori, dan Hilman Lupus, - karya mereka sudah malang-melintang di majalah-majalah. Novel serial saya yang berjudul "Balada Si Roy" ditayangkan di Majalah HAI (1988) dan dibukukan Gramedia (1989).

Saya bekerja di Kelompok Kompas Gramedia (1989 - 1992), Indosiar (1995), RCTI (1996-2008), dan Banten TV (2008-2010). Kebiasaan berolahraga membantu saya dalam memiliki semangat menulis. Tubuh yang sehat itu sangat penting dalam menunjang profesi menulis. 34 tahun menggeluti literasi baca-tulis bukan wakitu sebentar. Membangun Rumah Dunia di Serang-Banten, jadi Ketua Umum Forum Taman Bacaan Masyarakat, Instruktur Literasi Nasional, Dewan Pembina Forum Lingkar Pena, dan kini sejak 30 April diamanahi oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia meneruskan perjuangan Najwa Shihab sebagai Duta baca Indonesia 2021-2025.

Hidup penuh kejutan. Tentu kita harus memperjuangakannya dengan kerja keras, bukan dengan cara meminta belas kasihan. Suka-duka saya sebagai atlet badminton saya tulis di buku tebaru saya: Gong Smash. Buku ini akan diluncurkan Penerbit Epigraf pada 15 Agustus 2021. Pra pesan sudah berlangsung sejak 15 Juli dan berakhir 8 Agustus. Harga iatimewa Rp. 85 ribu. Harga reguler nati Rp. 99.000,- Pemesanan lewat WhatsApp di 0895-2295-1122. Tetap Semangat - Gol A Gong - Duta Baca Indonesia 2021-2025.
Sudah 125 buku saya tulis




 

Pewarta: Gol A Gong

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021