Menes, (ANTARABanten) - Selama bulan Ramadhan seni "adu bedug" di sejumlah desa di Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, meramaikan suasana makan sahur.

Ade Supriyadi (45) tokoh masyarakat Menes, Rabu, mengaku saat ini seni budaya "adu beduk" masih dilestarikan warga untuk membangunkan makan sahur secara tepat waktu.

Biasanya, adu beduk itu dimulai pukul 02.00 WIB sampai 03.30 WIB.

Bahkan, warga Desa Cilaban Bulan, Kananga, dan Kadu Ronyok, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, memiliki group seni penabuh beduk dan sering tampil di pesta-pesta hajatan masyarakat.

Bunyi-bunyian beduk berkumandang dari kampung ke kampung, sambil membaca shalawat Nabi.

Setiap rombongan membawa antara 15 sampai 20 orang penabuh dengan berkeliling sambil memainkan alat musik tersebut.

"Jika saat berkeliling kampung bertemu dengan penabuh dari kampung lain, kami bergabung untuk menabuh beduk dan kentongan itu," katanya.

Menurut dia, tradisi seni adu beduk dilakukan hanya saat bulan puasa yang intinya membangunkan warga untuk makan sahur.

Selain itu, tradisi adu beduk selain seni juga melakukan syiar agama Islam di daerah Banten.

"Saya kira seni adu beduk di sini sudah ada sejak turun temurun dan hingga kini warga masih mempertahankanya," ujarnya.

Encep (40), seorang penabuh beduk dari Desa Cilaban Bulan, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, mengaku hingga kini warganya masih melestarikan tradisi adu baduk antar kampung itu.

Suara beduk dan kentongan itu menjadi hiburan bagi warga yang sedang menikmati makan sahur dan membangunkan mereka yang masih tidur untuk segera makan sahur.

Beduk yang terbuat dari kulit kerbau atau sapi dan kentongan dari bambu jika ditabuh menghasilkan suara dengan irama yang indah.

"Kami sangat senang jika bulan puasa menabuh beduk dan kentongan, karena suasana kampung menjadi ramai," katanya.

Pewarta:

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2011