Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengajak para pengusaha Indonesia khususnya yang tergabung di Kadin (Kamar Dagang dan Industri) untuk bisa mengisi pengembangan inovasi dan teknologi dalam rangka ketahanan pangan Indonesia.
Menteri Basuki menyampaikan bahwa ketahanan pangan dalam negeri tidak hanya untuk mengantisipasi krisis pangan pasca pandemi COVID-19, namun juga untuk mengantisipasi pertumbuhan penduduk yang perlu dicukupi kebutuhan pangannya.
Baca juga: Menteri PUPR sebut Indonesia harus terapkan pengelolaan cerdas SDA
"Selain itu dengan adanya fenomena perubahan iklim, konversi lahan pertanian ke nonpertanian, dan juga adanya bencana alam turut mempengaruhi produksi pangan kita," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.
Dengan demikian semua pihak harus berinovasi mencari jalan untuk terus meningkatkan produksi agar mencukupi kebutuhan pangan penduduk yang terus meningkat. Untuk itu dibutuhkan sinergi lintas kementerian, bahkan dibutuhkan para pengusaha yang diminta Presiden mengisi inovasi dan teknologi dalam rangka ketahanan pangan.
Menurut Basuki, salah satu inovasi teknologi yang perlu terus dikembangkan terkait ketahanan pangan adalah prasarana penyediaan air, dimana tanpa ketersediaan air maka proses tanam bisa mengalami kegagalan (puso).
“Ketersediaan air sangat rentan terhadap climate change, dimana pola musim hujan menjadi tidak menentu. Kita harus bisa menampung air pada saat hujan, karena pola hujan menjadi pendek durasinya tetapi dengan volume yang besar. Untuk itu, pemerintah sejak tahun 2015 gencar mencanangkan pembangunan bendungan semata-mata untuk ketahanan pangan,” ujarnya.
Pembangunan prasarana tampungan air seperti bendungan, bendung, dan jaringan irigasi sangat dibutuhkan khususnya untuk penyediaan air irigasi agar tepat waktu saat dibutuhkan dalam proses tanam.
“Daerah irigasi (DI) kalau airnya disuplai bendungan, maka bisa diatur dan diukur sehingga bisa meningkatkan indeks pertanaman (IP) daerah irigasi, itu yang namanya irigasi teknis. Kalau DI tadah hujan hanya bisa 1 kali tanam dalam satu tahun, maka dengan adanya bendungan bisa meningkat sampai 200 persen lebih, artinya tanamnya bisa lebih dari 2 kali dalam setahun,” kata Basuki.
Basuki mengatakan dari data Kementerian PUPR, terdapat 9,1 juta hektare (ha) total luas daerah irigasi di Indonesia. Sebanyak 7,3 juta ha terdiri dari irigasi permukaan, irigasi air tanah, dan irigasi pompa, sedangkan seluas 1,8 juta ha merupakan rawa dan tambak.
“Dari total daerah irigasi tersebut, sampai 2014 hanya 11 persen atau 761.000 ha lahan irigasi yang disuplai oleh 230 bendungan. Pada 2019, dengan selesainya 16 bendungan bertambah menjadi 871.000 ha lahan irigasi atau 12 persen. Selanjutnya dengan target 61 bendungan selesai pada 2024, bendungan tersebut akan meningkatkan suplai air ke 1,16 juta ha lahan irigasi atau 16 persen dari total lahan irigasi,” katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020
Menteri Basuki menyampaikan bahwa ketahanan pangan dalam negeri tidak hanya untuk mengantisipasi krisis pangan pasca pandemi COVID-19, namun juga untuk mengantisipasi pertumbuhan penduduk yang perlu dicukupi kebutuhan pangannya.
Baca juga: Menteri PUPR sebut Indonesia harus terapkan pengelolaan cerdas SDA
"Selain itu dengan adanya fenomena perubahan iklim, konversi lahan pertanian ke nonpertanian, dan juga adanya bencana alam turut mempengaruhi produksi pangan kita," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.
Dengan demikian semua pihak harus berinovasi mencari jalan untuk terus meningkatkan produksi agar mencukupi kebutuhan pangan penduduk yang terus meningkat. Untuk itu dibutuhkan sinergi lintas kementerian, bahkan dibutuhkan para pengusaha yang diminta Presiden mengisi inovasi dan teknologi dalam rangka ketahanan pangan.
Menurut Basuki, salah satu inovasi teknologi yang perlu terus dikembangkan terkait ketahanan pangan adalah prasarana penyediaan air, dimana tanpa ketersediaan air maka proses tanam bisa mengalami kegagalan (puso).
“Ketersediaan air sangat rentan terhadap climate change, dimana pola musim hujan menjadi tidak menentu. Kita harus bisa menampung air pada saat hujan, karena pola hujan menjadi pendek durasinya tetapi dengan volume yang besar. Untuk itu, pemerintah sejak tahun 2015 gencar mencanangkan pembangunan bendungan semata-mata untuk ketahanan pangan,” ujarnya.
Pembangunan prasarana tampungan air seperti bendungan, bendung, dan jaringan irigasi sangat dibutuhkan khususnya untuk penyediaan air irigasi agar tepat waktu saat dibutuhkan dalam proses tanam.
“Daerah irigasi (DI) kalau airnya disuplai bendungan, maka bisa diatur dan diukur sehingga bisa meningkatkan indeks pertanaman (IP) daerah irigasi, itu yang namanya irigasi teknis. Kalau DI tadah hujan hanya bisa 1 kali tanam dalam satu tahun, maka dengan adanya bendungan bisa meningkat sampai 200 persen lebih, artinya tanamnya bisa lebih dari 2 kali dalam setahun,” kata Basuki.
Basuki mengatakan dari data Kementerian PUPR, terdapat 9,1 juta hektare (ha) total luas daerah irigasi di Indonesia. Sebanyak 7,3 juta ha terdiri dari irigasi permukaan, irigasi air tanah, dan irigasi pompa, sedangkan seluas 1,8 juta ha merupakan rawa dan tambak.
“Dari total daerah irigasi tersebut, sampai 2014 hanya 11 persen atau 761.000 ha lahan irigasi yang disuplai oleh 230 bendungan. Pada 2019, dengan selesainya 16 bendungan bertambah menjadi 871.000 ha lahan irigasi atau 12 persen. Selanjutnya dengan target 61 bendungan selesai pada 2024, bendungan tersebut akan meningkatkan suplai air ke 1,16 juta ha lahan irigasi atau 16 persen dari total lahan irigasi,” katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020