Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan barang bukti dan tiga tersangka kasus suap "ketok palu" pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2017 dan 2018 ke penuntutan agar dapat segera disidangkan.
Tiga tersangka, yakni tiga mantan Anggota DPRD Jambi 2014-2019 Tadjuddin Hasan, Parlagutan Nasution, dan Cekman.
Baca juga: ICW laporkan Firli Bahuri dan Karyoto ke Dewan Pengawas KPK, dugaan pelanggaran kode etik
"Hari ini, penyidik KPK melaksanakan tahap II penyerahan tersangka dan barang bukti tersangka Tadjuddin Hasan dan kawan-kawan kepada JPU (Jaksa Penuntut Umum). Sebelumnya, berkas perkara para tersangka telah dinyatakan lengkap atau P21," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Selanjutnya, kata Ali, penahanan tiga orang tersebut menjadi kewenangan JPU selama 20 hari terhitung mulai 27 Oktober 2020 sampai dengan 15 November 2020.
"Tadjuddin Hasan di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur, Cekman di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur, dan Parlagutan Nasution di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur," kata Ali.
Ia menyatakan dalam waktu 14 hari, JPU akan segera melimpahkan berkas perkara Tadjuddin Hasan dan kawan-kawan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Persidangannya akan dilaksanakan di Pengadilan Tipikor Jambi," ucap dia.
Selain itu, selama proses penyidikan untuk tiga orang itu telah diperiksa sebanyak 79 saksi, salah satunya mantan Gubernur Jambi Zumi Zola.
Dalam kasus itu, KPK juga telah menetapkan tiga mantan pimpinan DPRD Jambi sebagai tersangka, yaitu mantan Ketua DPRD Provinsi Jambi 2014-2019 Cornelis Buston serta dua mantan Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi 2014-2019 AR Syahbandar dan Chumaidi Zaidi.
KPK juga telah melimpahkan barang bukti dan tiga tersangka tersebut ke penuntutan agar dapat segera disidangkan.
KPK total telah menetapkan tersangka sebanyak 18 orang dan dari jumlah itu, 12 diantaranya telah diproses hingga persidangan. Para pihak yang diproses tersebut terdiri dari gubernur, pimpinan DPRD, pimpinan fraksi DPRD, dan pihak swasta.
Perkara tersebut diawali dengan kegiatan tangkap tangan pada 28 November 2017. Dalam perkembangannya, KPK mengungkap praktek uang "ketok palu" tidak hanya terjadi untuk pengesahan RAPBD Tahun Anggaran 2018, namun juga terjadi sejak pengesahan RAPBD Tahun Anggaran 2017.
Diduga para unsur pimpinan DPRD Jambi diduga meminta uang "ketok palu", menagih kesiapan uang "ketok palu", melakukan pertemuan untuk membicarakan hal tersebut, meminta jatah proyek dan/atau menerima uang dalam kisaran Rp100 juta atau Rp600juta perorang.
Para unsur pimpinan fraksi dan komisi di DPRD Jambi diduga mengumpulkan anggota fraksi untuk menentukan sikap terkait dengan pengesahan RAPBD Jambi, membahas, dan menagih uang "ketok palu.
Selanjutnya, menerima uang untuk jatah fraksi sekitar dalam kisaran Rp400 juta, hingga Rp700 juta untuk setiap fraksi, dan/atau menerima uang untuk perorangan dalam kisaran Rp100juta, Rp140juta atau Rp200 juta.
Para anggota DPRD Jambi diduga mempertanyakan apakah ada uang "ketok palu", mengikuti pembahasan di fraksi masing-masing, dan/atau menerima uang dalam kisaran Rp100 juta atau Rp200 juta per orang.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020
Tiga tersangka, yakni tiga mantan Anggota DPRD Jambi 2014-2019 Tadjuddin Hasan, Parlagutan Nasution, dan Cekman.
Baca juga: ICW laporkan Firli Bahuri dan Karyoto ke Dewan Pengawas KPK, dugaan pelanggaran kode etik
"Hari ini, penyidik KPK melaksanakan tahap II penyerahan tersangka dan barang bukti tersangka Tadjuddin Hasan dan kawan-kawan kepada JPU (Jaksa Penuntut Umum). Sebelumnya, berkas perkara para tersangka telah dinyatakan lengkap atau P21," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Selanjutnya, kata Ali, penahanan tiga orang tersebut menjadi kewenangan JPU selama 20 hari terhitung mulai 27 Oktober 2020 sampai dengan 15 November 2020.
"Tadjuddin Hasan di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur, Cekman di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur, dan Parlagutan Nasution di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur," kata Ali.
Ia menyatakan dalam waktu 14 hari, JPU akan segera melimpahkan berkas perkara Tadjuddin Hasan dan kawan-kawan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Persidangannya akan dilaksanakan di Pengadilan Tipikor Jambi," ucap dia.
Selain itu, selama proses penyidikan untuk tiga orang itu telah diperiksa sebanyak 79 saksi, salah satunya mantan Gubernur Jambi Zumi Zola.
Dalam kasus itu, KPK juga telah menetapkan tiga mantan pimpinan DPRD Jambi sebagai tersangka, yaitu mantan Ketua DPRD Provinsi Jambi 2014-2019 Cornelis Buston serta dua mantan Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi 2014-2019 AR Syahbandar dan Chumaidi Zaidi.
KPK juga telah melimpahkan barang bukti dan tiga tersangka tersebut ke penuntutan agar dapat segera disidangkan.
KPK total telah menetapkan tersangka sebanyak 18 orang dan dari jumlah itu, 12 diantaranya telah diproses hingga persidangan. Para pihak yang diproses tersebut terdiri dari gubernur, pimpinan DPRD, pimpinan fraksi DPRD, dan pihak swasta.
Perkara tersebut diawali dengan kegiatan tangkap tangan pada 28 November 2017. Dalam perkembangannya, KPK mengungkap praktek uang "ketok palu" tidak hanya terjadi untuk pengesahan RAPBD Tahun Anggaran 2018, namun juga terjadi sejak pengesahan RAPBD Tahun Anggaran 2017.
Diduga para unsur pimpinan DPRD Jambi diduga meminta uang "ketok palu", menagih kesiapan uang "ketok palu", melakukan pertemuan untuk membicarakan hal tersebut, meminta jatah proyek dan/atau menerima uang dalam kisaran Rp100 juta atau Rp600juta perorang.
Para unsur pimpinan fraksi dan komisi di DPRD Jambi diduga mengumpulkan anggota fraksi untuk menentukan sikap terkait dengan pengesahan RAPBD Jambi, membahas, dan menagih uang "ketok palu.
Selanjutnya, menerima uang untuk jatah fraksi sekitar dalam kisaran Rp400 juta, hingga Rp700 juta untuk setiap fraksi, dan/atau menerima uang untuk perorangan dalam kisaran Rp100juta, Rp140juta atau Rp200 juta.
Para anggota DPRD Jambi diduga mempertanyakan apakah ada uang "ketok palu", mengikuti pembahasan di fraksi masing-masing, dan/atau menerima uang dalam kisaran Rp100 juta atau Rp200 juta per orang.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020