Komisi VII DPR RI meminta Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan bertindak tegas untuk menghentikan kegiatan penambangan batu bara ilegal karena aktivitas itu telah menimbulkan korban jiwa.
Sebanyak 11 penambang batu bara di Desa Tanjung Lalan, Kecamatan Tanjung Agung, Kabupaten Muara Enim, ditemukan tewas tertimbun longsor di lokasi galian batu bara ilegal alias tak berizin, Rabu (21/10).
Baca juga: Operasi Gakkum KLHK hentikan penambangan kapur ilegal di Klapanunggal Bogor
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Alex Noerdin di Muaraenim, Kamis, mengatakan pemerintah daerah, mulai dari Pemerintah Kabupaten Muara Enim hingga Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan seolah telah membiarkan aktivitas penambangan tanpa izin (PETI) di daerah tersebut.
“Tambang ilegal ini sudah terjadi bertahun-tahun dan secara terang-terangan, terbuka. Ada pembiaran dari pemkab, pemprov terhadap aktivitas ini padahal harus diselesaikan kalau tidak korban bakal terus berjatuhan,” katanya saat meninjau lokasi kejadian di Kabupaten Muara Enim.
Menurutnya, masalah PETI di Sumsel juga harus dibahas di tingkat pusat, sehingga dirinya pun berkomitmen untuk membawa kasus PETI batu bara itu ke Komisi VII di Senayan.
Ia menilai kegiatan PETI batu bara sudah memiliki mata rantai yang terintegrasi dari hulu hingga hilir. Oleh karena itu pembenahan tambang ilegal juga harus menyeluruh untuk memutus mata rantai bisnis tersebut.
Alex menjelaskan emas hitam ilegal yang dikeruk oleh penambang tersebut biasanya dibawa ke pelabuhan di Lampung untuk kemudian diseberangkan (diangkut) ke Jawa Barat.
“Harus benahi hulu-nya, penadah, transportasi untuk mengangkut. Kalau satu saja diputus bisa hilang (PETI) ini,” katanya.
Alex menambahkan Pemprov Sumsel juga perlu mengaktifkan kembali tim pengendali PETI yang telah terbentuk sejak 2019 lalu.
Sementara itu Plt Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumsel Yohannes Toruan mengatakan pihaknya telah berupaya menghentikan kegiatan tambang ilegal dengan dukungan Kementerian ESDM.
“Sejak April 2019 sudah ada surat dari Menteri ESDM kala itu (Ignastius Jonan) ke Kapolri untuk menertibkan tambang ilegal di Sumsel, namun memang belum ada penindakan,” kata dia.
Yohannes mengemukakan terdapat 55 titik tambang ilegal di Kabupaten Muara Enim. Selain itu PETI juga menyebar ke Kabupaten Lahat.
“Namun paling banyak di Muara Enim dan berada di wilayah IUP (izin usaha pertambangan) PTBA,” katanya.
Kepala Bidang Pertambangan Dinas ESDM Sumsel Herliansyah menambahkan, seharusnya tim Satgas PETI yang dibentuk melalui SK gubernur Sumsel sudah melakukan eksekusi di lapangan pada tahun ini.
“Tim satgas itu sudah berkoordinasi dan melakukan inventarisasi. Rencananya kalau tidak ada pandemi COVID-19, tim akan ke lapangan. Sudah ada beberapa surat gubernur ke bupati yang menyampaikan bahwa akan ada penindakan hukum untuk PETI,” ujar dia.
Sesuai regulasi, yakni dalam UU Nomor 3 tahun 2020 tentang pertambangan mineral dan batu bara, mereka yang melakukan kegiatan PETI dapat diancam pidana selama 5 tahun penjara.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020
Sebanyak 11 penambang batu bara di Desa Tanjung Lalan, Kecamatan Tanjung Agung, Kabupaten Muara Enim, ditemukan tewas tertimbun longsor di lokasi galian batu bara ilegal alias tak berizin, Rabu (21/10).
Baca juga: Operasi Gakkum KLHK hentikan penambangan kapur ilegal di Klapanunggal Bogor
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Alex Noerdin di Muaraenim, Kamis, mengatakan pemerintah daerah, mulai dari Pemerintah Kabupaten Muara Enim hingga Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan seolah telah membiarkan aktivitas penambangan tanpa izin (PETI) di daerah tersebut.
“Tambang ilegal ini sudah terjadi bertahun-tahun dan secara terang-terangan, terbuka. Ada pembiaran dari pemkab, pemprov terhadap aktivitas ini padahal harus diselesaikan kalau tidak korban bakal terus berjatuhan,” katanya saat meninjau lokasi kejadian di Kabupaten Muara Enim.
Menurutnya, masalah PETI di Sumsel juga harus dibahas di tingkat pusat, sehingga dirinya pun berkomitmen untuk membawa kasus PETI batu bara itu ke Komisi VII di Senayan.
Ia menilai kegiatan PETI batu bara sudah memiliki mata rantai yang terintegrasi dari hulu hingga hilir. Oleh karena itu pembenahan tambang ilegal juga harus menyeluruh untuk memutus mata rantai bisnis tersebut.
Alex menjelaskan emas hitam ilegal yang dikeruk oleh penambang tersebut biasanya dibawa ke pelabuhan di Lampung untuk kemudian diseberangkan (diangkut) ke Jawa Barat.
“Harus benahi hulu-nya, penadah, transportasi untuk mengangkut. Kalau satu saja diputus bisa hilang (PETI) ini,” katanya.
Alex menambahkan Pemprov Sumsel juga perlu mengaktifkan kembali tim pengendali PETI yang telah terbentuk sejak 2019 lalu.
Sementara itu Plt Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumsel Yohannes Toruan mengatakan pihaknya telah berupaya menghentikan kegiatan tambang ilegal dengan dukungan Kementerian ESDM.
“Sejak April 2019 sudah ada surat dari Menteri ESDM kala itu (Ignastius Jonan) ke Kapolri untuk menertibkan tambang ilegal di Sumsel, namun memang belum ada penindakan,” kata dia.
Yohannes mengemukakan terdapat 55 titik tambang ilegal di Kabupaten Muara Enim. Selain itu PETI juga menyebar ke Kabupaten Lahat.
“Namun paling banyak di Muara Enim dan berada di wilayah IUP (izin usaha pertambangan) PTBA,” katanya.
Kepala Bidang Pertambangan Dinas ESDM Sumsel Herliansyah menambahkan, seharusnya tim Satgas PETI yang dibentuk melalui SK gubernur Sumsel sudah melakukan eksekusi di lapangan pada tahun ini.
“Tim satgas itu sudah berkoordinasi dan melakukan inventarisasi. Rencananya kalau tidak ada pandemi COVID-19, tim akan ke lapangan. Sudah ada beberapa surat gubernur ke bupati yang menyampaikan bahwa akan ada penindakan hukum untuk PETI,” ujar dia.
Sesuai regulasi, yakni dalam UU Nomor 3 tahun 2020 tentang pertambangan mineral dan batu bara, mereka yang melakukan kegiatan PETI dapat diancam pidana selama 5 tahun penjara.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020