Jakarta (ANTARANews) - Hasil survei yang yang diselenggarakan Regus menemukan 85 persen perusahaan di Indonesia membutuhkan keringanan pajak untuk mempercepat peningkatan investasi hijau (investasi yang berwawasan lingkungan).

Survei yang diterima ANTARA, Jumat, menunjukkan, anggapan pelaku ekonomi negara lebih maju terhadap pelaku pasar yang baru muncul nampaknya tidak tepat karena ternyata banyak perusahaan di Indonesia, India dan Cina yang memperhatikan jejak karbon dioksida mereka dibandingkan negara-negara Eropa Barat dan AS.

Survey Regus mengungkapkan hanya 37% perusahaan di seluruh dunia yang benar-benar mengukur emisi mereka dan kurang dari seperlima perusahaan (19%) yang mengukur jejak karbon dioksida yang ditinggalkan oleh kegiatan mereka.

Sebanyak 46% perusahaan di seluruh dunia menyatakan mereka hanya akan berinvestasi dalam peralatan rendah karbon jika biaya pengoperasiannya sama dengan atau lebih rendah dari peralatan konvensional.

Yang sangat mengecewakan dari survei ini hanya 40% perusahaan yang berinvestasi dalam peralatan rendah karbon dan hanya 38% yang memiliki kebijakan perusahaan untuk melakukan hal itu.

Di Indonesia khususnya, survei menemukan bahwa kegiatan mengawasi efisiensi energi dan jejak karbon dioksida lebih tersebar luas dibandingkan di tempat lain di seluruh dunia. Sebanyak 41% perusahaan memonitor jejak karbon dioksida mereka dan 63% memonitor konsumsi energi mereka. Namun demikian, 44% perusahaan tidak memiliki kebijakan perusahaan untuk

Berinvestasi dalam peralatan hemat energi. Biaya pengoperasian dianggap penting bagi 70% perusahaan yang menyatakan bahwa mereka hanya akan berinvestasi dalam peralatan rendah karbon dioksida jika biayanya lebih murah atau sama dengan mengoperasikan peralatan konvensional.

Akhirnya lebih dari 85% perusahaan menyatakan bahwa jika pemerintah menawarkan insentif pajak untuk berinvestasi dalam peralatan hemat energi atau rendah karbon, pelaku usaha akan sangat meningkatkan investasi hijau mereka.

Di seluruh dunia, jumlah perusahaan kecil yang melakukan investasi hijau berada di bawah tingkat rata-rata, di mana hal itu menunjukkan bahwa usaha kecil mendapat tekanan lebih besar untuk memilih peralatan rendah karbon ketika harga peralatan tersebut lebih tinggi, karena kebutuhan jangka pendek lebih mendesak dibandingkan dengan investasi jangka panjang.

Hanya 19% perusahaan kecil yang memonitor jejak karbon dioksida mereka, bandingkan dengan usaha berskala besar yang jumlahnya mencapai 43%. Demikian pula, hanya 36% usaha kecil yang telah berinvestasi dalam peralatan hijau, bandingkan dengan usaha berskala besar yang mencapai 59%. Target pemerintah yang ambisius tampaknya tidak mempertimbangkan kenyataan bahwa peralatan hijau mulai meningkat di kalangan pelaku usaha kecil.

Survei tersebut juga menganalisis perbedaan sektor. 43% perusahaan di sektor Teknologi Komunikasi dan Informasi, yang baru-baru ini diketahui menghasilkan jumlah emisi yang sama secara umum dengan industri penerbangan,  mengukur jejak karbon dioksida mereka.

Sebanyak 53% perusahaan di sektor ini telah berinvestasi dalam teknologi hijau dan 57% memiliki kebijakan untuk melakukan hal itu. Sebaliknya hanya 25% perusahaan di sektor konsultansi memonitor jejak karbon dioksida mereka, namun 71% menyatakan bahwa sebagian besar peralatan mereka hemat energi. (*)

Pewarta:

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2010