DPRD Banten menyoroti kondisi penerangan di Pulau Tunda, Kabupaten Serang yang sudah dua bulan terakhir mengalami gelap gulita ketika malam hari, karena genset yang menjadi sumber pasokan listrik satu-satunya rusak.
Ketua DPRD Banten Andra Soni di Serang, Rabu mengatakan, kunjungan yang dilakukan bersama rombongan dari komisi II DPRD Banten ke Pulau Tunda merupakan bentuk pengawasan, serta untuk menindaklanjuti terkait dengan laporan terkait dengan situasi pasokan listrik di pulau tersebut.
"Ada sekitar 400 Kepala Keluarga (KK) dan 1.000 jiwa masyarakat Pulau Tunda yang pasokan listriknya hanya mengandalkan genset yang sudah berusia tujuh tahun. Ketika genset itu rusak, otomatis mereka tidak bisa mengandalkan apa-apa lagi," kata Andra Soni.
Politisi Gerindra ini menambahkan, berdasarkan informasi dari warga setempat, pada tahun 2018 lalu pemerintah sudah menyediakan alternatif pasokan listrik selain dari genset, yakni Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Namun, kata Andra, sejak selesai pengerjaan proyek itu, PLTS itu tidak bisa digunakan. Sehingga sampai sekarang kondisinya mangkrak.
"Padahal anggaran untuk PLTS itu sangat besar, sekitar Rp5,63 miliar yang dikerjakan oleh PT. Cahaya Kencana Kupang dengan nama proyek Pembangaunan PLTS 50 kWp yang mulai dikerjakan dari tanggal 4 Mei 2018 sampai 1 Oktober 2018," kata Andra.
Menanggapi hal tersebut Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Eko Palmadi mengatakan, proyek pembangunan PLTS tersebut merupakan hibah dari pemerintah pusat yang diberikan kepada Pemprov Banten yang pembiayaannya bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK).
"Spesifikasi pembangunan proyek PLTS itu hanya untuk menjangkau sekitar 100 KK dengan asumsi setiap KK menggunakan KWh sebesar 400W," katanya.
Akan tetapi, lanjut Eko, dalam pelaksanannya yang terjadi justru PLTS itu digunakan untuk mengaliri listrik terhadap 350 KK, yang kemudian mengakibatkan travo PLTS itu terbakar karena beban yang harus dikeluarkan melebih kapasitas. Selain travonya terbakar, tambahnya, chip PLTS itu juga hilang entah kemana.
"Padahal chip itulah otak dari PLTS. Harganya juga sangat mahal dan harus impor dari Jerman," kata Eko.
Menurut Eko, karena kondisi PLTS tersebut sudah rusak dan susah mencari spare part-nya, Pemprov Banten berencana akan membuat saluran kabel listrik bawah laut yang bekerjasama dengan PLN. Saluran kabel listrik bawah laut tersebut direncanakan untuk memasok aliran listrik ke Pulau Panjang yang terdekat, sementara itu genset yang sekarang digunakan sebagai pasokan listrik di Pulau Panjang akan digunakan untuk masyarakat Pulau Tunda.
"Tapi itu proyek jangka panjang, karena biayanya cukup mahal dan harus ada Feasibility Study-nya dulu. Mungkin di anggaran murni 2021 nanti untuk FS-nya kita masukkan," kata Eko.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020
Ketua DPRD Banten Andra Soni di Serang, Rabu mengatakan, kunjungan yang dilakukan bersama rombongan dari komisi II DPRD Banten ke Pulau Tunda merupakan bentuk pengawasan, serta untuk menindaklanjuti terkait dengan laporan terkait dengan situasi pasokan listrik di pulau tersebut.
"Ada sekitar 400 Kepala Keluarga (KK) dan 1.000 jiwa masyarakat Pulau Tunda yang pasokan listriknya hanya mengandalkan genset yang sudah berusia tujuh tahun. Ketika genset itu rusak, otomatis mereka tidak bisa mengandalkan apa-apa lagi," kata Andra Soni.
Politisi Gerindra ini menambahkan, berdasarkan informasi dari warga setempat, pada tahun 2018 lalu pemerintah sudah menyediakan alternatif pasokan listrik selain dari genset, yakni Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Namun, kata Andra, sejak selesai pengerjaan proyek itu, PLTS itu tidak bisa digunakan. Sehingga sampai sekarang kondisinya mangkrak.
"Padahal anggaran untuk PLTS itu sangat besar, sekitar Rp5,63 miliar yang dikerjakan oleh PT. Cahaya Kencana Kupang dengan nama proyek Pembangaunan PLTS 50 kWp yang mulai dikerjakan dari tanggal 4 Mei 2018 sampai 1 Oktober 2018," kata Andra.
Menanggapi hal tersebut Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Eko Palmadi mengatakan, proyek pembangunan PLTS tersebut merupakan hibah dari pemerintah pusat yang diberikan kepada Pemprov Banten yang pembiayaannya bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK).
"Spesifikasi pembangunan proyek PLTS itu hanya untuk menjangkau sekitar 100 KK dengan asumsi setiap KK menggunakan KWh sebesar 400W," katanya.
Akan tetapi, lanjut Eko, dalam pelaksanannya yang terjadi justru PLTS itu digunakan untuk mengaliri listrik terhadap 350 KK, yang kemudian mengakibatkan travo PLTS itu terbakar karena beban yang harus dikeluarkan melebih kapasitas. Selain travonya terbakar, tambahnya, chip PLTS itu juga hilang entah kemana.
"Padahal chip itulah otak dari PLTS. Harganya juga sangat mahal dan harus impor dari Jerman," kata Eko.
Menurut Eko, karena kondisi PLTS tersebut sudah rusak dan susah mencari spare part-nya, Pemprov Banten berencana akan membuat saluran kabel listrik bawah laut yang bekerjasama dengan PLN. Saluran kabel listrik bawah laut tersebut direncanakan untuk memasok aliran listrik ke Pulau Panjang yang terdekat, sementara itu genset yang sekarang digunakan sebagai pasokan listrik di Pulau Panjang akan digunakan untuk masyarakat Pulau Tunda.
"Tapi itu proyek jangka panjang, karena biayanya cukup mahal dan harus ada Feasibility Study-nya dulu. Mungkin di anggaran murni 2021 nanti untuk FS-nya kita masukkan," kata Eko.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020