Masyarakat pengungsian korban bencana banjir bandang dan longsor di Kabupaten Lebak, Banten, mendambakan pembangunan hunian tetap (huntap), karena mereka kini menempati gubuk-gubuk tenda hunian sementara (huntara) dengan kondisi tidak layak huni.
"Kami hampir setiap pekan kerapkali anak-anak sakit akibat tempat tinggal yang tidak layak huni itu," kata Sudin (35) saat ditemui pada kunjungan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga di pengungsian tenda huntara Blok I Cigobang Kecamatan Lebakgedong, Kabupaten Lebak, pekan lalu.
Masyarakat korban bencana alam banjir bandang dan longsor yang terjadi pada awal 2020 itu meminta direlokasi ke tempat yang layak huni dan sehat.
Selama ini, mereka menempati gubuk-gubuk huntara yang dibangun dengan plastik terpal dan hamparan bambu.
Apabila, hujan dipastikan kebocoran dan jika terik matahari tentu ruangan menjadi pengap dan kepanasan.
Pembangunan huntara yang dibangun masyarakat dan relawan tentu tidak nyaman dan berpotensi menimbulkan berbagai penyakit, terlebih kondisi air keruh dan berwarna.
"Kami berharap pemerintah segera merealisasikan pembangunan huntap agar kehidupan mereka menjadi lebih baik," katanya menjelaskan.
Iyan (60) Ketua Rukun Tetangga (RT) di lingkungan Huntara I Cigobang mengaku bahwa warganya menempati gubuk huntara sekitar lima bulan terakhir.
Relokasi ke layak huni
Gubuk tenda huntara itu memiliki ruangan sekitar empat meter persegi dan jika hujan kebocoran dan kepanasan.
Bahkan, warga pengungsi terpaksa tidur bersamaan dengan istri dan anak-anak hingga saling berdesakan dengan ruangan cukup sempit itu.
Masyarakat juga tidak memiliki sanitasi yang layak dan sehat, sehingga berdampak terhadap gangguan kesehatan lingkungan.
Kondisi demikian, masyarakat yang tinggal di Blok Huntara I sekitar 86 Kepala Keluarga (KK) perlu direlokasi ke tempat yang layak huni.
"Kami minta pemerintah bisa merelokasikan ke tempat huntap yang lebih laik, aman, nyaman," ujarnya sambil berharap.
Camat Lebak Gedong Wahyudin mengatakan saat ini warga korban bencana banjir bandang dan longsor yang dialami warganya itu sebanyak 186 KK dan mereka tersebar di Blok Huntara I sampai IV.
Mereka menempati gubuk-gubuk huntara itu sambil menunggu kepastian untuk direlokasi ke tempat yang lebih aman dan nyaman.
"Kami sudah menyampaikan laporan warga korban bencana alam itu agar direlokasi ke tempat yang layak huni itu ke Bupati Lebak, namun belum ada realisasinya," katanya.
Kesulitan lahan
Ketua Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak Kaprawi mengatakan hingga kini pemerintah daerah tetap memperhatikan warga pengungsian korban bencana banjir bandang dan longsor yang mengakibatkan sembilan orang meninggal dunia dan ratusan rumah rusak berat hingga hilang.
Bencana alam itu juga menimbulkan ribuan warga terpaksa tinggal di pengungsian hingga mereka kini berada di gubuk-gubuk tenda huntara.
Saat ini, kata dia, warga korban bencana alam sebanyak 212 kepala keluarga (KK) tinggal di huntara tersebar di Kecamatan Lebak Gedong dan Sajira.
Selama ini, BPBD setempat kesulitan untuk merelokasi pembangunan huntap agar warga pengungsi bisa hidup aman dan nyaman.
Sebagian besar warga yang dilanda bencana alam itu berada di kaki Gunung Halimun kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).
Mereka tinggal di kawasan yang rawan bencana banjir bandang dan longsor, karena topografinya berbukit dan pegunungan serta kawasan hulu Sungai Ciberang.
Karena itu, BPBD Lebak melibatkan tim Geologi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) untuk mencari lokasi pembangunan huntap yang aman dari ancaman bencana alam.
"Kami berharap lokasi huntap itu tidak jauh dengan penduduk warga yang menjadi korban bencana alam," kata Kaprawi.
Janji relokasi
Bupati Lebak Banten Iti Octavia Jayabaya menjanjikan lahan yang terdampak bencana banjir bandang dan longsor akan direlokasi ke tempat yang lebih aman dari ancaman bencana.
Bencana banjir bandang dan longsor di Kabupaten Lebak menerjang enam kecamatan antara lain Kecamatan Lebak Gedong, Cipanas, Sajira, Maja, Cimarga dan Curugbitung.
Namun, kondisi warga yang parah dan memprihatinkan dialami warga Kecamatan Lebakgedong dan Sajira.
Pemerintah Kabupaten Lebak akan merelokasikan lahan-lahan yang terdampak bencana alam karena kemiringan lahan di lokasi bencana alam itu hingga mencapai 45 derajat.
"Kami berharap dalam waktu dekat ini bisa dilakukan relokasi di lahan yang aman dari ancaman bencana banjir dan longsor," katanya menjelaskan.
Pemerintah daerah juga mengapresiasi bagi warga korban bencana banjir bandang dan longsor diberikan bantuan dana stimulan untuk pembangunan rumah sebesar Rp 50 juta untuk rumah rusak berat, Rp 25 juta rusak sedang dan Rp 10 juta rusak ringan.
Selain itu juga mereka warga yang terdampak bencana tersebut mendapat bantuan dana huntara untuk menyewa rumah Rp 500 ribu/bulan.
Bantuan sewa rumah itu, kata dia, selama enam bulan sambil menunggu pembangunan tempat kediamannya rampung.
"Kami berharap pemulihan lokasi bencana itu bisa dilakukan secepatnya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat," kata politisi Partai Demokrat itu.
Dana bencana cair
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) Doni Monardo menegaskan dana untuk korban banjir bandang di Kabupaten Lebak, Banten, sudah cair.
"Jadi dana yang disalurkan ke pemerintah Pandeglang kan sudah diterima oleh daerah," kata Doni di Jakarta, Jumat (11/7).
Dia menegaskan dana untuk korban banjir bandang itu sudah diserahkan ke pemerintah daerah, BNPB tinggal pengawasan saja.
"Sudah, secara administratif. BNPB sudah tidak punya lagi tanggung jawab administrasi, tinggal fungsi pengawasan saja nanti," kata Doni.
Dia menduga keterlambatan tersebut karena COVID-19 dan berharap ini bisa segera tertangani.
"Mungkin sekarang masih terhambat, gara-gara COVID-19. Mudah-mudahan bisa segera tertangani setelah ada proses adaptasi, pelan-pelan dilakukan pembangunan," ujarnya.*
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020
"Kami hampir setiap pekan kerapkali anak-anak sakit akibat tempat tinggal yang tidak layak huni itu," kata Sudin (35) saat ditemui pada kunjungan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga di pengungsian tenda huntara Blok I Cigobang Kecamatan Lebakgedong, Kabupaten Lebak, pekan lalu.
Masyarakat korban bencana alam banjir bandang dan longsor yang terjadi pada awal 2020 itu meminta direlokasi ke tempat yang layak huni dan sehat.
Selama ini, mereka menempati gubuk-gubuk huntara yang dibangun dengan plastik terpal dan hamparan bambu.
Apabila, hujan dipastikan kebocoran dan jika terik matahari tentu ruangan menjadi pengap dan kepanasan.
Pembangunan huntara yang dibangun masyarakat dan relawan tentu tidak nyaman dan berpotensi menimbulkan berbagai penyakit, terlebih kondisi air keruh dan berwarna.
"Kami berharap pemerintah segera merealisasikan pembangunan huntap agar kehidupan mereka menjadi lebih baik," katanya menjelaskan.
Iyan (60) Ketua Rukun Tetangga (RT) di lingkungan Huntara I Cigobang mengaku bahwa warganya menempati gubuk huntara sekitar lima bulan terakhir.
Relokasi ke layak huni
Gubuk tenda huntara itu memiliki ruangan sekitar empat meter persegi dan jika hujan kebocoran dan kepanasan.
Bahkan, warga pengungsi terpaksa tidur bersamaan dengan istri dan anak-anak hingga saling berdesakan dengan ruangan cukup sempit itu.
Masyarakat juga tidak memiliki sanitasi yang layak dan sehat, sehingga berdampak terhadap gangguan kesehatan lingkungan.
Kondisi demikian, masyarakat yang tinggal di Blok Huntara I sekitar 86 Kepala Keluarga (KK) perlu direlokasi ke tempat yang layak huni.
"Kami minta pemerintah bisa merelokasikan ke tempat huntap yang lebih laik, aman, nyaman," ujarnya sambil berharap.
Camat Lebak Gedong Wahyudin mengatakan saat ini warga korban bencana banjir bandang dan longsor yang dialami warganya itu sebanyak 186 KK dan mereka tersebar di Blok Huntara I sampai IV.
Mereka menempati gubuk-gubuk huntara itu sambil menunggu kepastian untuk direlokasi ke tempat yang lebih aman dan nyaman.
"Kami sudah menyampaikan laporan warga korban bencana alam itu agar direlokasi ke tempat yang layak huni itu ke Bupati Lebak, namun belum ada realisasinya," katanya.
Kesulitan lahan
Ketua Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak Kaprawi mengatakan hingga kini pemerintah daerah tetap memperhatikan warga pengungsian korban bencana banjir bandang dan longsor yang mengakibatkan sembilan orang meninggal dunia dan ratusan rumah rusak berat hingga hilang.
Bencana alam itu juga menimbulkan ribuan warga terpaksa tinggal di pengungsian hingga mereka kini berada di gubuk-gubuk tenda huntara.
Saat ini, kata dia, warga korban bencana alam sebanyak 212 kepala keluarga (KK) tinggal di huntara tersebar di Kecamatan Lebak Gedong dan Sajira.
Selama ini, BPBD setempat kesulitan untuk merelokasi pembangunan huntap agar warga pengungsi bisa hidup aman dan nyaman.
Sebagian besar warga yang dilanda bencana alam itu berada di kaki Gunung Halimun kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).
Mereka tinggal di kawasan yang rawan bencana banjir bandang dan longsor, karena topografinya berbukit dan pegunungan serta kawasan hulu Sungai Ciberang.
Karena itu, BPBD Lebak melibatkan tim Geologi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) untuk mencari lokasi pembangunan huntap yang aman dari ancaman bencana alam.
"Kami berharap lokasi huntap itu tidak jauh dengan penduduk warga yang menjadi korban bencana alam," kata Kaprawi.
Janji relokasi
Bupati Lebak Banten Iti Octavia Jayabaya menjanjikan lahan yang terdampak bencana banjir bandang dan longsor akan direlokasi ke tempat yang lebih aman dari ancaman bencana.
Bencana banjir bandang dan longsor di Kabupaten Lebak menerjang enam kecamatan antara lain Kecamatan Lebak Gedong, Cipanas, Sajira, Maja, Cimarga dan Curugbitung.
Namun, kondisi warga yang parah dan memprihatinkan dialami warga Kecamatan Lebakgedong dan Sajira.
Pemerintah Kabupaten Lebak akan merelokasikan lahan-lahan yang terdampak bencana alam karena kemiringan lahan di lokasi bencana alam itu hingga mencapai 45 derajat.
"Kami berharap dalam waktu dekat ini bisa dilakukan relokasi di lahan yang aman dari ancaman bencana banjir dan longsor," katanya menjelaskan.
Pemerintah daerah juga mengapresiasi bagi warga korban bencana banjir bandang dan longsor diberikan bantuan dana stimulan untuk pembangunan rumah sebesar Rp 50 juta untuk rumah rusak berat, Rp 25 juta rusak sedang dan Rp 10 juta rusak ringan.
Selain itu juga mereka warga yang terdampak bencana tersebut mendapat bantuan dana huntara untuk menyewa rumah Rp 500 ribu/bulan.
Bantuan sewa rumah itu, kata dia, selama enam bulan sambil menunggu pembangunan tempat kediamannya rampung.
"Kami berharap pemulihan lokasi bencana itu bisa dilakukan secepatnya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat," kata politisi Partai Demokrat itu.
Dana bencana cair
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) Doni Monardo menegaskan dana untuk korban banjir bandang di Kabupaten Lebak, Banten, sudah cair.
"Jadi dana yang disalurkan ke pemerintah Pandeglang kan sudah diterima oleh daerah," kata Doni di Jakarta, Jumat (11/7).
Dia menegaskan dana untuk korban banjir bandang itu sudah diserahkan ke pemerintah daerah, BNPB tinggal pengawasan saja.
"Sudah, secara administratif. BNPB sudah tidak punya lagi tanggung jawab administrasi, tinggal fungsi pengawasan saja nanti," kata Doni.
Dia menduga keterlambatan tersebut karena COVID-19 dan berharap ini bisa segera tertangani.
"Mungkin sekarang masih terhambat, gara-gara COVID-19. Mudah-mudahan bisa segera tertangani setelah ada proses adaptasi, pelan-pelan dilakukan pembangunan," ujarnya.*
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020