Pengadilan Agama Giri Menang, Nusa Tenggara Barat, menjadwalkan sidang perdana gugatan pembatalan akta pernikahan sesama jenis, antara Muhlisin dengan Mita alias Supriadi.
Kasi Penkum dan Humas Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Rabu, membenarkan terkait agenda sidang perdananya yang dijadwalkan akan digelar Pengadilan Agama Giri Menang pada Kamis (9/7).
"Agenda sidang perdananya sudah keluar, Kamis (9/7) besok," kata Dedi.
Terkait dengan kesiapannya, Kejati NTB telah menugaskan perwakilan jaksa pengacara negara (JPN) untuk mendampingi jalannya persidangan di Pengadilan Agama Giri Menang.
"Jadi sudah ada yang diutus dari Kejati NTB, satu orang perwakilan ditugaskan untuk mendampingi Tim JPN dari Kejari Mataram," ujarnya.
Sesuai dengan hasil penelusuran perkara di Pengadilan Agama Giri Menang, surat permohonan pembatalan yang diajukan pihak kejaksaan telah terdaftar dengan nomor registrasi 540/Pdt.G/2020/PA.GM, pada 15 Juni 2020.
Penetapan Majelis Hakim telah dikeluarkan pada Selasa (16/6) lalu dan sehari kemudian pada 17 Juni 2020, Pengadilan Agama Giri Menang menetapkan jadwal sidang perdananya pada Kamis (9/7).
Sebelumnya Kajati NTB Nanang Sigit Yulianto dalam konferensi persnya di Gedung Kejati NTB, memaparkan dasar pengajuan permohonan pembatalan yang sudah sesuai dengan Pasal 26 Undang-Undang RI Nomor 1/1974 tentang Perkawinan.
Dalam ayat satu disebutkan perkawinan yang dilangsungkan dimuka pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh dua orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri, jaksa dan suami atau istri.
"Yang bisa mengajukan pembatalan perkawinan itu di antaranya adalah keluarga, suami, istri dan jaksa. Jadi sesuai dengan apa yang telah diatur dalam Pasal 30 (Undang-Undang RI Nomor 16/2004 tentang Kejaksaan RI), instrumennya nanti dari jaksa pengacara negara," ucapnya.
Kemudian jika dilihat dari syarat perkawinannya, pernikahan Muhlisin dengan Mita di hadapan penghulu wilayah Kediri, Kabupaten Lombok Barat, yang terlaksana pada 2 Juni 2020, tidak memenuhi syarat Undang-Undang RI Nomor 1/1974 tentang Perkawinan.
"Setelah kami cek kebenarannya di lapangan, memang identitas Supriadi ini telah diubah menjadi Mita. Jadi jelas itu pernikahan seorang laki-laki dengan laki-laki, Supriadi dengan Muhlisin, sehingga tidak terpenuhi syarat perkawinan sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020
Kasi Penkum dan Humas Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Rabu, membenarkan terkait agenda sidang perdananya yang dijadwalkan akan digelar Pengadilan Agama Giri Menang pada Kamis (9/7).
"Agenda sidang perdananya sudah keluar, Kamis (9/7) besok," kata Dedi.
Terkait dengan kesiapannya, Kejati NTB telah menugaskan perwakilan jaksa pengacara negara (JPN) untuk mendampingi jalannya persidangan di Pengadilan Agama Giri Menang.
"Jadi sudah ada yang diutus dari Kejati NTB, satu orang perwakilan ditugaskan untuk mendampingi Tim JPN dari Kejari Mataram," ujarnya.
Sesuai dengan hasil penelusuran perkara di Pengadilan Agama Giri Menang, surat permohonan pembatalan yang diajukan pihak kejaksaan telah terdaftar dengan nomor registrasi 540/Pdt.G/2020/PA.GM, pada 15 Juni 2020.
Penetapan Majelis Hakim telah dikeluarkan pada Selasa (16/6) lalu dan sehari kemudian pada 17 Juni 2020, Pengadilan Agama Giri Menang menetapkan jadwal sidang perdananya pada Kamis (9/7).
Sebelumnya Kajati NTB Nanang Sigit Yulianto dalam konferensi persnya di Gedung Kejati NTB, memaparkan dasar pengajuan permohonan pembatalan yang sudah sesuai dengan Pasal 26 Undang-Undang RI Nomor 1/1974 tentang Perkawinan.
Dalam ayat satu disebutkan perkawinan yang dilangsungkan dimuka pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh dua orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri, jaksa dan suami atau istri.
"Yang bisa mengajukan pembatalan perkawinan itu di antaranya adalah keluarga, suami, istri dan jaksa. Jadi sesuai dengan apa yang telah diatur dalam Pasal 30 (Undang-Undang RI Nomor 16/2004 tentang Kejaksaan RI), instrumennya nanti dari jaksa pengacara negara," ucapnya.
Kemudian jika dilihat dari syarat perkawinannya, pernikahan Muhlisin dengan Mita di hadapan penghulu wilayah Kediri, Kabupaten Lombok Barat, yang terlaksana pada 2 Juni 2020, tidak memenuhi syarat Undang-Undang RI Nomor 1/1974 tentang Perkawinan.
"Setelah kami cek kebenarannya di lapangan, memang identitas Supriadi ini telah diubah menjadi Mita. Jadi jelas itu pernikahan seorang laki-laki dengan laki-laki, Supriadi dengan Muhlisin, sehingga tidak terpenuhi syarat perkawinan sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020