Serang (ANTARA) - Kalangan pengamat dan ekonom menilai maraknya aksi merger di perusahaan telekomunikasi di Indonesia bisa memberi dampak positif dari segi layanan yakni mengurangi kesenjangan digital di luar Jawa.
Tentunya akan memperkuat akselerasi dan pemerataan transformasi digital yang berujung pada kesinambungan pertumbuhan ekonomi, kata Peneliti dan Ekonom Indef, Nailul Huda dalam keterangan tertulis, Kamis.
Baca juga: Harga BBM naik, konsumen tetap padati sejumlah SPBU di Tangerang
Dia menilai transformasi digital masih berjalan lambat karena masih adanya kesenjangan dalam cakupan layanan terutama di daerah.
"Makanya perlu upaya lebih untuk meratakan pembangunan Indonesia sehingga transformasi digital bisa berjalan lebih baik dan cepat. Kalau saat ini kan masih terpusat di Pulau Jawa. Sedangkan kesenjangan digital di luar Pulau Jawa masih relatif tinggi," ujar Nailul Huda.
Untuk itu, lanjut dia, patut disadari perlunya kolaborasi dan sinergi antara peran pemerintah dan swasta.
"Nah diharapkan dari swasta, ketika terjadi konsolidasi, dapat meningkatkan capex untuk memperkecil tingkat kesenjangan digital. Seperti Indosat-Tri dan XL-Axis, diharapkan bukan cuma dari sisi bisnis, tapi juga dalam mengurangi kesenjangan digital,” paparnya.
Dengan luas geografis Indonesia yang terbentang dari Sabang hingga Merauke, menurut dia, perlu kerja keras pemerintah dan swasta untuk mencapai pemerataan transformasi digital yang ideal. Baik itu dari akses internet, kecepatan broadband, kecepatan internet mobile download, kecepatan internet fixed broadband, infrastruktur pendukung, dan lainnya.
Banyak literatur yang menggambarkan kondisi transformasi digital di Indonesia yang belum merata, terlebih lagi di luar Jawa.
"Makanya memang kita dorong Pemerintah mampu mengambil alih untuk pembangunan digital di daerah yang sulit dijangkau dan tidak feasible dari sisi bisnis. Sedangkan dari swasta juga mampu bergerak dalam pembangunan infrastruktur sesuai dengan kemampuan serta alokasi capex. Sebab, tantangannya bukan hanya infrastruktur, tapi juga pembangunan SDM dimana kesenjangan digital di bidang SDM juga masih eksis. Ini perlu peran seluruh stakeholders dari perusahaan pengguna internet seperti perusahaan telko, ecommerce, dan lainnya,” jelasnya.
Terkait dampak positif aksi merger perusahaan telko, David Manurung, Head of Investment Pacific Capital Investment, mencermati industri jasa layanan telekomunikasi merupakan bisnis yang padat modal sehingga mesti memiliki modal yang besar untuk terus berkembang.
“Begitu juga dari sisi teknologi. Industri telekomunikasi merupakan industri yang siklus hidup teknologinya sangat cepat. Agar dapat memberikan layanan yang prima dan konsisten kepada pelanggan, pelaku bisnis industri telekomunikasi harus secara kontinyu meningkatkan dan memperbaharui layanan maupun teknologinya, dan hal ini tentunya membutuhkan modal yang sangat besar,” katanya.
David menilai merger antar perusahaan telekomunikasi merupakan jawaban bagi para pelaku industri untuk merespon kebutuhan modal yang tinggi, terciptanya stuktur biaya yang efisien sekaligus untuk dapat lebih bersaing dengan para kompetitornya.
Sebagai contoh konkret, merger PT Indosat Ooredoo dan PT Hutchison Tri Indonesia (3) menjadi PT Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) yang efektif berlaku pada 4 Januari 2022 termasuk ke dalam kategori Merger Horizontal karena memiliki lini usaha yang sama.
“Merger antara PT Indosat Tbk dan PT Hutchison 3 Indonesia akan mempermudah Indosat untuk memperluas dan meningkatkan layanan teknologi 5G di seluruh area Indonesia. Merger antara PT Indosat Tbk dan PT Hutchison 3 Indonesia akan membuat posisi modal Indosat semakin kuat dan tercipta struktur biaya yang lebih efisien. Dengan struktur biaya yang lebih efisien, Indosat dapat menerapkan tarif yang lebih kompetitif tanpa mengorbankan kualitas layanan. Melalui merger, Indosat akan dapat lebih fleksibel dan leluasa untuk melakukan ekspansi, tidak hanya secara horizontal, namun juga secara vertikal,” ucapnya.