"Penegakan dari kegiatan itu dilakukan dari Satpol PP. Kami hanya mengamankan saja. Memang surat pemberitahuannya masuk ke intel, sehingga kami selaku kepolisian wajib mengamankan aksi tersebut. Tidak ada unsur pidananya. Hanya pelanggaran perwalinya saja," ucap Kompol Putra Astawa saat dihubungi melalui telepon, Senin.
Ia mengatakan aksi tersebut dilakukan oleh Front Demokrasi Perjuangan Rakyat Bali (FRONTIER Bali) bersama Komunitas Bali Tolak Rapid yang tergabung dalam Masyarakat Nusantara Sehat (MANUSA).
Kelompok tolak rapid dan usap itu ingin menyampaikan hak berpendapat di muka umum terkait menolak tes cepat dan usap di Bali.
Menurut Kasatpol PP Bali Dewa Nyoman Rai Dharmadi mengatakan aksi tersebut tidak mematuhi protokol kesehatan.
"Ya demo kan boleh-boleh saja, tetapi tetap mengedepankan protokol kesehatan. Tetapi, memprovokasi mengajak orang lain untuk tidak mematuhi itu tidak benar. Kalau terjadi sesuatu berakibat mereka terpapar COVID, karena provokasi itu kan siapa yang disalahkan. Kita tidak pernah tahu bahwa yang kita ajak serta di sekitar kita ada saat itu mungkin saja suspek. Kalau ada yang merasa kebal tidak bisa kena virus silahkan," kata Nyoman Rai Dharmadi.
Kasatpol PP Bali ini menyayangkan kegiatan aksi tersebut tanpa menerapkan protokol kesehatan. Untuk itu, pihaknya menyerahkan perkara ini ke kepolisian.
"Kita melakukan pembinaan pengawasan mendorong mereka untuk patuh terhadap protokol kesehatan. Upaya kemarin itu memang tidak dipenuhi oleh mereka. Kalau seandainya terjadi biar JRX yang bertanggung jawab. Kenapa dia mengajak orang tidak mematuhi itu. Ya sebenarnya tidak boleh begitu tetap kedepankan protokol kesehatan," ucapnya.
Para peserta aksi yang berjumlah lebih dari 25 orang ini melakukan pembubaran secara mandiri sekitar pukul 11.00 Wita pada kegiatan (26/7). Awalnya peserta aksi melakukan long march dari parkir timur lapangan Renon menuju depan monumen Bajra Sandhi Renon.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal FRONTIER Bali Made Krisna Dinata mengatakan bahwa aksi ini adalah untuk melawan kebijakan Pemerintah Bali yang menetapkan rapid test dan uji usap sebagai syarat administrasi sertifikasi Tata Kehidupan Era Baru serta syarat perjalanan.
Krisna menilai kebijakan pemerintah melakukan tes cepat COVID-19 sebagai sertifikasi dalam tata kehidupan era baru tidak ada hubungannya dengan syarat administrasi serta perjalanan.
"Menurut para ahli-ahli, rapid test tidak berguna dan tidak tepat dijadikan pendeteksi virus, sehingga rapid test tidak tepat dijadikan syarat administrasi,"ucapnya.