Meski berbagai persiapan dilalui di tengah ancaman wabah virus corona (COVID-19), tetapi pemerintah bersama penyelenggara masih optimistis bisa menyelenggarakan pilkada pada 23 September 2020.

Kepastian itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD setelah rapat bersama penyelenggara pemilu, yakni KPU, Bawaslu maupun pimpinan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Rapat itu untuk membahas penyelenggaraan pilkada serentak pada September 2020 terkait wabah COVID-19. Rapat yang dipimpin oleh Mahfud itu dilakukan melalui "video conference" di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (18/3).

Kesimpulannya, tidak ada perubahan tahapan dan jadwal pilkada serentak. Hanya saja, persiapan teknis penyelenggaraan disesuaikan dengan situasi aktual.

Sejauh ini, wabah virus corona dinilai belum mengganggu persiapan pilkada. Pilkada akan diselenggarakan untuk memilih bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota dan gubernur/wakil gubernur di 270 daerah.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman meyakinkan bahwa sampai saat ini tidak ada perubahan jadwal. Namun hanya pola kerja penyelenggara yang diubah.

Misalnya, sekarang pelantikan PPS tidak harus berkumpul di kantor kabupaten atau kantor wali kota. Tetapi cukup di kecamatan dan dilakukan secara bertahap sehingga tidak terjadi pertemuan orang secara masif.

Begitu pun verifikasi faktual yang biasanya menghadirkan banyak orang pendukung, juga diatur sedemikian rupa sesuai dengan situasi. Untuk itu Gugus Tugas Penanggulangan COVID-19 yang dipimpin oleh Ketua Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo akan diminta mengawal KPU.

Antisipasi
KPU telah melakukan rapat pleno dan memutuskan sejumlah langkah untuk mengantisipasi penyebaran COVID-19.
Pertama, tahapan rekrutmen Panitia Pemungutan Suara (PPS) sedang berlangsung, yaitu pengumuman PPS terpilih dan akan dilanjutkan dengan pelantikan PPS, tidak dilakukan bersamaan dalam jumlah banyak.

Pelantikan PPS dapat dilakukan di masing-masing kecamatan dengan mekanisme lima orang Ketua/Anggota KPU Kabupaten/Kota diberikan kewenangan untuk melantik di kecamatan yang terpisah (berpencar di lima titik).

Apabila masih dirasa terlalu banyak, bisa juga dilakukan bergelombang, pagi hingga sore, untuk menghindari pengumpulan massa dalam jumlah banyak.

Kedua, KPU meminta petugas melindungi diri dengan proteksi yang ketat dalam tahapan verifikasi faktual dukungan bakal pasangan calon (bapaslon) perseorangan.

KPU meminta agar petugas menjaga jarak dalam berkomunikasi dan hindari kontak langsung dan bersihkan tangan dengan cairan pembersih (hand sanitizer). Tentu saja penggunaan masker, termasuk membersihkan peralatan yang digunakan.

Tahapan pemutakhiran data pemilih juga dilaksanakan petugas dengan proteksi diri yang ketat seperti halnya verifikasi faktual dukungan bapaslon perseorangan.

Ketiga, KPU juga menginstruksikan kepada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk menunda kegiatan-kegiatan yang mengumpulkan massa dalam jumlah besar hingga 31 Maret 2020. Beberapa agenda dijadwalkan ulang mulai 1 April 2020, antara lain, bimbingan teknis, pelatihan dan peluncuran Pilkada Damai 2020.

KPU berharap segala upaya pencegahan penyebaran COVID-19 selama dua minggu ini dapat berhasil dengan baik sehingga tahapan Pilkada 2020 dapat berjalan baik.

KPU juga akan mengeluarkan surat edaran (SE) terkait pengaturan pola kerja pegawai di lingkungan Sekretariat Jenderal KPU RI, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, termasuk Ketua dan Anggota KPU.



Pengaturan tersebut meliputi jadwal kerja, dengan pengaturan sebagian bekerja di kantor dan sebagian lagi bekerja dari rumah (work from home/WFH).

KPU juga mengimbau agar pegawai melindungi diri masing-masing dengan penyediaan "hand sanitizer", baik pribadi maupun di ruang kerja sehingga perhatian untuk pencegahan penyebaran COVID-19 bisa dimaksimalkan.

Media Kampanye
Langkah-langkah itu untuk menjawab keraguan dan desakan sejumlah pihak terkait pilkada mendatang. Keraguan itu muncul berdasarkan kenyataan bahwa persiapan pilkada dilaksanakan di tengah berkecamuknya pagebluk (wabah).

Dua hari sebelum rapat itu, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menilai COVID-19 berpotensi mengganggu pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 yang berlangsung di 270 daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota.

Karena itu, dia menyampaikan opsi. Yakni pilkada dimundurkan atau tetap sesuai agenda yang sudah disepakati, dengan catatan memberlakukan mekanisme tertentu guna menghindari penyebaran virus tersebut.

Dengan tidak ada perubahan jadwal pilkada, maka langkah antisipatif yang perlu dilakukan adalah membuat model kampanye melalui media sosial. Begitu juga penyebaran gagasan, program dan janji kampanye sementara dilakukan lewat media massa atau platform lain yang tidak memerlukan tatap muka langsung.

"Di era digital ini, kampanye tanpa tatap muka dan tanpa melibatkan massa sangat mungkin dilakukan," kata politisi Partai Gerindra itu.

Pernyataan tersebut sudah dijawab Menko Polhukam dan Ketua KPU. Kini semua orang di Indonesia tentu berharap badai corona ini segera berlalu.

Kehidupan di tengah badai ini demikian mencemaskan dan semua harus berubah. Demikian juga dengan agenda nasional.

BNPB telah menetapkan tanggap darurat wabah yang bermula dari Kota Wuhan (China) ini hingga 29 Mei 2020. Pada tenggat tanggal itu tentu masih akan dilihat perkembangannya.

Kalau wabah ini bisa segera dikendalikan, tentu saja memberi peluang lebih luas bagi semua pihak untuk melakukan pemulihan. Agenda-agenda besar nasional yang sudah terlanjur ditunda bisa digagas lagi, sedangkan yang belum ditunda akan semakin besar peluang untuk dilaksanakan sesuai jadwal.

Kalau keadaan belum berubah dan pagebluk ini belum teratasi, jangankan agenda yang sudah tertunda, agenda yang masih terjadwal seperti pilkada pun berpeluang terganggu.

Skema
Semua pihak menyandarkan harapan yang besar atas kerja keras pemerintah, terutama jajaran kesehatan bersama pihak terkait dalam mengatasi wabah ini. Jika harapan itu belum terwujud, maka pilkada berpeluang terganggu.

Wakil Ketua Komisi II DPR Arwani Thomafi dalam keterangan persnya menyampaikan skema pelaksanaan pilkada jika terjadi bencana alam, kerusuhan, gangguan keamanan dan gangguan lainnya. UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada telah memberi skema dan aturannya.

"Dalam konteks saat ini, persoalan virus corona dapat masuk dalam kategori gangguan lainnya," kata Waketum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.

Ada dua skema yang terdapat dalam UU Pilkada, yakni skema pilkada lanjutan dan pilkada susulan. Pasal 120 ayat (1) mengatur mengenai pemilihan lanjutan jika gangguan tersebut mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan pilkada tidak dilaksanakan.

Pelaksanaan pemilihan lanjutan dimulai dari tahap penyelenggaraan pemilihan yang terhenti.

Sedangkan skema lainnya, yakni pilkada susulan. Skema ini dipilih jika gangguan tersebut mengakibatkan seluruh tahapan penyelenggaraan pemilihan terganggu.

Ini diatur di Pasal 121 ayat (1) UU Pilkada. Pelaksanaan pilkada susulan dilakukan untuk seluruh tahapan penyelenggaraan.

Skema pilkada lanjutan atau susulan dalam pemilihan gubernur (pilgub) dapat ditempuh jika 40 persen jumlah kabupaten/kota atau 50 persen jumlah pemilih yang terdaftar tidak dapat menggunakan haknya. Penetapan pilgub lanjutan atau susulan dilakukan oleh menteri atas usul KPU Provinsi.

Begitu juga skema pilkada lanjutan atau susulan untuk pilbup/pilwali jika tidak dapat dilaksanakan di 40 persen jumlah kecamatan atau 50 persen dari jumlah pemilih terdaftar tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih, penetapan pemilihan lanjutan atau susulan dilakukan oleh Gubernur atas usul KPU Kab/Kota.

Keputusan pilkada apakah dilakukan dengan skema lanjutan atau susulan sangat ditentukan kondisi objektif di lapangan. Dalam hal ini, pemetaan wilayah yang terpapar pagebluk corona menjadi relevan.

Pemetaan ini tentu harus berbasis data yang valid dan dihasilkan dari koordinasi dengan pihak terkait (stakeholder) lainnya dengan mempertimbangkan aspek perlindungan masyarakat.

Opsi mengenai model kampanye juga telah diatur di Pasal 65 ayat (1) seperti pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka/dialog, debat publik/debat terbuka antarpasangan dan lain-lain.

Apakah model kampanye dengan pertemuan terbatas dapat menjadi model yang dipilih di situasi paparan virus corona? Tentu pilihan tersebut tetap merujuk protokol yang ditetapkan WHO.

Karena itu, dia meminta KPU untuk segera melakukan pemetaan daerah-daerah penyelenggaraan pilkada dengan menghitung kondisi objektif daerah yang terkena sebaran virus corona. KPU tentu harus melakukan koordinasi dengan instansi terkait mengenai validitas data dan potensi atas paparan corona.

Yang perlu digarisbawahi adalah pelaksanaan pilkada harus tetap menomorsatukan perlindungan terhadap warga negara tanpa terkecuali atas ancaman virus corona.

Pewarta: Sri Muryono

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020