Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri optimis hadirnya Undang-Undang No. 11/ 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi atau Sisnas Iptek akan memuluskan jalan mewujudkan Indonesia sebagai negara industri.

"Saya mendukung gagasan Presiden Joko Widodo dengan menerbitkan UU sisnas Iptek ini sebagai langkah menuju negara industri," kata Megawati yang juga menjabat sebagai dewan pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional dalam Rakornas Kementistek/BRIN 2020 di Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Kamis.

Megawati berkeinginan Indonesia harus segera menjadi negara industri agar lima prioritas bidang dapat terpenuhi semua yakni mulai dari (1) sandang, pangan, papan (2) pendidikan dan  kesehatan (3) pekerjaan sosial dan jaminan sosial (4) infrastruktur dan lingkungan hidup; (5) agama, kercayaan dan kebudayaan.

Megwati juga mengingatkan untuk menjadi negara industri maju bukan berarti tidak berorientasi pada kepentingan nasional. Kepentingan nasional adalah kepentingan rakyat, bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. NKRI yang ber- Bhineka Tunggal Ika, yang berpegang teguh pada prinsip Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kebangsaan, Keadilan dan kesejahteraan.

Megawati kembali menegaskan untuk mewujudkan lima prioritas itu, kuncinya ada pada riset dan inovasi Iptek nasional kita sendiri, yang dijalankan oleh BRIN. 

"Saya yakin Presiden Jokowi memiliki arah pemikiran yang sejalan dengan amanat UU Sisnas Iptek," ujar Megawati.

Pokok-pokok dalam undang-undang ini meliputi  struktur, organisasi, tugas dan fungsi Badan Riset dan Inovasi Nasional adalah mengintegrasikan dan mengonsolidasikan, bukan hanya anggaran, tetapi juga sumber daya riset, baik sumber daya manusia, infrastruktur, maupun anggaran penelitian dan pengembangan, serta pengkajian dan penerapan (Litbangjirap), yang ada di Kementrian/Lembaga dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK).

Berikutnya  struktur organisasi BRIN, tidak boleh lagi berorientasi dan beroperasi pada watak birokrat. BRIN harus beorientasi pada rumpun keilmuan . Ini praktek yang juga lazim terjadi di badan-badan riset nasional negara lain. Hasil kerja sumber daya Iptek Indonesia, tidak boleh lagi hanya berujung pada kertas laporan belaka. Azas kegunaan dan kemanfaatan untuk pembangunan nasional harus dipastikan.

Mekanisme dan struktur organisasi BRIN memastikan secara bertahap pendanaan bagi riset dan inovasi nasional, tidak tergantung pada anggaran negara. Namun pendanaan secara bertahap bersumber dari hasil kerjasama dengan badan usaha.

Telah diatur terkait potongan pajak hingga 300 persen bagi badan usaha yang mengalokasikan dananya untuk riset dan inovasi nasional. 

"Tetapi, saya ingatkan maksudnya bukan berarti BRIN berorientasi profit. Mohon dengan hormat dikaji lagi niat untuk mendesain BRIN beroperasi seperti perusahaan holding," kata Megawati.

"Ingat, BRIN adalah badan negara, yang dibiayai APBN. Sekali lagi, tidak boleh profit oriented. Dana yang masuk dari Badan Usaha dalam negeri, maupun dari luar, tentu tak bisa “selonong boy” ke dalam BRIN, tidak bisa tanpa mekanisme yang telah diatur dalam sistem keuangan negara kita." tambah Megawati.

Megawati juga mengatakan kalau dirinya mendapat informasi BRIN akan dioperasikan dengan konsep seperti PTN Badan Hukum. Silakan baca putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan perguruan tinggi dioperasikan dengan model Badan Hukum Milik Negara. Putusan MK tersebut menjadi dasar UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. 

"Sebaiknya lakukan riset hukum dengan cermat, apakah UU Sisnas Iptek mengamanatkan hal yang sama dengan UU Pendidikan Tinggi yang berskema PTNBH. Jika tidak, sudah dapat saya pastikan, apabila BRIN beropersi dengan skema seperti PTNBH, jelas akan ada gugatan ke Mahkamah Konstitusi," kata Megawati.

Megawati juga mengingatkan kedaulatan adalah hal prinsip yang tidak bisa ditawar-tawar. Tentu saja, hal ini juga berlaku dalam arah pembentukan BRIN. Kemitraan IPTEK dengan luar negeri harus dipastikan menjamin terjadinya alih teknologi, dengan tetap berpedoman pada prinsip politik luar negeri bebas aktif.

Indonesia tidak anti asing, termasuk dalam bidang Iptek. Tetapi, tentunya kerjasama dengan bangsa lain pun harus berpegang pada prinsip kedaulatan negara. Kerjasama dan bantuan dari negara lain dalam bidang Iptek, bukan berarti kita mengikat kaki dan tangan kita sendiri, sehingga tak mampu berlari cepat mengejar segala ketertinggalan. Kerjasama, tentu bukan bermakna kita membelenggu bangsa sendiri, lantas menyerahkan regulasi dan kebijakan pembangunan pada bangsa lain.

Saya yakin, tidak ada satu pun negara, tidak akan ada satu bangsa pun di kolong langit ini, yang mau menyerahkan riset nasional mereka, yang menyangkut keberlangsungan hidup bangsa dan negaranya pada orang lain. Saya tahu pasti, Presiden Jokowi sebagai pemimpin nasional, memperjuangkan hal tersebut, memperjuangkan kerjasama Indonesia dengan negara lain dengan tujuan terciptanya perdamaian dunia, seperti amanat Pancasila.

Megawati akan meminta BPIP untuk membuat diskusi terbuka. Diskusi dengan tema khusus untuk memberikan masukkan kepada Presiden terkait Rancangan Peraturan Presiden tentang Pembentukan Badan Riset dan Inovasi Nasional.

"Diskusi yang akan BPIP adakan, direncanakan mengundang berbagai pihak, bukan hanya Kementrian dan Lembaga terkait, tetapi juga pakar hukum dan pakar dari berbagai bidang keilmuan. Kalau diperlukan, kita undang perwakilan negara- negara sahabat. Kita bangsa yang terbuka menerima masukkan, tetapi kita juga adalah bangsa yang merdeka dan berdaulat. Saya bersama Presiden Jokowi, dan tentunya bersama seluruh rakyat Indonesia, akan terus berjuang untuk mewujudkannya," kata Megawati.

Pewarta: Ganet Dirgantoro

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020