Sekitar 30 orang yang mengatasnamakan Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) menggelar aksi damai di depan Konsulat Jenderal RI di Hong Kong, Jumat.
"Aksi tadi siang sebenarnya bukan hanya terkait kasus wartawan kita, tapi ada beberapa hal yang perlu kami sampaikan," kata Koordinator JBMI Sringatin saat dihubungi Antara dari Beijing.
Dalam aksi tersebut, JBMI mendesak Kementerian Luar Negeri RI untuk mengusut kasus tuduhan terhadap seorang pembantu rumah tangga asal Indonesia yang ditangkap dan dibayar sebesar 3.000 HKD per hari untuk terlibat dalam aksi massa di Hong Kong menolak Rancangan Undang-Undang Ekstradisi.
"Itu fitnah yang sangat keji dan Menlu harus mengusut stafnya yang menyebar tuduhan itu," ujarnya.
Sringatin juga mendesak KJRI untuk menindak para majikan yang tetap mempekerjakan para buruh migran asal Indonesia pada hari libur dengan alasan keamanan karena unjuk rasa yang sering kali terjadi di Hong Kong.
"Tindakan ini bukan saja melanggar hukum perburuhan Hong Kong yang memberikan hak libur mingguan kepada seluruh PRT, melainkan menyebabkan buruh migran kita tidak bisa beristirahat setelah enam hari penuh bekerja," katanya.
Ia juga mendesak KJRI Hong Kong untuk mengambil tindakan konkret terhadap wartawan media komunitas asal Indonesia yang terkena tembakan saat meliput unjuk rasa di kawasan Wanchai pada Selasa (1/10) lalu.
"Konsulat Indonesia jangan hanya membuat pengumuman yang hanya menenangkan komunitas warga Indonesia," serunya.
Aksi damai yang berlangsung sekitar satu jam tersebut diakhiri dengan menyerahkan pernyataan sikap kepada salah satu staf KJRI Hong Kong.
"Kami terus menunggu tindak lanjut dari tuntutan ini," kata Sringatin saat ditanya mengenai kemungkinan adanya aksi lanjutan.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019
"Aksi tadi siang sebenarnya bukan hanya terkait kasus wartawan kita, tapi ada beberapa hal yang perlu kami sampaikan," kata Koordinator JBMI Sringatin saat dihubungi Antara dari Beijing.
Dalam aksi tersebut, JBMI mendesak Kementerian Luar Negeri RI untuk mengusut kasus tuduhan terhadap seorang pembantu rumah tangga asal Indonesia yang ditangkap dan dibayar sebesar 3.000 HKD per hari untuk terlibat dalam aksi massa di Hong Kong menolak Rancangan Undang-Undang Ekstradisi.
"Itu fitnah yang sangat keji dan Menlu harus mengusut stafnya yang menyebar tuduhan itu," ujarnya.
Sringatin juga mendesak KJRI untuk menindak para majikan yang tetap mempekerjakan para buruh migran asal Indonesia pada hari libur dengan alasan keamanan karena unjuk rasa yang sering kali terjadi di Hong Kong.
"Tindakan ini bukan saja melanggar hukum perburuhan Hong Kong yang memberikan hak libur mingguan kepada seluruh PRT, melainkan menyebabkan buruh migran kita tidak bisa beristirahat setelah enam hari penuh bekerja," katanya.
Ia juga mendesak KJRI Hong Kong untuk mengambil tindakan konkret terhadap wartawan media komunitas asal Indonesia yang terkena tembakan saat meliput unjuk rasa di kawasan Wanchai pada Selasa (1/10) lalu.
"Konsulat Indonesia jangan hanya membuat pengumuman yang hanya menenangkan komunitas warga Indonesia," serunya.
Aksi damai yang berlangsung sekitar satu jam tersebut diakhiri dengan menyerahkan pernyataan sikap kepada salah satu staf KJRI Hong Kong.
"Kami terus menunggu tindak lanjut dari tuntutan ini," kata Sringatin saat ditanya mengenai kemungkinan adanya aksi lanjutan.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019