"All you need is love" (yang kamu butuhkan itu cinta) kata The Beatles dalam lagunya yang berjudul sama dan dirilis pada 1967, tampaknya cocok dengan kondisi pemain timnas Chile Alexis Sanchez.
Setidaknya menurut pelatih Chile Reinaldo Rueda, cinta itu yang tidak didapatkan Alexis Sanchez dari Manchester United selama bermain 18 bulan terakhir untuk klub Liga Premier ini.
Selama tiga setengah musim di Arsenal setelah pindah dari Barcelona dengan banderol 35 juta pound untuk memberi jalan kepada pemain Uruguay Luis Suarez yang pindah dari Liverpool, Sanchez telah membangun reputasi sebagai salah satu penyerang paling ditakuti di Liga Inggris.
Dia dua kali terpilih sebagai pemain terbaik Arsenal dan masuk tim impian Liga Premier musim 2014/2015. Namun selama 18 bulan bersama United, Sanchez telah kehilangan baik penampilan maupun kepercayaan diri. Kini MU si raksasa Liga Premier ingin melepasnya yang gaji per minggunya 400 ribu pound atau Rp7,1 miliar.
Tetapi Sanchez telah membuktikan tanda-tanda kekuatan lamanya kembali di Copa America di mana dia mencetak gol penentu kemenangan dalam adu penalti melawan Kolombia yang membawa Chile ke semifinal untuk menghadapi Peru.
Dia juga selalu mencetak gol pada dua pertandingan pertama Chile, saat menang melawan Jepang dan Ekuador. Itu artinya dia mencetak gol jauh lebih banyak dibandingkan selama bermain dengan United.
Menurut Rueda, yang membuat Sanchez melempem bersama MU karena ada yang hilang dari kehidupannya di Manchester, yakni "cinta."
"Di tim nasional dan karena perhatian yang mereka dapatkan, para pemain tak ingin pergi," kata pelatih asal Kolombia yang tidak disukai publik Chile karena menanggalkan penjaga gawang Claudio Bravo yang populer di Chile dari skuat timnas negara ini untuk Copa America.
Baca juga: Chile bertekad menciptakan sejarah
"Meskipun tidak bermain untuk klub-klub mereka, para pemain ini datang bersama komitmen dan menempa tim yang kuat."
Sanchez adalah pahlawan di negaranya karena menjadi satu di antara para bintang Chile yang dua kali berturut-turut menjuarai Copa America pada 2015 dan 2016. Mereka satunya-satunya kelompok pemain yang pernah ada dalam sejarah Chile.
Anak ajaib
Sanchez dikenal sebagai "Nino Maravilla" atau "Anak Ajaib" di tanah kelahirannya dan penjadi pencetak gol paling banyak sepanjang masa Chile dengan 43 gol. Bahkan sebuah film diproduksi untuk mengabadikan hidupnya di mana dia sendiri menjadi pemerannya.
Selain menciptakan gol penalti penentu kemenangan melawan Kolombia, dia menjaringkan gol penting saat menang 2-1 melawan Ekuador, dan ikut meluluhlantakkan Jepang dengan skor 4-0.
Di Manchester, dia hanya bisa mencetak satu gol Liga Premier dalam 20 penampilan yang sembilan di antaranya menjadi starter atau diturunkan sejak menit pertama.
Dia terlihat menyianyiakan sebagian besar waktunya ketika mengenakan kostum merah United, jarang secara efektif terhubung dengan rekan-rekan satu timnya atau tak bisa mempertontonkan kecepatan dan kecerdikan yang dia tampilkan selama berkarir di Udinese, Barcelona, dan Arsenal.
Baca juga: Fans penentu Brasil pupus memori hitam kalah 1-7
Tetapi bukan dia seorang yang mengalami musim mengecewakan di tingkat klub tetapi justru cemerlang bersama tim nasionalnya.
Pemain Kolombia James Rodriguez juga seperti tidak diinginkan baik oleh Real Madrid maupun Bayern Muenchen yang dua setengah musim ini diperkuatnya sebagai pemain pinjaman. Di dua klub itu dia kehilangan segala kreativitas dan keorisinalannya yang justru terlihat sewaktu bermain untuk Kolombia di Brasil sampai mereka dikalahkan Chile dalam adu penalti.
Dan Philippe Coutinho, yang disoraki fans Barcelona dan dipermalukan pres Katalunya yang terus menuntutnya, menciptakan dua gol pada pertandingan pembuka Brasil melawan Bolivia sampai tetap menjadi salah satu pilihan utama pelatih timnas Tite.
Mereka boleh dianggap sebelah mata di klub-klub mereka di Eropa, tetapi mereka tetap disanjung para fans mereka di negaranya masing-masing.
"Itulah mengapa para pemain seperti Coutinho, James atau Alexis, yang tidak melewati musim yang hebat, kembali menjadi diri mereka sendiri bersama tim nasional," kata Rueda.
"Perlakuan yang diberikan kepada para pemain itu sebagai pemain profesional dan sebagai manusia menciptakan timbal balik yang mendorong mereka memberikan segalanya."
Dari performanya saat ini, Sanchez terlihat tidak hanya mampu membawa Chile menjuarai Copa tiga kali berturut-turut, tetapi juga bakal menempatkan dirinya dalam sorotan pasar transfer yang bakal membuatnya direkrut salah satu raksasa Eropa sehingga mengakhiri mimpi buruknya di United.
Baca juga: Messi siap berkorban demi kemaslahatan tim
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019
Setidaknya menurut pelatih Chile Reinaldo Rueda, cinta itu yang tidak didapatkan Alexis Sanchez dari Manchester United selama bermain 18 bulan terakhir untuk klub Liga Premier ini.
Selama tiga setengah musim di Arsenal setelah pindah dari Barcelona dengan banderol 35 juta pound untuk memberi jalan kepada pemain Uruguay Luis Suarez yang pindah dari Liverpool, Sanchez telah membangun reputasi sebagai salah satu penyerang paling ditakuti di Liga Inggris.
Dia dua kali terpilih sebagai pemain terbaik Arsenal dan masuk tim impian Liga Premier musim 2014/2015. Namun selama 18 bulan bersama United, Sanchez telah kehilangan baik penampilan maupun kepercayaan diri. Kini MU si raksasa Liga Premier ingin melepasnya yang gaji per minggunya 400 ribu pound atau Rp7,1 miliar.
Tetapi Sanchez telah membuktikan tanda-tanda kekuatan lamanya kembali di Copa America di mana dia mencetak gol penentu kemenangan dalam adu penalti melawan Kolombia yang membawa Chile ke semifinal untuk menghadapi Peru.
Dia juga selalu mencetak gol pada dua pertandingan pertama Chile, saat menang melawan Jepang dan Ekuador. Itu artinya dia mencetak gol jauh lebih banyak dibandingkan selama bermain dengan United.
Menurut Rueda, yang membuat Sanchez melempem bersama MU karena ada yang hilang dari kehidupannya di Manchester, yakni "cinta."
"Di tim nasional dan karena perhatian yang mereka dapatkan, para pemain tak ingin pergi," kata pelatih asal Kolombia yang tidak disukai publik Chile karena menanggalkan penjaga gawang Claudio Bravo yang populer di Chile dari skuat timnas negara ini untuk Copa America.
Baca juga: Chile bertekad menciptakan sejarah
"Meskipun tidak bermain untuk klub-klub mereka, para pemain ini datang bersama komitmen dan menempa tim yang kuat."
Sanchez adalah pahlawan di negaranya karena menjadi satu di antara para bintang Chile yang dua kali berturut-turut menjuarai Copa America pada 2015 dan 2016. Mereka satunya-satunya kelompok pemain yang pernah ada dalam sejarah Chile.
Anak ajaib
Sanchez dikenal sebagai "Nino Maravilla" atau "Anak Ajaib" di tanah kelahirannya dan penjadi pencetak gol paling banyak sepanjang masa Chile dengan 43 gol. Bahkan sebuah film diproduksi untuk mengabadikan hidupnya di mana dia sendiri menjadi pemerannya.
Selain menciptakan gol penalti penentu kemenangan melawan Kolombia, dia menjaringkan gol penting saat menang 2-1 melawan Ekuador, dan ikut meluluhlantakkan Jepang dengan skor 4-0.
Di Manchester, dia hanya bisa mencetak satu gol Liga Premier dalam 20 penampilan yang sembilan di antaranya menjadi starter atau diturunkan sejak menit pertama.
Dia terlihat menyianyiakan sebagian besar waktunya ketika mengenakan kostum merah United, jarang secara efektif terhubung dengan rekan-rekan satu timnya atau tak bisa mempertontonkan kecepatan dan kecerdikan yang dia tampilkan selama berkarir di Udinese, Barcelona, dan Arsenal.
Baca juga: Fans penentu Brasil pupus memori hitam kalah 1-7
Tetapi bukan dia seorang yang mengalami musim mengecewakan di tingkat klub tetapi justru cemerlang bersama tim nasionalnya.
Pemain Kolombia James Rodriguez juga seperti tidak diinginkan baik oleh Real Madrid maupun Bayern Muenchen yang dua setengah musim ini diperkuatnya sebagai pemain pinjaman. Di dua klub itu dia kehilangan segala kreativitas dan keorisinalannya yang justru terlihat sewaktu bermain untuk Kolombia di Brasil sampai mereka dikalahkan Chile dalam adu penalti.
Dan Philippe Coutinho, yang disoraki fans Barcelona dan dipermalukan pres Katalunya yang terus menuntutnya, menciptakan dua gol pada pertandingan pembuka Brasil melawan Bolivia sampai tetap menjadi salah satu pilihan utama pelatih timnas Tite.
Mereka boleh dianggap sebelah mata di klub-klub mereka di Eropa, tetapi mereka tetap disanjung para fans mereka di negaranya masing-masing.
"Itulah mengapa para pemain seperti Coutinho, James atau Alexis, yang tidak melewati musim yang hebat, kembali menjadi diri mereka sendiri bersama tim nasional," kata Rueda.
"Perlakuan yang diberikan kepada para pemain itu sebagai pemain profesional dan sebagai manusia menciptakan timbal balik yang mendorong mereka memberikan segalanya."
Dari performanya saat ini, Sanchez terlihat tidak hanya mampu membawa Chile menjuarai Copa tiga kali berturut-turut, tetapi juga bakal menempatkan dirinya dalam sorotan pasar transfer yang bakal membuatnya direkrut salah satu raksasa Eropa sehingga mengakhiri mimpi buruknya di United.
Baca juga: Messi siap berkorban demi kemaslahatan tim
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019