Provinsi Banten masih mengandalkan impor golongan barang bahan kimia organik disebabkan ketersediaan bahan baku itu di dalam negeri masih terbatas, sementara Banten memiliki banyak industri kimia yang membutuhkan bahan tersebut.

Kabid Statistik Distribusi Badan Pusat Statistik (BPS) Banten Bambang Widjonarko di Serang, Senin (15/4) menyebutkan 23,23 persen dari total impor nonmigas Banten pada Februari 2019 adalah bahan kimia organik, 11,14 persen besi dan baja, selebihnya golongan barang lainnya.

Nilai total impor Banten pada Februari 2019 sebesar 910,96 juta dolar AS, turun 12,07 persen dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 1.036,01 juta dolar AS. Dari jumlah impor sebesar itu, impor nonmigas 638,76 juta dolar AS, sisanya impormigas sebesar 272,20 juta dolar AS.

Widjanarko menjelaskan peran impor komoditi nonmigas pada Februari 2019 masih sangat dominan yaitu 74,63 persen. Dominasi komoditi nonmigas juga dapat dilihat dari perannya terhadap impor pada bulan Desember 2018 dan Januari 2019 yang secara berturut-turut tercatat sebesar 69,38 persen dan 78,59 persen.

Dibanding periode Januari – Februari 2018, impor Banten periode yang sama pada tahun 2019 turun 1,08 persen. Penurunan tersebut disebabkan oleh impor komoditi migas yang mengalami penurunan 18,93 persen, sementara di sisi lain terjadi kenaikan impor komoditi nonmigas sebesar 6,92 persen.

Nilai impor nonmigas untuk sepuluh golongan barang pada Februari 2019 turun 20,31 persen atau sebesar 156,24 juta dolar AS, dari sebelumnya 769,31 juta dolar AS menjadi 613,06 juta dolar AS. Sedangkan pada golongan barang lainnya terjadi peningkatan 11,69 persen atau sebesar 31,19 juta dolar AS.

Nilai impor nonmigas terbesar Februari 2019 berasal dari golongan barang bahan kimia organik yang mencapai 191,45 juta dolar AS, disusul oleh besi dan baja serta gandum-ganduman dengan nilai impor masing-masing sebesar 71,85 juta dolar AS dan 70,82juta dolar AS.

Peran impor nonmigas untuk sepuluh golongan barang pada Januari- Februari 2019 mencapai 71,00 persen, dengan peran tertinggi berasal dari bahan kimia organik yaitu mencapai 23,23 persen (452,33 juta dolar AS) kemudian diikuti oleh besi dan baja sebesar 11,14 persen atau 216,82 juta dolar AS.

Peran delapan golongan barang lainnya dari sepuluh golongan barang pada Februari 2019 masih kurang dari 9 persen, sementara peran golongan barang lainnya di luar sepuluh golongan barang tercatat sebesar 29,00 persen.

Tujuh dari sepuluh golongan barang nonmigas mengalami peningkatan nilai impor. Sedangkan pada tiga golongan barang lainnya terjadi penurunan. Peningkatan impor tertinggi dan terendah terjadi pada golongan gandum-ganduman dan mesin-mesin/pesawat mekanik dengan peningkatan impor masing-masing sebesar 50,53 juta dolar AS dan 8,38 juta dolar AS. Sebaliknya, penurunan nilai impor terjadi pada bahan kimia organik, gula dan kembang gula, golongan bijih, kerak dan abu logam.

"Kecuali gula dan kembang gula, jika disandingkan secara bersamaan, sembilan dari sepuluh golongan barang impor nonmigas pada Februari 2019 tersebut adalah golongan barang yang sama dengan bulan sebelumnya. Tujuh dari sembilan golongan barang tadi, kecuali gula dan kembang gula dan mesin/peralatan listrik merupakan golongan barang yang selalu masuk dalam sepuluh golongan barang impor utama Banten sejak awal 2018, dengan peran gabungan selama periode tersebut, selalu tidak pernah kurang dari 80 persen," katanya.

Negara pemasok barang impor nonmigas terbesar pada Februari 2019 adalah Thailand dengan nilai impor sebesar 116,73 juta dolar AS, diikuti oleh Tiongkok dan Australia, masing-masing dengan impor sebesar 83,68 juta dolar AS dan 79,25 juta dolar AS, sementara impor nonmigas dari ASEAN mencapai 219,43 juta dolar AS.

Pewarta: Ridwan Chaidir

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019