Beragam upaya sekolah dan guru agar siswa-siswa gemar membaca dan mempertahankan minat baca itu.
Kepala Sekolah SDN 12 Tenggarong, Kutai Kartanegara, Siti Albani menyadari sekolahnya mengalami masalah baru justru setelah sejumlah guru mengikuti pelatihan mengajarkan program literasi bersama Tanoto Foundation.
Program literasi adalah program pelatihan peningkatan minat baca. Kepada para guru diberikan sejumlah metode dan teknik, cara dan trik, agar siswa suka membaca.
“Kami selalu yakin, minat baca anak-anak itu mudah dibangkitkan. Nah sekarang anak-anak sudah gemar membaca, eh buku-bukunya kurang,” kata Albani.
Saat ini setiap kelas punya pojok baca, yaitu sebuah rak kecil dengan sejumlah buku. Murid-murid membaca buku dari perpustakaan kelas itu bergantian. Lalu tiba masa semua buku sudah dibaca oleh semua siswa.
Sebab tak selalu ada dana untuk beli buku baru, solusinya ketemu sendiri. Buku-buku antarpojok baca setiap kelas ditukar. “Buku dari kelas 5 boleh dipinjam murid kelas 6, murid kelas 5 boleh pinjam ke kelas 6,” senyum Albani.
Tidak hanya buku-buku yang bertukar dan minat baca yang terus meningkat. Anak-anak juga berteman lebih luas.
Ada pula kiat dari Madrasah Ibtidaiyah Asy Syauqi, juga di Tenggarong. Karena sekolahnya langganan beli buku pelajaran dengan sebuah penerbit, Kepala Sekolah Iip Syarifah pun minta sang penerbit turut berbagi keuntungan perusahaan ala community social responsibilty (CSR).
“Di sekolah kami punya Hari Membaca atau reading day setiap minggu. Nah, penerbit yang bawakan buku-buku buat siswa,” tutur Syarifah.
Pada hari membaca itu, disediakan waktu satu jam bagi siswa untuk membaca dan kemudian menceritakan isi bacaannya. “Bagi yang berani bercerita di depan teman-temannya dikasih hadiah buku lagi oleh penerbit,” kata Syarifah lagi.
Sejauh ini sudah dua kali Hari Membaca dengan sponsor buku dari penerbit. Karena buku-buku selalu baru dan ada hadiah, kata Syarifah, anak-anak jadi tambah semangat membaca.
Selain itu, Ibu Iip, panggilan Kepala Sekolah Iip Syarifah, juga membentuk paguyuban kelas yang anggotanya guru dan para orangtua siswa. Karena ini sudah zaman now, paguyuban dijalankan lewat grup percakapan di aplikasi Whatsapps.
“Saya bisa mengimbau para orangtua menyumbang buku. Saat buku diserahkan, ada seremoni kecil dan difoto. Foto di-share grup, selain sebagai laporan, juga sebagai inspirasi bagi yang lain,” papar Bu Iip.
Ada juga SDN 003 Tenggarong yang pakai cara lama tapi cukup ampuh, menarik buku dari calon alumni. “Kami minta siswa yang akan lulus menyumbang sekurangnya satu buku. Buku cerita atau buku lain yang sesuai,” cerita Kurnia, satu guru SDN 003.
Saat akhir tahun ajaran 2017-2018 lalu, sekolah pun mendapat sumbangan 60 buku. Buku-buku kenangan dari alumni itu diberi stempel khusus yang berbeda dengan stempel buku dari sumber lain.
Buku dari alumni dimasukkan ke pojok baca, dan buku dari pojok baca digilirkan ke kelas-kelas yang berbeda. “Dapat buku baru, anak-anak senang. Yang menyumbang juga senang,” kata Bu Kurnia sumringah.*
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019