Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Banten mengalami penurunan 0,50 persen dibandingkan bulan sebelumnya dari 100,64 menjadi 100,14.
Penurunan NTP sebesar itu dikarenakan indeks harga yang diterima petani mengalami penurunan sebesar 0,43 persen, sementara indeks harga yang dibayar petani mengalami kenaikan sebesar 0,07 persen, kata Kabid Statistik Distribusi Badan Pusat Statistik (BPS) Banten Bambang Widjonarko di Serang, Senin.
Ia mengatakan sub sektor pertanian yang memberikan andil besar turunya NTP Banten tersebut adalah subsektor Tanaman
Pangan yang turun sebesar 1,14 persen, Subsektor Perikanan sebesar 0,15 persen, Subsektor Peternakan 0,07 persen dan Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebesar 0,01 persen. Hanya Subsektor Tanaman Hortikultura mengalami kenaikan sebesar 0,28 persen.
Indeks Harga yang Diterima Petani (It) mengalami penurunan sebesar 0,43 persen dibanding It Februari, yaitu turun dari 138,82 menjadi 138,22. Penurunan It sebesar itu karena turunnya It pada Subsektor Tanaman Pangan sebesar 1,03 persen, Subsektor Peternakan 0,11 persen dan Subsektor Perikanan sebesar 0,02 persen.
Sementara Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) terdiri dari konsumsi rumah tangga (KRT) dan biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM), dapat dilihat dari fluktuasi harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat perdesaan, serta
fluktuasi harga barang dan jasa yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian.
Ia menyebutkan indeks harga yang dibayar petani mengalami kenaikan sebesar 0,07 persen, disebabkan naiknya indeks harga KRT sebesar 0,09 persen dan kenaikan indeks harga BPPBM sebesar 0,07 persen.
"Kenaikan indeks KRT yang cukup signifikan disebabkan oleh naiknya indeks harga pada kelompok bahan makanan sebesar 0,20 persen, sedangkan yang mengalami penurunan indeks kelompok perumahan dan sandang. Sementara itu, kenaikan pada indeks BPPBM disebabkan oleh naiknya indeks harga pada kelompok Upah buruh; kelompok biaya sewa dan pengeluaran lain, dan kelompok pupuk, obat – obatan dan pakan, sebaliknya kelompok transportasi, bibit dan penambahan barang modal mengalami penurunan, " katanya.
Widjonarko mengatakan dari pantauan di empat kabupaten (Tangerang, Serang, Pandeglang, Lebak) terjadi inflasi di perdesaan sebesar 0,09 persen, pada kelompok bahan makanan sebesar 0,20 persen, kesehatan 0,17 persen, transportasi dan komunikasi 0,07 persen dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,03 persen. Sementara di kelompok lainnya yakni perumahan dan sandang berturut – turut mengalami deflasi sebesar 0,13 dan 0,04
Dari 33 provinsi di Indonesia, sebanyak 15 provinsi yang NTP-nya berada di atas angka 100. NTP tertinggi dicapai oleh Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan nilai indeks sebesar 110,46 yang diikuti oleh Provinsi Jawa Barat sebesar 109,91. Sedangkan Nilai Tukar Petani terendah terjadi di Provinsi Bangka Belitung sebesar 84,15.
"NTP Nasional sebesar 102,73 yang mengalami penurunan sebesar 0,21 persen dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 102,94," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019
Penurunan NTP sebesar itu dikarenakan indeks harga yang diterima petani mengalami penurunan sebesar 0,43 persen, sementara indeks harga yang dibayar petani mengalami kenaikan sebesar 0,07 persen, kata Kabid Statistik Distribusi Badan Pusat Statistik (BPS) Banten Bambang Widjonarko di Serang, Senin.
Ia mengatakan sub sektor pertanian yang memberikan andil besar turunya NTP Banten tersebut adalah subsektor Tanaman
Pangan yang turun sebesar 1,14 persen, Subsektor Perikanan sebesar 0,15 persen, Subsektor Peternakan 0,07 persen dan Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebesar 0,01 persen. Hanya Subsektor Tanaman Hortikultura mengalami kenaikan sebesar 0,28 persen.
Indeks Harga yang Diterima Petani (It) mengalami penurunan sebesar 0,43 persen dibanding It Februari, yaitu turun dari 138,82 menjadi 138,22. Penurunan It sebesar itu karena turunnya It pada Subsektor Tanaman Pangan sebesar 1,03 persen, Subsektor Peternakan 0,11 persen dan Subsektor Perikanan sebesar 0,02 persen.
Sementara Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) terdiri dari konsumsi rumah tangga (KRT) dan biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM), dapat dilihat dari fluktuasi harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat perdesaan, serta
fluktuasi harga barang dan jasa yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian.
Ia menyebutkan indeks harga yang dibayar petani mengalami kenaikan sebesar 0,07 persen, disebabkan naiknya indeks harga KRT sebesar 0,09 persen dan kenaikan indeks harga BPPBM sebesar 0,07 persen.
"Kenaikan indeks KRT yang cukup signifikan disebabkan oleh naiknya indeks harga pada kelompok bahan makanan sebesar 0,20 persen, sedangkan yang mengalami penurunan indeks kelompok perumahan dan sandang. Sementara itu, kenaikan pada indeks BPPBM disebabkan oleh naiknya indeks harga pada kelompok Upah buruh; kelompok biaya sewa dan pengeluaran lain, dan kelompok pupuk, obat – obatan dan pakan, sebaliknya kelompok transportasi, bibit dan penambahan barang modal mengalami penurunan, " katanya.
Widjonarko mengatakan dari pantauan di empat kabupaten (Tangerang, Serang, Pandeglang, Lebak) terjadi inflasi di perdesaan sebesar 0,09 persen, pada kelompok bahan makanan sebesar 0,20 persen, kesehatan 0,17 persen, transportasi dan komunikasi 0,07 persen dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,03 persen. Sementara di kelompok lainnya yakni perumahan dan sandang berturut – turut mengalami deflasi sebesar 0,13 dan 0,04
Dari 33 provinsi di Indonesia, sebanyak 15 provinsi yang NTP-nya berada di atas angka 100. NTP tertinggi dicapai oleh Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan nilai indeks sebesar 110,46 yang diikuti oleh Provinsi Jawa Barat sebesar 109,91. Sedangkan Nilai Tukar Petani terendah terjadi di Provinsi Bangka Belitung sebesar 84,15.
"NTP Nasional sebesar 102,73 yang mengalami penurunan sebesar 0,21 persen dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 102,94," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019