Lebak (Antaranews Banten) - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) berunjuk rasa di Kantor Pemerintah Kabupaten Lebak untuk mempertanyakan keseriusan aparatur pemerintah daerah untuk menangani permasalahan.
"Kami merasa prihatin Kabupaten Lebak yang memasuki usia ke-190, namun hingga kini masih menyandang daerah tertinggal," kata Sandy Maulana, koordinator lapangan (korlap) dalam orasinya di Lebak, Kamis.
Kabupaten Lebak yang berdiri 2 Desember 1828 yang semestinya usia itu mengalami kemajuan dari berbagai sektor mulai ekonomi, pendidikan, infrastuktur dan pendidikan.
Namun, realisasinya hingga kini masih menyandang daerah tertinggal di Tanah Air.
Ketertinggalan itu bisa dilihat dari sisi kemanusian masih sangat memprihatinkan, diantaranya isu kekerasan perempuan dan anak.
Kekerasan yang dialami perempuan dan anak akibat tidak maksimalnya sosialisasi, sehingga banyak kasus tersebut tidak dilaporkan kepada penegak hukum.
Pemerintah daerah juga memfokuskan pengembangan sektor wisata untuk menopang pertumbuhan ekonomi.
Namun, persoalan itu terdapat pabrik yang mencemari pantai juga merusak habitat biota laut.
Kondisi demikian, tentu sangat merugikan sektor pariwisata.
Selain itu juga masih banyak gedung bersejarah, tetapi kondisinya terbengkalai.
Karena itu, mahasiswa menuntut pemerintah daerah agar membuat pelayanan serta pengaduan di setiap pelosok desa untuk mencegah kekerasan terhadap anak dan perempuan.
Pemerintah daerah mendesak kepada pemerintah pusat untuk mengesahkan RUU penghapusan kekerasan seksual.
Disamping itu pemerintah daerah agar memantau prosedur pengolahan limbah sesuai dengan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL),Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) dan Analis Dampak Lingkungan (Amdal).
Begitu juga pemerintah daerah segera kembali membangun gedung bersejarah itu.
"Kami berharap tuntutan itu bisa direalisasikan oleh pemerintah daerah," katanya.
Aksi tuntutan mahasiswa itu berjalan lancar tanpa menimbulkan tindakan kekerasan.
"Kami mengapresiasi aksi unjuk rasa mahasiswa damai," kata petugas kepolisian di lapangan.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2018
"Kami merasa prihatin Kabupaten Lebak yang memasuki usia ke-190, namun hingga kini masih menyandang daerah tertinggal," kata Sandy Maulana, koordinator lapangan (korlap) dalam orasinya di Lebak, Kamis.
Kabupaten Lebak yang berdiri 2 Desember 1828 yang semestinya usia itu mengalami kemajuan dari berbagai sektor mulai ekonomi, pendidikan, infrastuktur dan pendidikan.
Namun, realisasinya hingga kini masih menyandang daerah tertinggal di Tanah Air.
Ketertinggalan itu bisa dilihat dari sisi kemanusian masih sangat memprihatinkan, diantaranya isu kekerasan perempuan dan anak.
Kekerasan yang dialami perempuan dan anak akibat tidak maksimalnya sosialisasi, sehingga banyak kasus tersebut tidak dilaporkan kepada penegak hukum.
Pemerintah daerah juga memfokuskan pengembangan sektor wisata untuk menopang pertumbuhan ekonomi.
Namun, persoalan itu terdapat pabrik yang mencemari pantai juga merusak habitat biota laut.
Kondisi demikian, tentu sangat merugikan sektor pariwisata.
Selain itu juga masih banyak gedung bersejarah, tetapi kondisinya terbengkalai.
Karena itu, mahasiswa menuntut pemerintah daerah agar membuat pelayanan serta pengaduan di setiap pelosok desa untuk mencegah kekerasan terhadap anak dan perempuan.
Pemerintah daerah mendesak kepada pemerintah pusat untuk mengesahkan RUU penghapusan kekerasan seksual.
Disamping itu pemerintah daerah agar memantau prosedur pengolahan limbah sesuai dengan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL),Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) dan Analis Dampak Lingkungan (Amdal).
Begitu juga pemerintah daerah segera kembali membangun gedung bersejarah itu.
"Kami berharap tuntutan itu bisa direalisasikan oleh pemerintah daerah," katanya.
Aksi tuntutan mahasiswa itu berjalan lancar tanpa menimbulkan tindakan kekerasan.
"Kami mengapresiasi aksi unjuk rasa mahasiswa damai," kata petugas kepolisian di lapangan.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2018