Serang (Antaranews Banten) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPA) RI mengajak aparat penegak hukum yang terdiri dari kepolisian, kejaksaan dan pengadilan melakukan sinergi dan menyamakan persepsi dalam penanganan kasus anak yang berhadapan dengan hukum (ABH).
       
Asisten Deputi Perlindungan Anak Berhadapan Dengan Hukum Kementerian PPA, Ali  Khasan di Serang, Selasa mengatakan, sesuai dengan kewenangan yang diberikan terhadap kementerian PPA diantaranya untuk melakukan kordinasi lintas sektor dan sinkronisasi rumusan kebijakan lintas sektor. Salah satu diantaranya menyamakan persepsi dalam penanganan kasus anak yang berhadapan dengan hukum.
       
''Contoh dalam penanganan kasus anaka yang berhadapan dengan hukum, tugas kita mengkordinasikan untuk bersinergi. Sedangkan implementasinya ada pada kementerian dan lembaga terkait," kata Ali pada kegiatan peningkatan kapasitas aparat penegak hukum dalam perlindungan dan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum yang diikuti perwakilan empat provinsi yakni Banten, Sumatera Selatan, Lampung dan Bengkulu.
       
Oleh karena itu, kata dia, kepolisian, kejaksaan dan pengadilan harus punya komitmen bersama dalam penanganan kasus anak tersebut, jangan disamakan dengan penanganan kasus hukum pidana lainnya. Hal ini untuk kepentingan yang terbaik bagi masa depan dan perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum.
       
''Yang dibutuhkan implementasinya dan persamaan persepsi serta komitmen menjalankan UU No 11 2012 tentang sisitem peradilan anak dengan adanya istilah diversi. Ini harus bisa dipahami," kata dia.
       
Ia mengatakan, pada Pasal 1 angka 7 UU 11/2012, pengertian diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Lalu, Pasal 5 ayat (3) menegaskan “dalam Sistem Peradilan Pidana Anak wajib diupayakan diversi.
        
''Dengan UU tersebut semuanya bisa diminimalisir. Bahkan untuk aparat penegak hukum yang menangani kasusu tersebut harus memiliki sertifikasi anak," kata dia.
       
Pihaknya mengaku masih belum banyak penegak hukum yang memiliki sertifikat anak. Oleh karena itu pihaknya terus berupaya memberikan pemahaman dalam upaya peningkatan kapasitas untuk mendorong ke arah penanganan kasus anak yang lebih baik lagi oleh penegak hukum.
       
Kegiatan peningkatan kapasitas aparat penegak hukum dalam perlindungan dan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum diikuti perwakilan dari unsur kepolisian, kejaksaan dan pengadilan dari empat provinsi yakni Banten, Sumatera Selatan, Lampung dan Bengkulu. Kegiatan tersebut dibuka Sekretaris Daerah (Sekda) Banten Ranta Soeharta didampingi Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Kependudukan dan Keluarga Berencana (DPAK3B) Provinsi Banten Siti Ma'ani Nina.
       
Salah seorang narasumber dalam kegiatan tersebut Wakil Pengadilan Tinggi Bangka Belitung dr Ridwan Mansyur mengatakan, dalam penanganan kasus anak berhadapan dengan hukum tidak bisa disamakan dengan proses hukum dalam kasus pidana lainnya yang dihadapi  orang dewasa. Dalam penanganan kasus anak harus berhati hati karena berbeda dengan penanganan kasus hukum pidana lainnya, jangan sampai melanggar HAM anak, menganggu tumbuh kembang anak serta menganggu psikologsinya.
       
''Diperlukan orang spesialis yang memiliki sertifikat penanganan anak, karena tidak bisa dilakukan semua orang. Dalam penangannya harus melihat masa depan anak," kata Ridwan. 

Pewarta: Mulyana

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2018