Kepala Balai Pengujian Kesehatan Ikan dan Lingkungan (BPKIL) Serang, Banten, Toha Tusihadi mengatakan, deteksi dini penyakit pada udang vannamei yang dibudidayakan menjadi kunci sukses peningkatan produksi tambak.
 
Toha dalam seminar edukasi bertajuk “Monitoring Penyakit Udang untuk Meningkatkan Produktivitas Tambak Udang Vannamei” di Cilegon, Rabu mengatakan dari hal tersebut, pengelola tambak juga dapat memahami hakikatnya memelihara air.
 
Sehingga, pengelola tambak dapat melakukan budidaya udang yang berkelanjutan, dan merasakan manfaat lebih besar di masa mendatang, dengan kondisi air yang optimum untuk perkembangan udang.
 
"Untuk menjaga keberlanjutan bagaimana penyakit biar tidak tersebar keluar kemudian budidaya bisa sustainable. Artinya budidaya itu bukan berhasil untuk saat ini, tapi untuk tambak mendatang," ujar Toha.

Baca juga: Dampingi Menteri KKP, Bupati Serang Dorong Program Budidaya Nila dan Udang
 
Toha mengatakan BPKIL Serang memiliki kegiatan utama yakni monitoring dan surveilans, memantau dari pertambakan hingga tempat penetasan, untuk memastikan benur atau benih udang bebas penyakit.
 
Selain itu, BPKIL Serang memberikan layanan pengujian dari petambak dari perusahaan pembenihan benur, untuk melakukan pengujian secara mandiri.
 
Toha mengapresiasi adanya pihak swasta seperti Genomic Shrimp Indonesia (GSI) yang menawarkan berbagai layanan pemeriksaan molekuler penyakit udang yang akurat dan cepat.
 
Sebab menurut dia, selama ini belum banyak sektor swasta yang belum bergerak di layanan pengujian penyakit udang.
 
"Artinya kalau sektor itu sudah bisa dilakukan oleh swasta, nanti tugas pemerintah hanya pada penyakit-penyakit yang benar-benar strategis, antara penyakit yang memang sudah rutinitas dan tidak cukup strategis tapi mengganggu keberlanjutan usaha budidaya, bisa dilakukan oleh sektor swasta," ujar dia.

Baca juga: Beralih Gunakan Listrik PLN, Petani Udang Vaname Hemat Hingga 33% Biaya Operasional
 
Sementara representatif Genomic Shrimp Indonesia (GSI) Rakrya Galih Nandhira mengatakan layanan deteksi penyakit udang untuk pengelola tambak di Banten dapat dilakukan dalam waktu singkat sejak pengiriman sampel udang ke laboratorium mereka di Jakarta.
 
Laboratorium yang dimiliki sudah memiliki fasilitas biosafety level 2 dan level 3 untuk mendeteksi berbagai jenis patogen seperti AHPND (Acute Hepatopancreatic Necrosis Disesase), IMNV (Infectious Myonecrosis Virus), WSSV (White Spot Syndrome Virus), EHP (Enterocytozoon hepatopenaseia) dan IHHNV (Infectious Hypodermal and Hematopoietic Necrosis Virus).
 
Hasil akan didapat pada hari yang sama, sehingga hal tersebut memberikan kepastian kepada pengelola tambak untuk pencegahan yang tepat, sehingga kerugian dapat diminimalisir dan keuntungan dapat ditingkatkan.
 
"Kami menyadari bahwa karena kami tidak memiliki cabang, maka dirasa penting bagi kami untuk memastikan tambak-tambak yang ingin bekerja sama dengan kami tidak mengalami kesulitan," ujar Rakrya.
 
Dalam seminar tersebut juga menghadirkan Prof. Dr. Ir. Slamet Budi Prayitno dari Universitas Diponegoro yang berbagi pengetahuan mengenai metode diagnosis penyakit udang yang terbaru, termasuk PCR, dan rekomendasi monitoring penyakit dalam rangka meningkatkan produktivitas udang.
 
Selain itu menghadirkan Joko Triono dari PT Thai Union Kharisma Lestari membahas langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi penyakit AHPND, salah satu penyakit udang yang paling merusak. Serta Syafan Hariz dari PT Multidaya Teknologi Nusantara, E-Fishery, yang berbagi pengalamannya dalam memantau kesehatan udang di lapangan. 

Baca juga: Budi daya udang vaname di Lebak dorong tingkatkan ekonomi masyarakat pesisir

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan

Editor : Bayu Kuncahyo


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2024