Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tangerang, Deden Umardhani menilai bahwa Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran tidak sesuai asas dalam berdemokrasi di Indonesia.
"Sebagai anggota parlemen di tingkat daerah dan ini juga amanat partai bahwa isi RUU Penyiaran tersebut tidak mencerminkan asas demokrasi, ada pembungkaman disana, itu akan membuat Pers mati suri," kata Deden di Tangerang, Selasa.
Menurutnya, Undang-undang Penyiaran harus lah mampu mengatasi tantangan jurnalisme dalam ruang digital tanpa mengancam kebebasan berekspresi.
"Dengan begitu yang diatur pada Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bisa membatasi dan membelenggu kebebasan pers, yang tertuang dalam UU No 40 Tahun 1999," tuturnya.
Baca juga: Anggaran Pilkada Kabupaten Tangerang Rp78 miliar
Ia mengatakan, peran media massa saat ini sebagai salah satu arus primer yang dapat menjadi sumber informasi utama. Juga menjadi pembanding validitas informasi yang bertebaran di media sosial. Selain itu, peran pers juga sangatlah penting untuk membantu kemajuan sebuah negara.
"Berkat media, beberapa kasus besar kan terbongkar karena investigasi media. Seperti kasus Sambo, sekarang Vina yang sedang berjalan, kan ada media yang investigasi tentang itu dan banyak kasus kasus yang lainnya. Investigasi menjadi bagian kerja penting dari media ini jangan sampai di hilangkan atau dilarang, pembungkaman ini tidak sesuai dengan semangat demokrasi, kita mundur ke belakang di era orde baru," jelasnya.
Ia meminta, agar RUU Penyiaran tersebut agar dikaji kembali dengan secara utuh, jangan sampai berbenturan dengan UU terdahulu, yaitu UU No 40 Tahun 1999.
Terutama, katanya, kepada hal-hal yang dinilai prinsip, dimana media berhak mengungkap fakta-fakta, untuk diinformasikan kepada masyarakat.
"Sebaiknya Undang-undang terdahulu ini di kaji, lalu dibaca secara utuh Undang-undang yang akan disahkan. Jangan sampai ini berbenturan dengan Undang-undang yang sudah ada, terutama kepada prinsip tentang kerja-kerja media dalam mengungkap fakta dan kebenaran," kata dia.
Baca juga: KPU Lebak tetapkan 50 anggota DPRD periode 2024-2029
Aliansi Jurnalis dan Mahasiswa (AJM) Tangerang Raya menolak revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, yang saat ini sedang bergulir di DPR RI.
Mereka menilai, RUU Penyiaran itu berisi pasal-pasal yang dapat mengontrol dan menghambat kerja jurnalistik, bahkan pembungkaman terhadap pers.
Misalnya, seperti pasal yang dianggap dapat menghambat kebebasan pers di Indonesia, di antaranya pasal 50 B ayat 2 c yakni larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
"Pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran." Kata Anggota AJI Jakarta Biro Banten, M Iqbal.
Baca juga: Waspada gelombang tinggi selatan Banten
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2024
"Sebagai anggota parlemen di tingkat daerah dan ini juga amanat partai bahwa isi RUU Penyiaran tersebut tidak mencerminkan asas demokrasi, ada pembungkaman disana, itu akan membuat Pers mati suri," kata Deden di Tangerang, Selasa.
Menurutnya, Undang-undang Penyiaran harus lah mampu mengatasi tantangan jurnalisme dalam ruang digital tanpa mengancam kebebasan berekspresi.
"Dengan begitu yang diatur pada Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bisa membatasi dan membelenggu kebebasan pers, yang tertuang dalam UU No 40 Tahun 1999," tuturnya.
Baca juga: Anggaran Pilkada Kabupaten Tangerang Rp78 miliar
Ia mengatakan, peran media massa saat ini sebagai salah satu arus primer yang dapat menjadi sumber informasi utama. Juga menjadi pembanding validitas informasi yang bertebaran di media sosial. Selain itu, peran pers juga sangatlah penting untuk membantu kemajuan sebuah negara.
"Berkat media, beberapa kasus besar kan terbongkar karena investigasi media. Seperti kasus Sambo, sekarang Vina yang sedang berjalan, kan ada media yang investigasi tentang itu dan banyak kasus kasus yang lainnya. Investigasi menjadi bagian kerja penting dari media ini jangan sampai di hilangkan atau dilarang, pembungkaman ini tidak sesuai dengan semangat demokrasi, kita mundur ke belakang di era orde baru," jelasnya.
Ia meminta, agar RUU Penyiaran tersebut agar dikaji kembali dengan secara utuh, jangan sampai berbenturan dengan UU terdahulu, yaitu UU No 40 Tahun 1999.
Terutama, katanya, kepada hal-hal yang dinilai prinsip, dimana media berhak mengungkap fakta-fakta, untuk diinformasikan kepada masyarakat.
"Sebaiknya Undang-undang terdahulu ini di kaji, lalu dibaca secara utuh Undang-undang yang akan disahkan. Jangan sampai ini berbenturan dengan Undang-undang yang sudah ada, terutama kepada prinsip tentang kerja-kerja media dalam mengungkap fakta dan kebenaran," kata dia.
Baca juga: KPU Lebak tetapkan 50 anggota DPRD periode 2024-2029
Aliansi Jurnalis dan Mahasiswa (AJM) Tangerang Raya menolak revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, yang saat ini sedang bergulir di DPR RI.
Mereka menilai, RUU Penyiaran itu berisi pasal-pasal yang dapat mengontrol dan menghambat kerja jurnalistik, bahkan pembungkaman terhadap pers.
Misalnya, seperti pasal yang dianggap dapat menghambat kebebasan pers di Indonesia, di antaranya pasal 50 B ayat 2 c yakni larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
"Pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran." Kata Anggota AJI Jakarta Biro Banten, M Iqbal.
Baca juga: Waspada gelombang tinggi selatan Banten
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2024