Lebak  (Antara News) - Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Lebak Hj Ratu Mintarsih menyatakan kekerasan seksual yang menimpa anak-anak akibat pola asuh salah dengan tidak mengawasi keamanan anak tersebut.

"Kami berharap orangtua dan masyarakat dapat mengawasi anak-anak guna mencegah korban kekerasan seksual anak itu," kata Mintarsih saat dihubungi di Lebak, Kamis.

Selama ini, angka kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak di daerah ini cukup menonjol.

Mereka para korban itu mendapatkan rehabilitasi untuk mengembalikan kejiwaannya agar mereka bisa kembali kehidupan normal.

Para korban kekerasan anak dilakukan terapi kejiwaan bersama ahli psikologi dengan biaya Rp350.000 satu kali terapi konsultasi.

Selain itu juga mereka bisa melanjutkan pendidikan, bahkan diantaranya dipekerjakan di salah satu perusahaan.

Namun, beruntung program rehabilitasi bagi anak-anak korban kekerasan seksual itu mendapat bantuan dari pemerintah daerah.

Saat ini, jumlah korban kekerasan seksual yang ditangani itu antara lain di Kecamatan Maja, Rangkasbitung, Muncang, Malingping, Curugbitung, Panggarangan, Cikulur, Cimarga, Leuwidamar dan Cipanas.

Kebanyakan kasus kejahatan seksual yang dialami  anak-anak di Kabupaten Lebak tersangkanya orang dekat.

Bahkan, tersangka terdapat seorang tenaga pendidik, tetangga juga kaitan saudara.

Kasus kekerasan seksual itu pada Mei lalu tersangkanya adalah kakek yang memperkosa cucunya sendiri.

Selain itu juga seorang anak tuna rungu hamil oleh tetangganya dan pelajar diperkosa temannya.

P2TP2A melindungi para korban kekerasan seksual dengan mendampingi, juga mengawal proses hukum mulai dari kepolisian hingga pengadilan.

"Sebagian besar kasus kekerasan anak diproses secara hukum, namun satu kasus dilakukan secara kekeluargaan yakni kekerasan sodomi di Kecamatan Curugbitung," katanya.

Mintarsih mengatakan penyebab tingginya kasus kejahatan seksual itu akibat pola asuh anak yang tidak mendapat pengawasan orangtua.

Apabila, anak itu bermain dengan teman-temannya maupun mengoperasikan media teknologi internet maupun gadget selalu mendapat pengawasan kedua orangtuanya.

Sebab, saat ini anak-anak begitu mudah mendapatkan akses pornografi melalui teknologi internet itu.

Selain itu, pengaruh lingkungan sekitar juga berpengaruh terhadap terbentuknya karakter anak.

"Kami minta orangtua selalu mengawasi anak juga disarankan anak-anak disibukan dengan kegiatan positif, seperti mengaji, olahraga, belajar dan lainnya," katanya.

Pemerhati pendidikan Tuti Tuarsih mengatakan selama ini anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual karena perkembangan teknologi media sosial yang bisa mempengaruhi perkembangan anak.

Perkembangan teknologi media sosial menyumbangkan kasus tindak pidana asusila cukup tinggi dan pelakunya juga terdapat pelajar dan kalangan remaja hingga usia lanjut.

Apalagi, pengawasan dari masyarakat, orangtua dan pemilik internet relatif lemah sehingga berpeluang anak melakukan aksi perbuatan asusila.

"Kami yakin melalui pendekatan relegius dan cerdas dapat mendorong anak tidak berprilaku melakukan perbuatan yang merusak moral," katanya.

Pewarta: Mansyur

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2017