Konsultan tulang belakang Eka Hospital BSD Tangerang Dr Phedy berhasil menemukan Scoliocorrector Fatma-UI (SCFUI), sebuah alat bantu koreksi skoliosis secara tiga dimensi yang mengkoreksi kelengkungan tulang belakang ke samping hingga 72 persen.
"Hasil tersebut sebanding dengan alat koreksi skoliosis idiopatik remaja yang tersedia di Indonesia. Bahkan menunjukkan hasil yang sedikit lebih baik dalam hal koreksi rotasi," katanya di Tangerang Sabtu.
Phedy yang tergabung dalam tim Dokter Gatam Institute Eka Hospital baru saja mendapatkan promosi gelar Doktor usai menjalani sidang terbuka di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) pada Kamis (4/1) dengan disertasinya berjudul "SCFUI sebagai Alat Bantu Koreksi Skoliosis Idiopatik Remaja dengan Prinsip Translasi Posteromedial: Inovasi Alat, Analisis Efektivitas, Luaran Fungsional dan Keamanan."
Baca juga: Eka Hospital hadirkan robot navigasi tangani penyakit skoliosis pertama di Indonesia
Seperti diketahui skoliosis merupakan kelainan bentuk tulang belakang yang membentuk huruf C atau S. Skoliosis bisa dialami oleh siapa saja, baik perempuan maupun laki-laki dengan sebab sangat beragam dan bisa muncul tanpa disadari.
Ia mengatakan skoliosis idiopatik remaja merupakan kelainan tiga dimensi pada tulang belakang yang ditandai dengan adanya kelengkungan tulang belakang ke samping, ke belakang, dan memutar.
Kondisi itu terutama terjadi pada remaja perempuan berusia 10-18 tahun. Pada kasus yang ringan, skoliosis idiopatik remaja dapat menyebabkan gangguan kosmesis. Sedangkan pada kasus yang berat, skoliosis akan menyebabkan gangguan fungsi organ, terutama paru-paru.
“Angka kejadian skoliosis di Indonesia sangat banyak serta penanganannya masih jauh dari memuaskan. Saat ini kami masih banyak melihat hasil operasi yang tiga dimensinya masih belum terkoreksi. Oleh karena itu saya mencoba mengembangkan suatu alat yang bisa memperbaiki hasil koreksi tersebut. Harapannya alat ini nanti bisa dipakai secara luas di Indonesia, sehingga hasil koreksi skoliosis di Indonesia akan bagus hasilnya," kata Phedy.
Baca juga: Orang tua berperan atas kesembuhan anak berobat di faskes
Dahulu, lanjutnya, operasi skoliosis idiopatik remaja hanya untuk mengoreksi kelainan di satu bidang saja yaitu lengkungan ke samping. "Dalam perkembangannya diketahui bahwa perlu dilakukan koreksi secara tiga dimensi supaya fungsi paru menjadi dan luaran klinisnya menjadi lebih baik," ujarnya.
Chairman Gatam Institute Eka Hospital Group Dr Luthfi Gatam menyebut capaian Dr Phedy karena sebagai terobosan baru di bidang ortopedi, khususnya skoliosis.
“Selain menunjang layanan unggulan Gatam Institute yang ada di Eka Hospital, temuan ini diharapkan membantu pasien-pasien skoliosis serta meningkatkan keamanan pasien yang menjalani operasi tulang belakang dan juga menambah kepercayaan masyarakat terhadap layanan yang tersedia di Gatam Institute Eka Hospital,” katanya.
Baca juga: Masyarakat Jambi dapat edukasi penanganan saraf terjepit
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2024
"Hasil tersebut sebanding dengan alat koreksi skoliosis idiopatik remaja yang tersedia di Indonesia. Bahkan menunjukkan hasil yang sedikit lebih baik dalam hal koreksi rotasi," katanya di Tangerang Sabtu.
Phedy yang tergabung dalam tim Dokter Gatam Institute Eka Hospital baru saja mendapatkan promosi gelar Doktor usai menjalani sidang terbuka di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) pada Kamis (4/1) dengan disertasinya berjudul "SCFUI sebagai Alat Bantu Koreksi Skoliosis Idiopatik Remaja dengan Prinsip Translasi Posteromedial: Inovasi Alat, Analisis Efektivitas, Luaran Fungsional dan Keamanan."
Baca juga: Eka Hospital hadirkan robot navigasi tangani penyakit skoliosis pertama di Indonesia
Seperti diketahui skoliosis merupakan kelainan bentuk tulang belakang yang membentuk huruf C atau S. Skoliosis bisa dialami oleh siapa saja, baik perempuan maupun laki-laki dengan sebab sangat beragam dan bisa muncul tanpa disadari.
Ia mengatakan skoliosis idiopatik remaja merupakan kelainan tiga dimensi pada tulang belakang yang ditandai dengan adanya kelengkungan tulang belakang ke samping, ke belakang, dan memutar.
Kondisi itu terutama terjadi pada remaja perempuan berusia 10-18 tahun. Pada kasus yang ringan, skoliosis idiopatik remaja dapat menyebabkan gangguan kosmesis. Sedangkan pada kasus yang berat, skoliosis akan menyebabkan gangguan fungsi organ, terutama paru-paru.
“Angka kejadian skoliosis di Indonesia sangat banyak serta penanganannya masih jauh dari memuaskan. Saat ini kami masih banyak melihat hasil operasi yang tiga dimensinya masih belum terkoreksi. Oleh karena itu saya mencoba mengembangkan suatu alat yang bisa memperbaiki hasil koreksi tersebut. Harapannya alat ini nanti bisa dipakai secara luas di Indonesia, sehingga hasil koreksi skoliosis di Indonesia akan bagus hasilnya," kata Phedy.
Baca juga: Orang tua berperan atas kesembuhan anak berobat di faskes
Dahulu, lanjutnya, operasi skoliosis idiopatik remaja hanya untuk mengoreksi kelainan di satu bidang saja yaitu lengkungan ke samping. "Dalam perkembangannya diketahui bahwa perlu dilakukan koreksi secara tiga dimensi supaya fungsi paru menjadi dan luaran klinisnya menjadi lebih baik," ujarnya.
Chairman Gatam Institute Eka Hospital Group Dr Luthfi Gatam menyebut capaian Dr Phedy karena sebagai terobosan baru di bidang ortopedi, khususnya skoliosis.
“Selain menunjang layanan unggulan Gatam Institute yang ada di Eka Hospital, temuan ini diharapkan membantu pasien-pasien skoliosis serta meningkatkan keamanan pasien yang menjalani operasi tulang belakang dan juga menambah kepercayaan masyarakat terhadap layanan yang tersedia di Gatam Institute Eka Hospital,” katanya.
Baca juga: Masyarakat Jambi dapat edukasi penanganan saraf terjepit
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2024