Lebak, (Antara News) - Komoditas madu hutan yang diproduksi masyarakat Badui di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten, menjadikan andalan ekonomi warga tradisional itu.

"Kami setiap pekan bisa menjual madu hutan sebanyak 20 botol dengan harga Rp100 ribu per botol, sehingga menghasilkan pendapatan Rp2 juta," kata Santa (45) seorang pedagang warga Badui saat ditemui di Rangkasbitung, Lebak, Senin.

Santa yang tinggal di Kampung Cipiit Desa Kanekes Kabupaten Lebak mengatakan dirinya sangat terbantu ekonomi keluarga dengan berjualan madu hutan itu.

Saat ini, hasil ladang tidak bisa diandalkan setelah tanaman padi huma terserang hama dan penyakit tanaman.

Karena itu, produksi madu hutan menjadikan andalan pendapatan ekonomi warga Badui.

Ia memasarkan komoditas madu hutan dengan berkeliling antarkampung ke kampung lainnya di wilayah Kebayoran, Jakarta Selatan.

Permintaan madu hutan itu, selain konsumsi warga juga toko jamu untuk bahan racikan.

Bahkan, dirinya sudah mempunyai langganan tetap dan mereka setiap dua pekan dikirim.

Selama ini, komoditas madu hutan hasil budidaya warga Badui dapat menyumbangkan pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Mereka para pedagang madu itu hingga ratusan warga Badui memasarkan ke luar daerah Banten.

Santa mengatakan, produk madu hutan ini diminati masyarakat karena dianggap menyehatkan juga diyakini dapat mengobati berbagai jenis penyakit seperti diabetes, asam urat, kolesterol, rematik, kurang darah hingga batu ginjal.

Alasan lainnya karena keaslian madu hutan hasil budidaya masyarakat Baduy ini tetap terjaga.

"Kami selama dua pekan terakhir merasa kewalahan karena permintaan cenderung meningkat," katanya.

Samin (40) seorang pedagang warga Badui mengatakan sudah lima tahun berjualan madu ke wilayah Parungpanjang, Kabupaten Bogor dengan berjalan kaki tanpa menggunakan angkutan kendaraan.

Pelanggan madunya berasal dari kalangan masyarakat, pedagang hingga perusahaan.

Selama ini, permintaan madu hutan cukup tinggi sehingga banyak yang memesan.

Namun, saat ini produksi madu hutan ini sangat terbatas  dan tidak menentu karena sangat bergantung pada lebah yang hanya berkembang biak di pohon-pohon besar di Gunung Kendeng, kawasan tanah hak ulayat Baduy.

Apalagi, saat ini sering diguyur hujan deras.

"Kami hari ini hanya menjual 15 botol madu hutan akibat keterbatasan produksi itu," kata Samin yang tingga di Kampung Pamoean Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak.

Ia menjelaskan, produksi madu dilakukan dengan cara tradisional dengan diambil dari sarang atau biasa disebut odeng, untuk dikeluarkan cairannya.         
Selama ini, komoditas madu mampu memenuhi kebutuhan ekonomi warga Badui.

"Kami berjualan madu hutan itu kebanyakan pelanggan tetap," katanya.

Kepala Bidang Industri, Dinas Perdagangan dan Perindustrian, Kabupaten Lebak, Herisnen, mengatakan, pihaknya terus mendorong produksi madu Badui berkembang karena dapat meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat.

"Kami terus membina agar budidaya madu hutan di kawasan Badui berkembang sehingga bisa memenuhi permintaan pasar," katanya.

Pewarta: Mansyur

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2017