Pfizer Indonesia selaku perusahaan biofarmasi menyuarakan gerakan #JitudiICU kepada masyarakat agar anggota keluarga proaktif memperoleh informasi yang jelas dari tenaga kesehatan terkait penggunaan jenis obat hingga risiko bagi pasien di ruang ICU.
"Ini sebagai wujud kontribusi nyata dalam upaya bersama mengedukasi masyarakat. Pasien perlu berdialog dan memperoleh informasi yang jelas dari tenaga kesehatan sehingga risiko dapat dipahami dan ditanggulangi,” kata Nora Tiurlan Siagian selaku Presiden Direktur Pfizer Indonesia dalam acara diskusi kesehatan di Serpong Tangerang Selatan, Rabu.
Dikatakannya keterlibatan pasien dan keluarganya memegang peran penting dalam hal mencegah kondisi ancaman resistansi antimikroba (AMR) di ICU.
Caranya adalah dengan membangun komunikasi yang produktif dengan tenaga kesehatan terkait. Maka itu manfaat gerakan #JituDiICU adalah dengan mendorong keluarga pasien melakukan komunikasi yang terbuka dan konstruktif dengan tenaga kesehatan.
Baca juga: Eka Hospital Mobile App resmi diluncurkan
Dipaparkannya AMR membuat bakteri, jamur atau virus penyebab infeksi pada tubuh seseorang lebih sulit ditangani dengan antibiotik, antijamur, atau antiviral sehingga pasien sulit sembuh dan perlu dirawat lebih lama.
Padahal, sekitar tujuh dari 10 orang yang dirawat di ICU menerima antibiotik sebagai salah satu terapi utama untuk menyembuhkan infeksi.
Komunikasi dua arah ini akan meningkatkan pemahaman pihak pasien, dan mendorong diskusi lanjutan yang lebih baik mengenai rekomendasi medis dari tenaga kesehatan.
"Dengan begitu, pemberian antibiotik pun menjadi lebih jitu di ICU, hingga berujung pada meningkatnya kualitas perawatan yang diterima pasien dan menurunnya risiko AMR," katanya.
Seorang patient advocate, Butet Trivyantini menyambut baik diluncurkannya gerakan #JituDiICU karena keluarga dan pemerhati pasien sudah seyogyanya bertanya serta mendapatkan informasi yang jelas.
"Ini juga mengedukasi tentang alasan, jenis, dosis, lama penggunaan, manfaat, dan risiko terkait penggunaan antibiotik di ICU," ujarnya.
dr. Vannesi T. Silalahi selaku dokter spesialis anestesi konsultan perawatan intensif Eka Hospital BSD menyatakan ada beberapa poin penting untuk membangun komunikasi dua arah agar meningkatkan pemahaman pihak pasien dan mendorong diskusi lanjutan yang lebih baik mengenai rekomendasi medis dan tenaga kesehatan.
Dikatakannya poin itu adalah terkait penggunaan antibiotik, hasil uji kultur setelah diberikan antibiotik, perkembangan kondisi pasien dan risiko bagi pasien saat ini.
"Bagusnya komunikasi antara keluarga pasien dengan nakes berujung pada meningkatnya kualitas perawatan yang diterima pasien dan menurunnya risiko AMR," ujanrya.
Baca juga: Eka Hospital buka pusat kebugaran dilatih dan diawasi dokter spesialis
Baca juga: LVAD disebut bisa digunakan atasi penyakit gagal jantung
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2023
"Ini sebagai wujud kontribusi nyata dalam upaya bersama mengedukasi masyarakat. Pasien perlu berdialog dan memperoleh informasi yang jelas dari tenaga kesehatan sehingga risiko dapat dipahami dan ditanggulangi,” kata Nora Tiurlan Siagian selaku Presiden Direktur Pfizer Indonesia dalam acara diskusi kesehatan di Serpong Tangerang Selatan, Rabu.
Dikatakannya keterlibatan pasien dan keluarganya memegang peran penting dalam hal mencegah kondisi ancaman resistansi antimikroba (AMR) di ICU.
Caranya adalah dengan membangun komunikasi yang produktif dengan tenaga kesehatan terkait. Maka itu manfaat gerakan #JituDiICU adalah dengan mendorong keluarga pasien melakukan komunikasi yang terbuka dan konstruktif dengan tenaga kesehatan.
Baca juga: Eka Hospital Mobile App resmi diluncurkan
Dipaparkannya AMR membuat bakteri, jamur atau virus penyebab infeksi pada tubuh seseorang lebih sulit ditangani dengan antibiotik, antijamur, atau antiviral sehingga pasien sulit sembuh dan perlu dirawat lebih lama.
Padahal, sekitar tujuh dari 10 orang yang dirawat di ICU menerima antibiotik sebagai salah satu terapi utama untuk menyembuhkan infeksi.
Komunikasi dua arah ini akan meningkatkan pemahaman pihak pasien, dan mendorong diskusi lanjutan yang lebih baik mengenai rekomendasi medis dari tenaga kesehatan.
"Dengan begitu, pemberian antibiotik pun menjadi lebih jitu di ICU, hingga berujung pada meningkatnya kualitas perawatan yang diterima pasien dan menurunnya risiko AMR," katanya.
Seorang patient advocate, Butet Trivyantini menyambut baik diluncurkannya gerakan #JituDiICU karena keluarga dan pemerhati pasien sudah seyogyanya bertanya serta mendapatkan informasi yang jelas.
"Ini juga mengedukasi tentang alasan, jenis, dosis, lama penggunaan, manfaat, dan risiko terkait penggunaan antibiotik di ICU," ujarnya.
dr. Vannesi T. Silalahi selaku dokter spesialis anestesi konsultan perawatan intensif Eka Hospital BSD menyatakan ada beberapa poin penting untuk membangun komunikasi dua arah agar meningkatkan pemahaman pihak pasien dan mendorong diskusi lanjutan yang lebih baik mengenai rekomendasi medis dan tenaga kesehatan.
Dikatakannya poin itu adalah terkait penggunaan antibiotik, hasil uji kultur setelah diberikan antibiotik, perkembangan kondisi pasien dan risiko bagi pasien saat ini.
"Bagusnya komunikasi antara keluarga pasien dengan nakes berujung pada meningkatnya kualitas perawatan yang diterima pasien dan menurunnya risiko AMR," ujanrya.
Baca juga: Eka Hospital buka pusat kebugaran dilatih dan diawasi dokter spesialis
Baca juga: LVAD disebut bisa digunakan atasi penyakit gagal jantung
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2023