Lebak (Antara News) - Peneliti Ekonomi Kehutanan Pusat Peneliti dan Pengembangan Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ismatul Ismail menyatakan pengelolaan hutan jangan dijadikan kepentingan ekonomi sehingga bisa merusak kelestarian hutan.

"Kita mewaspadai hutan itu dijadikan kepentingan ekonomi dengan adanya pemodal itu sehingga dapat membahayakan kerusakan hutan," kata Ismail saat Workshop Focus Group Discussion (FGD) di Lebak, Rabu.

Kewaspadaan kerusakan hutan itu dengan maraknya  illegal minning (pertambangan) dan illegal loging (pembalakan liar) akibat adanya pemodal tersebut.

Selama ini, kerusakan hutan di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) perlu dikendalikan.

Bahkan, tingkat kerusakan hutan tersebut cukup besar akibat dampak berkembangnya usaha pertambangan dan pembalakan liar.

Pihaknya terus berkoordinasi guna mencegah kerusakan hutan agar dapat dikendalikan, sehingga kondisi hutan tetap lestari dan memberikan kearipan lokal bagi masyarakat.

"Kami khawatir pemodal ekonomi itu mengembangkan usahanya di kawasan hutan dengan tumbuhnya pertambangan dan penebangan liar itu," katanya.

Ia juga mengatakan pengelolaan hutan harus profesional dan komprehensif dengan melibatkan semua stakeholder yang terkait, seperti Balai TNGHS, Dinas Kehutanan dan Perkebunan setempat.

Selain itu juga Dinas Lingkungan Hidup, Perum Perhutani dan Masyarakat Desa Konservasi.

"Kami sangat membutuhkan masukan-masukan yang sudah dilakukan identifikasi oleh stakelholder yang ada untuk mengeluarkan kebijakan pengelolaan hutan itu," katanya.

Menurut dia, selama ini peranan masyarakat kesepuhan adat dapat membangkitkan kearipan lokal dengan mengelola hutan dengan memegang nilai-nilai adat leluhur mereka.

Masyarakat kesepuhan adat tersebut dapat meningkatkan ekologi juga pendapatan ekonomi dengan memanfaatkan hutan dijadikan komoditi cengkeh, gula aren dan kopi.

Produk kehutanan itu tentu dapat mendorong kesejahteraan masyarakat kesepuhan.

"Kami mendorong pengelolaan hutan itu perlu dikendalikan oleh semua pihak guna mencegah kerusakan," katanya.

Kepala Desa Citorek Timur Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Jajang mengatakan pihaknya hingga kini menunggu legalitas pengelola hutan adat yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sehingga tidak menimbulkan keresahaan.

Sebab, saat ini masyarakat kesepuhan Citorek Timur yang mengelola hutan adat belum ada kejelasan.

Masyarakat kesepuhan menjaga kelestarian hutan dan lahan karena memberikan manfaat besar untuk kesejahteraan.

"Kami berharap hutan adat yang digarap masyarakat dapat ditetapkan menjadi hutan adat karena diantaranya persyaratan sudah ditempuh,termasuk pemerintah daerah menerbitkan perda adat," katanya. 

Pewarta: Mansyur

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2016