Jakarta (Antara News) - Rumah sakit berstandar internasional JCI (joint commission international) menerapkan sistem yang ketat dalam penggunaan obat-obatan termasuk vaksin sehingga anti untuk dapat ditembus obat dan vaksin palsu.

"Keselamatan pasien merupakan tujuan utama dari akreditasi rumah sakit. Standar JCI mengukur bagaimana rumah sakit menerapkan cara-cara aman untuk meminimalkan kejadian yang dapat mengancam keselamatan pasien," kata Direktur Korporat Grup RS Awal Bros dr Ferdy Tiwow MS, di Jakarta, Rabu.

Saat ditanya kenapa JCI yang dipilih, bukan standar-standar internasional lainnya, dokter lulusan FK Unsrat Manado tersebut mengatakan Grup RS Awal Bros menerapkan standar ketat untuk mengukur kelengkapan administrasi/dokumentasi. JCI dipilih karena memiliki prosedur untuk keselamatan pasien itu.

JCI sudah menerapkan standar yang disebut Supply Chain Management dalam menyeleksi pembelian obat, alat kesehatan (alkes) dan vaksin, katanya lagi.

Proses seleksi ini sudah dimulai dari saat produksi (di pabrik obat/farmasi), saat berada di distributor hingga rantai distribusi di dalam rumah sakit itu sendiri.

Contohnya, katanya pula, rumah sakit akan memilih obat yang diproduksi oleh pabrik obat/farmasi yang telah memenuhi standar Good Manufacturing Practise (GMP)/Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

Rumah sakit juga akan memilih dan bekerjasama dengan perusahaan distributor yang telah menjalankan proses distribusi sesuai dengan pedoman Good Distribution Practise (GDP) atau Tata Cara Distribusi Obat yang Benar.

Begitu juga dengan perlakuan produk tersebut di dalam rumah sakit hingga diberikan ke pasien, semuanya dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Guna memastikan hal-hal di atas, pihak yang ingin bekerjasama dengan rumah sakit harus bersedia untuk dikunjungi tim dari Rumah Sakit agar dapat melihat apakah benar standar tersebut telah dijalankan.

Seperti saat berkunjung ke perusahaan distribusi, pihak rumah sakit harus meninjau apakah memenuhi persyaratan, seperti distributor memiliki ruang penyimpanan obat yang berpengatur suhu dan kelembaban sehingga dapat menjamin kualitas obat dan/atau bahan obat selama dalam penyimpanan.

Ruang penyimpanan juga tidak terekspose suhu yang tinggi, kelembaban yang tinggi, sinar matahari langsung dan hujan, serta memiliki orang-orang yang akan mengawasi proses distribusi/apoteker.

Distributor juga memiliki prosedur untuk mengenali obat-obat kedaluwarsa, prosedur untuk re-call (menarik kembali), serta melihat dan memisahkan apakah obat itu fake (palsu) atau diverted (dikemas kembali)

Selain hal-hal tersebut, pengawasan juga terus dilakukan hingga proses distribusi dari gudang distributor ke gudang rumah sakit.

Distributor harus menerapkan manajemen mutu yang baik, sehingga dapat dipastikan bahwa mutu obat dan/atau bahan obat dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama proses distribusi.

Secara praktis penerapan distribusi yang baik, seperti memastikan kendaraan yang dipakai memenuhi syarat higienis dan sanitasi, tersedia sistem kontrol suhu yang tervalidasi (seperti kemasan termal, kontainer yang suhunya dikontrol dan kendaraan berpendingin).

Guna memastikan kondisi transportasi yang benar dipertahankan antara fasilitas distribusi dan pelanggan, rumah sakit harus mendapatkan data suhu pada saat serah terima obat dan/atau bahan obat, menunjukkan bahwa obat dan/atau bahan obat tetap dalam kondisi suhu penyimpanan yang dipersyaratkan selama transportasi.

Pihak RS harus memiliki kemampuan untuk mengidentifkasi produk fake (palsu) atau diverted (dikemas ulang), karena itu pihak RS harus memiliki contoh-contoh produk asli beserta hologramnya.

Secara umum, Ferdy memaparkan, beberapa kondisi kemasan produk yang perlu menjadi perhatian adalah tinta/tulisan luber, warna yang sudah tidak utuh, warna kemasan/font berbeda dengan warna aslinya, kemasannya sudah rusak/penyok atau jumlah volume cairan yang berbeda dengan produk aslinya.

Khusus vaksin karena penyimpanan vaksin memerlukan suhu rendah (cold chain product), maka untuk mengetahui apakah suhu selama transportasi tidak berubah, umumnya ada label yang bisa berubah warna jika terpapar suhu yang berlebihan.

Dengan demikian saat sampai di rumah sakit dan  terlihat warna label sudah berubah, maka rumah sakit harus me-reject produk tersebut.

Dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh JCI, maka  rumah sakit bisa menjamin bahwa produk yang diberikan kepada pasien-pasiennya bukanlah produk palsu atau kemasan ulang, kata Ferdy lagi.

Pewarta: Ganet Dirgantoro

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2016