Jakarta (Antara News) - Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Budi Luhur Mengelar Seminar Nasional “Peran Dunia Pendidikan Memutus Mata Rantai Radikalisme dan Terorisme” 

Faktor ekonomi dan kemiskinan tidak selalu menjadi alasan utama munculnya aksi-aksi terorisme maupun gerakan radikalisme di manapun termasuk Indonesia. Aksi terorisme dan gerakan radikal lebih cenderung karena idiologi dan doktrin yang diyakini para pelakunya. 

Demikian benang merah Seminar Nasional “Peran Dunia Pendidikan Memutus Mata Rantai Radikalisme dan Terorisme” yang diadakan oleh FISIP Program Studi Kriminologi, Universitas Budi Luhur (UBL) Jakarta. 

Guru Besar Kriminologi UI, Tb. Ronny Nitibaskara, bertindak selaku keynote Speaker dalam seminar tersebut. Sedangkan pembicara yang tampil adalah Dekan FISIP UBL Fahlesa Munabari Ph. D., Ustad Abdurahman Ayub, mantan Penasehat Mantiqi IV Jamaah Islamiah, dan Kol. Inf. Ronny Asnawi, Kasubdit Penangkalan BNPT. Hadir pula Rektor UBL, Prof. Ir. Suryo Hapsoro Tri Utomo, Ph.D., 200 mahasiswa serta para pejabat di lingkungan UBL.

Ustad Abdurahman Ayub menyebut, bahwa kemiskinan bukan penyebab bergabungnya seseorang dengan kelompok radikal. “Saya ini bukan orang susah meskipun juga tidak kaya, orang tua saya dua-duanya bekerja, kakak saya pengusaha, tapi saya pernah masuk ke sana,” katanya. 

Dari pengalaman pribadinya merekrut anggota kelompok radikal, lanjut Ustadz Abdurrahman,  yang paling mudah memang dari kalangan muda.  â€œAnak-anak SMA sampai perguruan tinggi. Semakin tinggi pendidikan makin sulit, tapi kalau yang sedang galau cukup beberapa menit,” ujarnya. 

Dekan FISIP UBL Fahlesa Munabari,PhD. juga sependapat bahwa terorisme dan kelompok radikal bukan karena masalah ekonomi tetapi lebih dipengaruhi oleh idiologi dan doktrin. “Memang ada beberapa tetapi bukan itu satu-satunya penyebabnya, Usamah Bin Ladin dari keluarga kaya dan merupakan orang kaya. Begitu juga Doktor Azhari,” tegasnya 

Pembicara lain Kol. Inf.Ronny Asnawi, yang sehari-hari menjabat sebagai Kasubdit Penangkalan BNPT membenarkan bahwa anak muda paling rentan terhadap pengaruh radikalisme ini. Hampir sebagian besar yang terlibat aksi-aksi radikal adalah usia muda. Karena itu, yang terpenting saat ini adalah komitmen kebangsaan dan kesadaran yang baik bangsa Indonesia dapat menghindari ancaman aksi-aksi radikal. 

“Bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika ini bila punya kesadaran baik akan mampu menangkal aksi-aksi radikalisme dan terorisme,” jelasnya.

Lebih lanjut Kol. Inf. Ronny Asnawi menyebut yang paling rentan bergabung dengan kelompok radikal atau terorisme umumnya dari kalangan muda. “Lihat saja orang-orang yang terlibat dalam jaringan teroris peristiwa Thamrin, hampir semua dari anak-anak muda,” tandasnya.

Sementara itu, Ketua Program Studi Kriminologi Untung Sumarwan M. Si dalam pengantarnya mengatakan universitas sebagai entitas akademis yang mewadahi berbagai unsur latar belakang remaja ikut andil dalam pembentukan karakter bangsa. Karena itu, seminar ini merupakan upaya merespon tantangan dan ancaman guna memutus mata rantai aksi radikalisme dan terorisme

Pewarta: Achmad Irfan

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2016