Serang (Antara News) - Ratusan siswa SD, SMP dan Madrasah Aliyah di Susukan Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang, beramai-ramai menulis surat untuk Presiden Jokowi sebagai bagian budaya menulis dengan tulisan tangan, di Serang, Selasa.

Ratusan siswa tersebut berkumpul di lapangan Yayasan Pendidikan dan Pondok Pesantren Ashabul Maimanah Kecamatan Tirtayasa. Mereka menulis berbagai harapan dan cita-citanya untuk disampaikan ke Presiden Jokowi yang dituangkan dalam selembar kertas.

"Bapak Presiden cita-cita saya ingin menjadi guru," kata Sihab salah seorang murid Madrasah Ibtidaiyah Ashabul Maimahan dalam suratnya yang ditulis dengan hurup kapital di selembar kertas.

Tidak hanya itu, salah seorang murid kelas III SDN Susukan Tirtayasa, Yahya dalam suratnya meminta uang Rp1 juta kepada Presiden Joko Widodo untuk membantu orang tua membeli beras.

"Bapak Presiden aku butuh uang satu juta untuk membahagiakan orang tua untuk beli beras," kata Yahya dalam suratnya.

Kegiatan tersebut digagas sebuah perusahaan alat tulis Standarpen yang merupakan bagian dari pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR). Dalam kesempatan tersebut dibagikan alat tulis, buku dan tas bagi ratusan siswa peserta lomba menulis surat untuk Presiden.

"Kami ingin mengajak anak-anak dan guru untuk melestarikan kegiatan menulis dengan tangan yang dapat mengasah  kinerja otak," kata CEO Standardpen, Megusdyan Susanto.    

Selain menulis surat untuk Presiden, kata dia, kegiatan lainnya yang dilaksanakan yakni menulis Jurnal Santri, dengan harapan guru atau ustadz dan orang tua bekerja sama untuk membantu anak-anak agar kembali terbiasa menulis.

"Ini bisa dicoba dengan menulis satu hari satu lembar," kata Magusdyan.

Ia mengatakan, daya literasi masyarakat Indonesia masih terbilang rendah. Data Unesco menyebut persentase minat baca Indonesia sebesar 0,01 presen atau hanya 1 banding 10.000. Data tahun 2015 menyebutkan, sekitar 51.000 jiwa warga Banten masih buta huruf. Jumlah ini turun dari periode sensus sebelumnya sekitar 218.000 jiwa.

"Bagaimana dengan nasib budaya menulis? Standardpen, perusahaan alat tulis asli Indonesia, melakukan gerakan mengajak anak Indonesia kembali menulis dengan membagikan bolpoin dan alat tulis," katanya.

Menurutnya, Provinsi Banten tepatnya di Kabupaten Serang dan Pandeglang, adalah provinsi keempat yang dikunjungi Standardpen setelah sebelumnya mendatangi anak-anak lingkar Gunung Sinabung, anak-anak pegunungan Taman Nasional Halimum Bogor-Sukabumi, dan anak-anak pinggiran Jakarta.

"Kami mengunjungi dan membagikan bolpoin untuk anak-anak santri Pondok Pesantren Ashhabul Maimanah di Sampang, Susukan, Kabupaten Serang dan Pondok Pesantren Terpadu Darul Iman di Pandeglang," katanya.

Ia mengatakan , langkah tersebut dilakukan untuk membantu mengembalikan semangat anak-anak menjalani pendidikan. Selain itu, pihaknya ingin mengembalikan tradisi lama yakni budaya menulis yang mulai ditinggalkan karena kemajuan teknologi informatika.

"Gerakan "Satu Juta Bolpoin untuk Anak Indonesia" yang kami lakukan, mengingat kenyataan sekarang ini anak Indonesia lebih akrab dengan gawai (gadget) dan internet, ketimbang alat tulis," katanya.

Ketua Yayasan Ashabul Maimanah KH Daelami menyambut baik langkah yang digagas Standarpen tersebut, mengingat budaya baca dan tulis di kalangan pelajar saat ini sudah berkurang. Padahal dengan membiasakan baca dan tulis akan mengasah kecerdasan dan kreatifitas anak-anak pelajar.

"Kami berharap gerakan ini terus ditularkan kepada pelajar lainnya di Indonesia. Kami mengapresiasi dan terimakasih atas kepedulian semua pihak yang peduli terhadap generasi bangsa," kata KH Daelami.

Pewarta: Mulyana

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2016