Pakar hukum mendukung dan mengapresiasi sejumlah terobosan Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam upaya penegakan hukum dengan berorientasi pada keadilan substantif, salah satunya melalui penerapan restorative justice.

Menurut Guru Besar dari Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Prof. Dr. Hibnu Nugroho, SH, MH, penerapan restorative justice merupakan sebuah terobosan yang baik sekaligus menunjukkan perubahan paradigma penegakan hukum dari formalistik menuju keadilan substantif.

“Penegakan hukum ke depan harus progresif, tidak hanya melihat penegakan hukum untuk kepentingan hukum tetapi hukum untuk kemaslahatan manusia atau masyarakat,” kata Prof. Hibnu saat dihubungi, Selasa (28/2/2023).

Dia menilai Jaksa Agung Burhanuddin telah berhasil menegakkan keadilan substantif sesuai dengan harapan masyarakat dalam banyak kasus, mulai dari penyelesaian kasus-kasus pidana ringan melalui restorative justice sampai dengan penanganan kasus besar yang menyita perhatian publik seperti kasus Ferdy Sambo dkk.

“Berkaca dari kasus Sambo, misalnya, langkah Kejaksaan tidak mengajukan banding terhadap vonis Richard Eliezer sudah tepat karena ia dinilai jujur, keluarga korban sudah memaafkan dan tidak ada dendam. Dalam hal ini keadilan substantif sudah tercapai,” ujarnya.

Di sisi lain, lanjut Prof. Hibnu, Kejaksaan tegas menerapkan hukuman retributif terhadap kejahatan kemanusiaan, perusakan  lingkungan, korupsi, pencucian uang, pencurian dengan kekerasan, apalagi tidak mengakui perbuatannya, bertele-tele dalam sidang dan tidak dimaafkan korban atau masyarakat.

"Pelaku kejahatan seperti itu harus dihukum setimpal dengan hukuman retributif, bukan sekadar pembalasan tetapi determinatif guna pencegahan perbuatan serupa di kemudian hari," ungkapnya.

Oleh karena itu, kata Prof. Hibnu, Jaksa harus bisa menilai mana kasus yang bisa diselesaikan secara restoratif, rehabilitatif, dan kejahatan yang harus dihukum retributif. Dia berharap ke depan Kejaksaan menjadi garda terdepan penegakan hukum di Tanah Air sebab jaksa adalah cermin penegak hukum.

Sebagai landasan penerapan restorative justice, Jaksa Agung telah mengeluarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Kebijakan ini diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI sebagaimana diatur dalam Pasal 30C huruf b dan c yang pada pokoknya mengatur turut serta dan aktif dalam penanganan perkara pidana yang melibatkan saksi dan korban, serta proses rehabilitasi, restitusi, dan kompensasinya.

Dongkrak Kepercayaan Publik

Tidak dapat dipungkiri, berbagai terobosan Jaksa Agung selama ini berhasil mendongkrak kepercayaan publik kepada institusi penegak hukum, khususnya Kejaksaan Agung. Seiring dengan perkembangan positif ini, kepuasan masyarakat kepada kinerja pemerintah Joko Widodo-Ma'ruf Amin semakin tinggi.

Berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI) yang dirilis akhir tahun 2022 lalu, Kejaksaan Agung menjadi lembaga penegak hukum yang paling dipercaya masyarakat dalam hal penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Survei tersebut mengungkapkan sebanyak 77,2 persen responden sangat percaya dan percaya terhadap Kejagung dalam penegakan hukum, disusul KPK di tempat kedua dengan perolehan 72,5 persen dan Polri di posisi ketiga 62,9 persen.

Dalam pemberantasan korupsi, Kejagung juga paling dipercaya dengan perolehan 74,2 persen; KPK 72,7 persen; dan Polri 59,6 persen.

Tingginya kepercayaan publik terhadap Kejagung dalam hal penegakan hukum itu cenderung stabil dari empat survei yang telah dilakukan IPI. Pada Agustus 2022, survei IPI menunjukkan tingkat kepercayaan publik pada Kejagung sebesar 78 persen; pada September 2022 mencapai 75,6 persen; pada November 2022 sebanyak 77,5 persen; dan pada Desember 2022 sebesar 77,2 persen.

Hasil survei terkini Charta Politika yang dirilis Desember 2022  juga menunjukkan bahwa responden menilai kinerja Kejagung sebagai yang terbaik dengan 25,5 persen suara, mengalahkan KPK.dengan 21,6 persen suara. 

Sebagai bagian dari pemerintahan, kinerja Kejagung tersebut secara langsung atau tidak langsung turut mendongkrak tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah. 

Survei Lembaga Survei Indonesia yang dirilis pada Januari 2023 menunjukkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Presiden Jokowi mencapai 76,2 persen. Angka approval rating Jokowi itu merupakan yang tertinggi sejak 2015.

Pewarta: Moh. Jumri

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2023