Kawasan pemukiman Badui luar yang disebut Badui penamping di pedalaman Kabupaten Lebak Provinsi Banten pagi itu suasananya sepi. Orang-orang Badui sejak pagi buta berangkat ke ladang-ladang untuk bercocok tanam padi di huma. Mereka bertanam palawija dan hortikultura.
 
Di tengah sepinya kawasan pemukiman Badui itu, terlihat di bale-bale rumah warga adat, sejumlah warga sibuk merajut kain tenun. Mereka para perajin tenun.  Umumnya para perajin adalah kaum perempuan, untuk membantu pendapatan ekonomi keluarga.

Baca juga: Ruas jalan di Rangkasbitung, Lebak terendam hingga 60cm
 
Lembaran kain tenun Badui dengan ukuran panjang dan lebar 3x3 meter bisa dikerjakan satu pekan. Produksi lembaran kain tenun itu dikerjakan secara tradisional. Perajin merajut  lembaran demi lembaran kain tenun dengan penuh kesabaran dan ketelitian agar produksinya tidak gagal.
 
"Kami hari ini tinggal menyelesaikan dua lembaran kain tenun untuk memenuhi pesanan," kata Munah, seorang perajin kain tenun Baduy saat ditemui di kediamannya di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak, Senin.
 
Munah mengatakan, permintaan kain tenun Badui kembali berangsur-angsur normal setelah terdampak pandemi COVID-19  sejak dua tahun terakhir, sehingga omzet perajin menurun drastis. Meningkatnya permintaan itu sangat disyukuri para perajin tenun Badui.

Sekarang, permintaan kain tenun Badui relatif berangsur mulai normal. Para wisatawan yang berkunjung ke permukiman masyarakat Badui, kata dia, selalu membeli kain tenun Badui dengan jumlah cukup banyak sebagai oleh-oleh untuk pulang ke daerah asalnya.
 
Sebagian besar wisatawan itu datang dari Jakarta, Bogor, Bekasi, Karawang dan sejumlah kota di Provinsi Banten. Kunjungan para wisatawan  di kawasan permukiman Badui itu  meningkat, terutama setiap akhir pekan, hari Sabtu dan Minggu. Harga kain tenun Badui bervariasi antara Rp 150 ribu hingga Rp 1,2 juta per lembar, tergantung kualitasnya.
 
Produksi kain tenun Badui juga banyak dijadikan bahan pakaian. Para perajin busana biasanya datang langsung ke perajin tenun.  Para perajin busana melirik kain tenun Badui, karena dinilai elegan dan warnanya cukup unik.
 
"Kami cukup kewalahan melayani permintaan wisatawan, karena permintaannya cukup tinggi.  Omzet kami saat ini sekitar Rp10 juta/pekan.  Saat awal COVID-19, sepi pembeli," kata Munah.
 
Perajin kain tenun Badui lainnya, Sarti, juga mengakui saat ini permintaan kain tenun  meningkat dan hampir setiap akhir pekan bisa menghasilkan omzet sekitar Rp12 juta, karena banyak wisatawan berkunjung.
 
Dengan pendapatan sebesar itu, ia merasakan penjualan sudah mulai normal jika dibandingkan saat merebak COVID-19 yang sepi pembeli. "Kami berharap produk kain tenun itu dapat membantu ekonomi keluarga," kata Sarti.
 
Perajin tenun Badui lainnya, Neng, mengemukakan bahwa dirinya kini mulai memroduksi kain tenun lagi,  dan  memajang produksi kerajinan Badui di balai rumahnya sambil menunggu kedatangan pengunjung.

Kerajinan tenun Badui, selain berupa kain tenun juga selendang, pakaian batik Badui, baju kampret, ikat kepala atau lomar, cendera mata , tas koja, serta golok dan madu lebah. "Kami hanya mengandalkan konsumen dari wisatawan itu " kata Neng.
 
Tetua adat Badui, yang juga Kepala Desa Kanekes, Kabupaten Lebak Jaro Saija, mengatakan saat ini jumlah perajin tenun sekitar 2.000 orang, yang kini kembali memproduksi kain tenun setelah sebelumnya menghentikan kegiatan akibat dampak pandemi COVID-19.
 
"Kami merasa senang pelaku usaha kerajinan tenun kembali normal, sehingga dapat meningkatkan pendapatan ekonomi keluarga, " katanya.
 

Mendunia
 
Kepala Bidang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak, Abdul Waseh,  mengapresiasi dan bangga karena produk kain tenun Badui mendunia, apalagi  permintaan dari beberapa negara meningkat, seperti Jepang, Vietnam, Korea Selatan,Italia, Rusia hingga Inggris.
 
Pemerintah daerah terus meningkatkan kuantitas maupun kualitas produk kerajinan masyarakat Badui , sebab produk kain tenun Badui sudah dikenal luas oleh masyarakat lokal, domestik sampai mancanegara. "Ini bukti kalau kain itu semakin terkenal dan diakui kualitasnya," katanya.

Kain tenun Badui kini banyak dijadikan bahan busana oleh para desainer terkemuka untuk ditampilkan pada kegiatan internasional.
 
Bahkan, perancang muda Amanda I Lestari menyertakan tenun Badui pada ajang peragaan busana tingkat dunia, London Fashion Week di London, Inggris.
 
Saat ini juga beberapa negara Eropa, seperti Inggris, Rusia, Italia dan Jerman juga mulai melirik kain tenun Badui. "Kami yakin kain tenun Badui ke depan bisa mendunia melalui event Fashion Week di London itu," katanya.
 
Pemerintah berupaya meningkatkan kualitas kain tenun Badui dengan melakukan pembinaan hingga pelatihan manajemen kewirausahaan agar produksi kain tenun Badui yang dilakukan oleh kaum perempuan Badui sejak nenek moyang itu bisa berkembang.
 
Keunggulan tenun Badui memiliki corak warna dan motif khas, di antaranya poleng hideung, poleng paul, mursadam, pepetikan, kacang herang, maghrib, capit hurang, susuatan, suat songket dan smata (girid manggu, kembang gedang, kembang saka).
 
Selain itu, ada juga motif adu mancung, serta motif aros yang terdiri dari aros awi gede, kembang saka, kembang cikur, dan aros anggeus. "Kami yakin aneka warna dan motif itu yang memiliki keunggulan sehingga menembus pasar mancanegara," katanya.
 
Sertifikat komunal

Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya, mengatakan pemerintah daerah merasa bangga terhadap perajin tenun Badui setelah menerima Sertifikat / Surat Pencatatan Kekayaan Intelektual Komunal atas Tenun Baduy dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). 

Sertifikat tersebut diserahkan di  Jakarta pada acara Roving Seminar Kekayaan Intelektual 2022.  Sertifikat / Surat Pencatatan Kekayaan Intelektual Komunal diberikan langsung oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly.

Yasonna berharap dengan penghargaan dan sertifikat yang diberikan dapat memberikan motivasi serta mendorong pihak-pihak terkait lainnya untuk lebih menghasilkan kreativitas dan inovasi kekayaan intelektual yang memiliki nilai ekonomi dan dapat dikomersialisasikan.

“Saya minta kepada seluruh kepala daerah untuk menginventarisasi kekayaan-kekayaan komunal daerah, kemudian jadikan iti menjadi suatu brand daerah, daftarkan nilai kekayaan intelektualnya maka bila sudah terdaftar nilai ekonomisnya menjadi bertambah,” ucapnya. 
 
Dengan diterimanya sertifikat tersebut Iti Octavia Jayabaya  mengemukakan bahwa  penghargaan itu merupakan kebanggaan bagi Kabupaten Lebak, dimana tenun Badui sudah terdaftar dalam kekayaan intelektual komunal. "Ini sebagai penyemangat kami untuk menginventarisasi potensi kekayaan intelektual lainnya yang ada di Lebak,” katanya.

Oleh karena itu, ia mengajak seluruh pihak, termasuk masyarakat,  untuk mencintai dan menjaga warisan budaya Kabupaten Lebak, juga berkolaborasi mengembangkan kreativitas dan inovasi kekayaan intelektual dalam rangka pemulihan ekonomi nasional.
 

Pewarta: Mansyur suryana

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2022