Bogor, 10/4 (Antara) - Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) Maryono berharap program sejuta rumah segera dipercepat mengingat sinergi dari pihak-pihak yang terlibat dalam program ini sudah ketemu.

"Saya tidak melihat program ini ambisius, yang penting disini membutuhkan pemikiran dan masukan agar program tersebut dapat segera dijalankan oleh masing-masing pihak," kata Maryono dalam diskusi yang diselengarakan wartawan di Bogor, Jumat.

Maryono mengatakan, program sejuta rumah ini harus berkelanjutan untuk mengejar backlog (kekurangan) kebutuhan rumah tahun 2015 diperkirakan 15 juta unit, sedangkan setiap tahun kebutuhan tersebut meningkat 500.000 unit.

Maryono mengatakan, apabila asumsi untuk menyelesaikan rumah tapak hanya butuh waktu tiga bulan, kemudian apartemen butuh waktu setahun maka pengembang BUMN dan swasata seharusnya dapat mencapai 1 juta unit secara bertahap.

"Saya optimistis dari penyaluran KPR bersubisidi dan non subsidi yang telah disalurkan, kemudian ditambah program pengadaan rumah bagi PNS dan pekerja maka program ini akan dapat tercapai tinggal eksekusinya saja," ujar Maryono.

Maryono juga menyatakan keyakinannya dalam waktu yang tidak lama rumah bukan lagi barang mewah lagi, serta semua lapisan masyarakat akan dapat mengakses fasilitas pembiayaan untuk memiliki rumah yang diinginkan.

Plt Dirjen Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Maurin Sitorus mengatakan, sebelum menyiapkan program sejuta rumah Kementerian PU dan Perumahan Rakyat telah menyiapkan data struktur penghasilan masyarakat.

Data menunjukkan masih banyak kelompok masyarakat yang tidak mampu menyisihkan penghasilannya untuk membeli rumah, masyarakat dalam kelompok itu harus dibantu melalui fasilitas subsidi atau penyediaan unit rumah susun sederhana sewa, ujar Maurin.

Maurin mengatakan, tingginya harga rumah saat ini dipengaruhi terbatasnya lahan, mahalnya bahan bangunan, tingginya biaya jasa konstruksi, dan tingginya biaya perizinan di daerah semua itu seharusnya dapat dikendalikan.

Maurin mengatakan, sebanyak 40 persen masyarakat Indonesia dapat difasilitasi melalui perbankan karena berkerja di sektor formal, sedangkan 60 persen yang berkerja di sektor informal memang problem untuk itu pemerintah berencana menggandeng asuransi agar mereka juga dapat dibiayai bank.

Maurin mengakui, pembiayaan rumah di Indonesia masih kecil hanya 0,5 persen dari PDB bandingkan dengan Malaysia dan Philipina masing-masing 2,2 persen dan 3,1 persen, namun untuk mewujudkan itu sangat tidak mungkin karena butuh dana sangat besar untuk itu perlu kerja sama dengan pemangku kepentingan (stake holder) lain.

"Stakeholder tersebut meliputi BPJS, Bapertarum untuk rumah PNS, Taspen, dan lain sebagainya melalui konsep hunian berimbang, dan pemerintah daerah, sedangkan kita menyediakan anggaran sebagai pendorong program sejuta rumah," ujar Maurin.

Kalau mengacu kepada UMR maka kita perlu menyediakan bantuan uang muka Rp4 juta maka paling banyak harus tersedia Rp64,5 triliun paling dari sumber-sumber tersebut, jelas Maurin.

Sedangkan praktisi perumahan rakyat, Enggartiasto Lukita mendesak pemerintah agar dapat segera menyiapkan seluruh kebutuhan untuk mewujudkan program sejuta rumah termasuk anggaran yang disediakan agar dapat segera berjalan.

Enggar meminta agar pemerintah segera menyiapkan tata ruang untuk rumah-rumah dengan harga terjangkau, serta tidak memaksakan Perum Perumnas untuk memenuhi target laba dari BUMN melainkan difokuskan untuk membangun rumah sederhana.

Sedangkan Wakil Ketua Komisi V DPR-RI Yudi Widiyana mengatakan, pemerintah diminta segera memperkuat posisi undang-undang perumahan dan kawasan permukiman, serta segera membentuk satuan kerja agar dana APBN untuk perumahan dan permukiman dapat dicairkan.

Lebih jauh Direktur BTN Mansyur S. Nasution mengatakan, BTN telah menginventarisir cabang-cabang dalam rangka pembiayaan rumah terkait dengan program tersebut untuk ditawarkan baik kredit konstruksi maupun KPR.

Pewarta: Ganet

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2015